Pada September, usai gelombang aksi di berbagai daerah, Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo mengatakan total 5.444 orang ditangkap imbas demonstrasi di berbagai daerah.
Dari jumlah itu, 4.800-an massa kemudian dipulangkan. Lalu ada lebih dari 500 orang yang menjalani proses hukum lebih lanjut. Di Jakarta, puluhan orang telah menjalani proses persidangan terkait kericuhan demo itu.
Ada juga yang ditangkap dan menjalani proses hukum dengan tuduhan menghasut demo rusuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa di antaranya adalah Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen, pengelola akun @blokpolitikpelajar Muzaffar Salim, pengelola akun @gejayanmemanggil Syahdan Husein, dan pengelola akun @aliansimahasiswamenggugat Khariq Anhar.
Sementara itu, Komnas HAM melaporkan sebanyak 10 orang menjadi korban tewas selama rangkaian demonstrasi.
Beberapa korban tewas diduga karena mendapat kekerasan dan penyiksaan oleh aparat.
Data korban tewas tersebut serupa dengan yang dimiliki Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Lewat data yang dikumpulkan dari LBH-LBH di daerah, selain korban tewas, juga ada 3.337 massa aksi yang ditangkap di 20 kota, serta 1.042 orang dilarikan ke rumah sakit diduga karena mengalami kekerasan aparat.
Demo ricuh juga berdampak pada fasilitas umum di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut total ada 22 halte TransJakarta dirusak oleh kelompok tak dikenal di tengah rentetan aksi demo.
Selain halte TransJakarta, sejumlah stasiun MRT dan CCTV di wilayah Jakarta juga mengalami kerusakan imbas demo. Kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.
"MRT Jakarta kerusakan infrastruktur untuk MRT sebesar Rp3,3 miliar, TransJakarta kurang lebih Rp41,6 miliar, kemudian kerusakan CCTV infrastruktur lainnya Rp5,5 miliar, sehingga total kerusakan ada Rp55 miliar," kata Pramono saat itu.
Presiden Prabowo Subianto kembali merespons soal tuntutan massa dalam gelombang demonstrasi.
Prabowo menyatakan sebagian tuntutan 17+8 yang digemakan warga masyarakat setelah demonstrasi akhir Agustus lalu masuk akal, dan sebagian lain perlu diperundingkan.
"Ya saya kira kita pelajari sebagian masuk akal, sebagian kita bisa berunding, kita bisa berdebat. Saya katakan tuntutan saya kira banyak yang masuk akal, banyak yang menurut saya normatif dan bisa kita bicarakan dengan baik," kata Prabowo, September 2025.
Terkait tuntutan menarik militer dari pengamanan sipil, Prabowo hanya menjelaskan tugas TNI yang satu di antaranya untuk menjaga masyarakat dari ancaman.
"Jadi, terorisme itu ancaman, membakar-bakar ancaman, membuat kerusuhan itu ancaman kepada rakyat, masa tarik TNI dari pengamanan sipil, itu menurut saya debatable, tapi saya akan melaksanakan tugas yang diberikan oleh UUD kepada saya," ujarnya.
Sementara itu, pada November lalu Prabowo melantik Ketua dan Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri. Diketuai oleh Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Pembentukan Komisi Reformasi Polri itu tak terlepas dari kerusuhan besar di akhir Agustus lalu yang menewaskan Affan.
Setelahnya, desakan untuk mereformasi tubuh internal Polri ke pemerintah pun menguat hingga pemerintah membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Selain Pemerintah, DPR juga merespons tuntutan masyarakat. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan DPR sepakat menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota terhitung 31 Agustus 2025, dan melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri terhitung 1 September 2025.
Dasco juga menyampaikan DPR akan memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR.
Sejumlah komponen yang dievaluasi itu meliputi biaya langganan listrik dan jasa telepon. Selain itu ada juga biaya komunikasi intensif, dan biaya tunjangan transportasi.
Lalu pada November, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menjatuhkan sanksi kepada lima anggota DPR nonaktif buntut gelombang demo 25-31 Agustus.
Dalam sidang putusan MKD pada Rabu (5/11), tiga dari lima anggota DPR nonaktif disanksi nonaktif dalam beberapa bulan.
Ahmad Sahroni dari NasDem yang disanksi nonaktif enam bulan, Nafa Urbach dari NasDem tiga bulan, dan Eko Patrio dari PAN yang disanksi empat bulan.
Sahroni dijatuhi sanksi karena pernyataannya saat merespons usul pembubaran DPR. MKD menilai respons Sahroni kurang bijak.
Lalu, Nafa dijatuhi sanksi karena pernyataannya terkait tunjangan rumah dinas DPR, sedangkan Eko disanksi karena responsnya atas kritik publik ihwal kenaikan gaji DPR dengan memparodikannya di media sosial.
Lain halnya dengan Uya Kuya dan Adies Kadir yang dinyatakan tak melanggar etik. MKD pun memerintahkan keanggotaan mereka diaktifkan kembali.
(fra/yoa/fra)