Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
London, CNN Indonesia -- Ketika Michel Platini melakukan perubahan jumlah negara peserta Piala Eropa dari 16 menjadi 24 negara, badai kritik langsung menghampiri mantan pemain tim nasional Perancis tersebut.
Bagi banyak orang, Presiden UEFA itu telah mengacaukan sebuah kompetisi yang sudah sangat solid. Kini dengan banyaknya tempat yang tersedia, banyak negara besar di Eropa menganggap babak kualifikasi lebih mudah.
Apakah ini menjadi alasan utama start lambat negara-negara unggulan dan beberapa kejutan dalam laga kualifikasi Piala Eropa 2016 sejauh ini?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun tidak terlepas dari faktor keteledoran tim-tim unggulan, format Piala Eropa yang diubah oleh Platini memungkinkan negara-negara yang dulunya hanya dapat bermimpi untuk tampil di Piala Eropa kini dapat lebih dari sekedar berharap.
Secara teori, dua tim dan beberapa peringkat ketiga terbaik kini dapat merasakan Piala Eropa yang akan digelar di Perancis dua tahun mendatang.
Hal ini membuat negara-negara berstatus unggulan berada di 'zona nyaman' karena semakin banyak jatah yang tersedia. Alasan itulah yang mungkin menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya kejutan yang terjadi di babak kualifikasi kali ini.
Portugal misalnya, dipermalukan di kandang sendiri dari Albania. Lalu kenapa? biarkanlah Ronaldo menyembuhkan cederanya, kembali dan bangkit. Walaupun seandainya mereka mengakhiri babak kualifikasi di bawah Serbia dan Denmark, mereka (Portugal) masih memiliki kemungkinan untuk lolos.
Kejadian serupa dialami juara dunia, Jerman. Tim Panzer dipermalukan Polandia dua gol tanpa balas. Luar biasa memang, tetapi tidak akan ada yang membayangkan Jerman gagal lolos ke Perancis.
Bagaimana dengan juara bertahan Spanyol yang kalah dari Slovakia? Tidak masalah. Spanyol telah bangkit dan menang 4-0 ketika mengalahkan Luksemburg.
Sejujurnya, memang ada beberapa faktor yang dibalik tiga hasil mengejutkan tersebut.
Portugal yang mengalami hasil buruk di Piala Dunia kini berada di bawah kepelatihan Paulo Bento. Selain itu Portugal juga kesulitan ketika mereka bermain tanpa Ronaldo.
Jerman juga sedang mengalami momen, dimana serangan bertubi-tubi mereka gagal menghasilkan satupun gol.
Sedangkan Spanyol, yang juga mendominasi pertandingan, namun penyelesaian Diego Costa masih belum memenuhi harapan. Walaupun pada akhirnya ia memecahkan kebuntuannya saat mengalahkan Luksemburg.
Tertahannya tiga negara tersebut mungkin memang menjadi sorotan di babak kualifikasi kali ini. Namun di luar ketiga kejutan tersebut masih ada hasil-hasil 'mengejutkan' yang terjadi di babak kualifikasi kali ini.
Liechtenstein, peringkat 172 FIFA, berhasil menaham imbang peringkat 43, Montenegro. Mereka juga 'hanya' kalah 2-0 dari Swedia, Minggu (12/10) kemarin.
Siprus, peringkat 85 FIFA, juga berhasil menyamakan kedudukan meski sempat tertinggal dua gol ketika menghadapi salah satu kontestan Piala Dunia lalu, Bosnia.
Selain itu, Swiss yang berada di peringkat 10 menurut FIFA, juga kalah 0-1 dari Slovenia, yang berada di peringkat 53.
Semakin Meningkatnya Level Kompetisi Internasional?Apakah semua hasil ini merupakan hasil kebetulan semata atau tanda negara-negara yang lebih kuat menjadi lengah karena adanya jaminan keamanan imbas penambahan jatah tiket ke Perancis?
Atau mungkin itu merupakan indikasi, seperti yang terjadi pada Piala Dunia 2014 lalu, saat kita menyaksikan bagaimana Italia tumbang dari Kosta Rika, Spanyol dipermalukan Chile, dan Jerman ditahan imbang Ghana.
Hal itu juga bisa berarti level kompetisi di ajang internasional semakin meningkat. Negara-negara kecil kini dapat bermimpi untuk mengalahkan negara-negara besar dan tampil di turnamen besar.
Islandia misalnya, meski dulu seringkali dianggap lumbung gol negara-negara unggulan, sekarang telah berhasil memenangkan dua laga kualifikasi
Sementara Wales, meski memiliki pemain termahal di dunia, Gareth Bale, negara ini belum pernah terlibat di kompetisi internasional besar sejak Piala Dunia 1958 silam. Saat ini Wales merupakan salah satu kandidat negara yang lolos ke Perancis.
Meningkatnya level kompetisi itu diakui sendiri oleh Manajer Inggris Roy Hodgson.
"Saya rasa kita harus berhenti kaget (melihat kejutan) di sepakbola internasional.Jika kita adalah Spanyol, Rusia, atau Inggris, kita tidak dapat berharap kita dapat bertanding dan mengalahkan siapapun hanya karena kita memiliki jumlah warga yang lebih banyak dibanding mereka," ujar Hodgson seperti yang dikutip dari Reuters.
Itulah pengakuan Hodgson yang dapat bernafas lega, setelah membawa Inggris yang memiliki populasi sekitar 53 juta warga, mengalahkan Estonia yang hanya memiliki 1.3 juta warga.
Untuk sementara ini, meski hasil-hasil kualifikasi kembali 'normal', kejutan masih mungkin terjadi dalam perjalanan negara-negara ini menuju Perancis dua tahun mendatang.