TENIS WANITA

Debat Kesetaraan Gender di Dunia Tenis

CNN Indonesia
Kamis, 11 Sep 2014 12:25 WIB
Tenis dikatakan memberi ruang adanya kesetaraan gender. Hal ini terlihat dari jumlah uang hadiah yang sama antara petenis pria dan wanita di grand slam. Benarkah demikian?
Serena Williams memperjuangkan petenis wanita untuk mendapatkan uang hadiah yang sama.
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Tenis dikatakan sebagai olah raga yang memberi ruang adanya kesetaraan gender. Hal ini terlihat dari petenis wanita dan pria yang menerima bayaran sama pada keempat turnamen Grand Slam seperti Wimbledon, Australia Terbuka, hingga Amerika Serikat (AS) Terbuka.

Daftar sepuluh petenis dengan jumlah hadiah tertinggi di dunia juga terbagi rata antara lima pria dan lima wanita.

Namun, perdebatan mengenai kesetaraan gender di olah raga ini belum juga usai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut para petenis pria, pemberian jumlah hadiah sama ini seharusnya diikuti dengan perubahan peraturan jumlah set. Beberapa mengungkapkan bahwa sudah seharusnya petenis wanita bermain di lima set, beralih dari sistem tiga set.

"Tidak ada alasan mengapa mereka tidak dapat melakukannya," ujar Andy Murray seperti yang dikutip dari New York Times.

Memberlakukan sistem lima set di pertandingan tenis wanita sendiri dapat memberikan efek positif.

Dengan menjadi lima set, permainan akan menjadi lebih menarik, karena akan semakin sulit untuk meraih kemenangan.

Jika bermain di tiga set, satu kesalahan saja dapat membuat pemain kehilangan sebuah pertandingan. Hal ini berbeda dengan sistem lima set yang lebih membutuhkan konsistensi.

Selain itu, sistem tiga set bagi petenis wanita juga merupakan suatu bentuk diskriminasi. Pasalnya, dengan bermain dalam jumlah set kecil, petenis wanita dianggap memiliki stamina yang kurang dibandingkan dengan pria.

Sistem tiga set juga menjadi senjata bagi pihak yang tidak menginginkan adanya kesetaraan hadiah bagi para petenis.

Ketua dari Asosiasi Tenis Wanita Dunia (WTA), Stacey Allaster, dalam satu wawancara dengan The Washington Post berujar bahwa mereka siap jika perubahan ini ingin dilakukan.

"Kami berkata pada 1973, dan kami juga berkata pada 2014, bahwa kami siap, mau, dan mampu untuk bermain lima set. Atlet kami mengeluarkan usaha yang sama, jam latihan yang sama, dan berhak untuk dibayar dengan jumlah yang sama," ujar Allaster.

Akan tetapi, mengubah sistem pertandingan tenis wanita menjadi lima set juga membawa implikasi lain.

Pihak penyelenggara turnamen harus menyesuaikan jadwal karena semakin waktu bertanding semakin lama. Artinya mereka juga harus memadatkan jadwal Grand Slam yang biasanya hanya berlangsung selama dua minggu.

Selain itu, perusahaan TV yang menyiarkan pertandingan wanita juga harus menyesuaikan jadwal tayang mereka.

Terlepas dari perdebatan lima set dan tiga set, persoalan yang terkadang masih luput dari perhatian adalah masih banyak turnamen selain grand slam yang memberikan hadiah yang berbeda bagi petenis pria dan wanita.

Sebagaimana dilaporkan Forbes, dilihat secara rataan hadiah yang didapatkan dalam satu tahun, petenis wanita mendapatkan 23,4 persen lebih rendah ketimbang pria.

Demikian juga tingkat keterlibatan wanita di federasi atau badan asosiasi tenis yang masih minim.

Bahkan, hingga saat ini, tidak ada satu pun wanita yang berada di dewan Federasi Tenis Internasional (ITF).
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER