Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan kepala komite teknik FIFA, Harold Mayne-Nicholls ikut mengincar jabatan presiden federasi sepak bola sejagat tersebut tahun depan. Mayne-Nicholls akan menjadi kandidat ketiga setelah petahana Sepp Blater dan mantan Deputi Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Champagne.
Mayne-Nicholls, 53, merupakan penanggung jawab investigasi teknik yang mengevaluasi pencalonan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Mantan pemimpin federasi sepak bola Cile itu adalah pejabat tinggi FIFA pertama yang memberi peringatan bahaya musim panas jika sepak bola digelar di negara teluk.
''Keputusan (pencalonan) tidak penting sebelum 28 Januari tahun depan. Pemilunya kan 29 Mei, jadi kita masih memiliki Oktober, November, Desember, dan Januari,'' tulis Mayne-Nicholls menceritakan hasratnya itu seperti dikutip Reuters. ''Artinya masih ada empat bulan untuk memeriksa segalanya.''
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang kandidat presiden FIFA harus mendapat dukungan setidaknya dari lima federasi sepak bola nasional agar dapat maju dalam pemilihan presiden FIFA.
Serupa dengan Champagne yang memastikan menantang Blatter untuk jabatan presiden, Mayne-Nicholls mengatakan FIFA membutuhkan udara segar yang dibawa pemimpin baru. Blatter telah memegang jabatan tertinggi FIFA selama tahun. Senin lalu (6/10), anggota komite Independen yang menuntut reformasi FIFA, Michael Hershman, mendesak Blatter, 78, untuk mundur. Blatter telah memegang jabatan FIFA itu sejak 1998. Blatter menggantikan Joao Havelange yang memimpin FIFA kurun waktu 1974-1998.
''Saya kira presiden Blatter harus mundur untuk hal yang baik bagi olahraga, dan bagi organisasi. Dia berada dalam posisi kepemimpinan ketika semua skandal terjadi dan dia tidak bertanggung jawab secara pribadi,'' kata Hershman.
Akhir bulan lalu, Champagne, 55, mengaku tidak senang dengan kondisi kepemimpinan FIFA saat ini. Ia menegaskan FIFA membutihkan visi kepemimpinan yang baru beserta alat-alat mencapainya.
"Inilah sebabnya saya memilih untuk berpartisipasi. Ini terkait dengan pengambilan resiko. Jika anda tidak berani mengambil resiko dalam hidup anda, maka tidak akan terjadi apapun," kata Champagne yang menjabat Direktur Hubungan Internasional FIFA (1999-2010).