Jakarta, CNN Indonesia -- Konflik antara Rusia-Ukraina membuat Uni Eropa (UE) mempertimbangkan untuk memboikot Piala Dunia 2018 yang akan dilangsungkan di Rusia.
Potensi pemboikotan piala dunia merupakan salah satu bentuk tekanan UE akibat konflik berkepanjangan yang dianggap merupakan ulah Rusia, baik dengan campur tangan militer maupun memberikan senjata kepada para pemberontak.
Insiden ditembak jatuhnya pesawat Malaysian Air MH17 pada 17 Juli lalu di Ukraina semakin meningkatkan tekanan kepada Rusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, presiden FIFA, Sepp Blatter, dengan tegas menyatakan Rusia akan tetap menjadi tuan rumah kejuaraan empat tahunan ini.
“Kami telah memberikan kepercayaan kami bagi penyelenggara Piala Dunia 2018 dan 2022,” ujar Blatter dalam sebuah acara di Kitzbuehel, Austria seperti yang dikutip dari espn.co.uk
“Ini (boikot) tidak akan menghasilkan apapun,” tambah Blatter.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga yakin tekanan dari Eropa tidak akan banyak berpengaruh pada status Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia.
“FIFA telah menyatakan sepakbola dan olahraga berada di luar politik, dan saya rasa itu (boikot) bukan pendekatan yang tepat,” ujar Putin dalam sebuah forum pemuda di Seliger, Tver sekitar 370 km utara Moskow.
Aksi pemboikotan bukan hal yang asing di dunia olahraga, khususnya jika menyangkut pihak Barat dan Rusia.
Pada Olimpiade Moskow 1980, Amerika Serikat menolak mengirim atletnya setelah pasukan Rusia (dulu Uni Soviet) menginvasi Afganistan.
Sebagai balasan dari aksi Amerika itu, negara-negara yang tergabung dalam blok Timur memboikot Olimpiade 1984 di Los Angeles, Amerika Serikat.