Bowie Haryanto
Bowie Haryanto
TAKTIK

Gelandang Metronom Menuju Kepunahan

bowie.haryanto | CNN Indonesia
Selasa, 07 Okt 2014 11:54 WIB
Posisi deep lying midfielder dianggap sedang menuju kepunahan. Pemain seperti Pirlo, Xavi, dan Xabi Alonso, semakin jarang terlihat. Apa penyebabnya?
Andrea Pirlo mencetak gol penalti saat Juventus melawan Singapore Selection, 16 Agustus. Pemain seperti Pirlo yang berperan sebagai deep lying midfielder saat ini semakin langka. (REUTERS/Edgar Su)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Di era sepak bola modern, deep lying midfielder (DLM) merupakan salah posisi bermain yang fenomenal. Dibutuhkan karakter permainan yang kuat untuk bisa menjadi seorang DLM. Tapi, benarkah posisi yang membutuhkan kreativitas tinggi ini sedang menuju kepunahan?

Jika kita bicara soal DLM, maka semua mata akan tertuju ke pemain seperti Andrea Pirlo, Xabi Alonso, dan Xavi Hernandez. Selain itu masih ada nama Juan Sebastian Veron, Josep Guardiola, dan Paul Scholes.

Posisi DLM dianggap sedang menuju kepunahan. Hal itu disebabkan semakin minimnya pemain generasi baru yang memiliki karakter permainan DLM. Belakangan justru lebih banyak muncul pemain yang berkarakter sebagai gelandang perusak, sayap, ataupun box-to-box.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk kategori pemain muda, praktis tinggal pemain seperti Marco Verratti, Jack Wilshere atau Paul Pogba, yang bisa dianggap sebagai DLM. Namun, hanya Verratti yang paling konsisten bermain sebagai DLM.

Pogba hanya bermain sebagai DLM di Juventus jika Pirlo mengalami cedera. Sedangkan Wilshere, lebih sering diturunkan manajer Arsene Wenger di posisi empat gelandang sejajar.

Efek strategi

Untuk membahas ancaman kepunahan DLM, pertama-tama kita harus menyepakati dulu definisi posisi bermain tersebut. DLM pada dasarnya adalah metronom, seorang pemain yang bertugas mengatur ritme dan tempo permainan sebuah tim.

Meski posisinya lebih dalam dari gelandang lainnya, DLM tidak dikategorikan sebagai gelandang bertahan. Untuk itu, pemain seperti Pirlo dan Xavi tidak memiliki kemampuan tekel atau bertahan yang bagus.

Kekuatan utama seorang DLM adalah kemampuan mengumpan yang sempurna, baik pendek maupun panjang. Membuka ruang untuk mencetak gol. Biasanya mereka hanya berlari-lari kecil di tengah lapangan, menjadi jembatan lini belakang ke tengah.

Belakangan, tim-tim besar di Eropa lebih sering menyandingkan gelandang bertahan dengan box-to-box di lini tengah. Manchester City contohnya, yang mengandalkan Fernandinho dan Yaya Toure di lini tengah.

Salah satu penyebab terancam punahnya DLM adalah, posisi ini dianggap sudah tidak dibutuhkan di era strategi sepak bola modern. Praktis hanya tim-tim yang mengandalkan permainan bola-bola pendek, seperti Barcelona, Bayern Munich, dan Juventus, yang membutuhkan DLM.

Sebagian besar klub papan atas Eropa saat ini mengandalkan sepak bola cepat, memaksimalkan serangan balik, dan kuat di sayap. Biasanya mereka hanya menaruh satu gelandang bertahan di lini tengah.

Bahkan tim seperti Real Madrid tidak menggunakan gelandang yang bertipe bertahan. Hal itu terjadi saat melawan Athletic Bilbao, Minggu (5/10), ketika El Real menurunkan James Rodriguez, Luka Modric, dan Toni Kroos di lini tengah.

Maraknya strategi seperti itu membuat kita jarang melihat pesepak bola muda dengan karakter permainan seperti Pirlo, Xavi, dan Alonso. Kondisi itu yang bisa membuat DLM terancm punah dalam beberapa tahun ke depan. Terlebih setelah Pirlo, Xavi, dan Alonso sudah pensiun.

DLM Indonesia

Di dalam negeri sendiri, jarang ada pemain yang memiliki karakter DLM. Sejak era Bima Sakti, saat ini tinggal gelandang seperti Egi Melgiansyah, Muhammad Taufiq, dan Ahmad Bustomi, yang bisa diplot sebagai DLM.
 
Ironisnya, Taufiq jarang bermain sebagai pemain inti di Persib Bandung. Sedangkan Bustomi terkesan lebih berperan sebagai gelandang bertahan di Arema Cronus, dengan dominannya Gustavo Lopez sebagai pengatur serangan tim Singo Edan.

Taufiq tidak memungkiri semakin jarangnya pemain berkarakter DLM di Indonesia dikarenakan perkembangan strategi.

"Mungkin karena faktor strategi. Saya sudah bermain di posisi ini sejak masih kecil. Tapi, saya harus siap bermain di posisi manapun sesuai keinginan pelatih," ujar gelandang yang mengidolakan Bima Sakti dan Uston Nawawi tersebut.

Hampir tidak adanya pemain Indonesia yang berposisi sebagai DLM juga sempat dikeluhkan pelatih Timnas senior, Alfred Riedl. Pelatih asal Austria itu menganggap Indonesia tidak punya pemain metronom.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER