BLACK POWER SALUTE

Perjuangan HAM dari Atas Panggung Olimpiade

CNN Indonesia
Jumat, 24 Okt 2014 12:37 WIB
Salam "The Black Power Salute" dari Tommie Smith dan John Carlos pada Olimpiade 1968 menjadi momen kebangkitan gerakan hak-hak sipil di Amerika serikat.
Peristiwan black power salute pada Olimpiade 1968, dengan simbol kepalan tangan bersarung tangan hitam, menjadi salah satu simbol perjuangan ras kulit hitam di Amerika. Peristiwa ini pun terus dikenang setiap 18 Oktober. (Getty Images/ Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pada 1968, Komite Olimpiade Mexico City mencabut gelar juara dua atlet atletik Amerika, Tommie Smith dan John Carlos Meg, yang meraih emas dan perunggu dalam cabang lari 200 meter. Pencabutan ini akibat keduanya memberi salam yang dianggap rasis di atas podium kemenangan.

Sikap kedua atlet tersebut dilakukan sebagai protes kebijakan rasis di Amerika dan juga sebagai dukungan pada persatuan kekuatan ras Afrika-Amerika.

Namun, peristiwa yang dikenal sebagai black power salute ini mampu menjadi momen kebangkitan perjuangan gerakan hak-hak sipil di Amerika serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rencana Boikot Olimpiade

Bermula dari kekecewan terkait kebijakan rasis yang mengkerdilkan keberadaan warga Amerika keturunan Afrika, seorang profesor ilmu sosiologi mencetuskan program Olimpiade untuk Hak Asasi Manusia (OPHR).

Adalah Harry Edwards, dosen Universitas San Jose State yang juga teman dekat Smith. Edwards mengimbau agar tim peserta olimpiade Afro-Amerika memboikot pertandingan di olimpiade yang akan digelar satu tahun kemudian.

"Orang Afro-Amerika harus menolak dimanfaatkan sebagai 'binatang pertunjukan' dalam arena," kata sang profesor.

Ide boikot tersebut sempat menjadi pertimbangan seluruh tim Afro-Amerika. Namun, ide tersebut menghilang bak uap air dan tak pernah terwujud.

Salam Kulit Hitam dari Atas Podium

Tommie Smith dan John Carlos Meg akhirnya tetap mengikuti gelaran olimpiade yang diselenggarakan di Meksiko itu. Bahkan, keduanya berhasil meraih juara.

Smith meraih juara pertama dari atletik pada cabang lari 200 m. Sementara Carlos menggondol perunggu karena berhasil menduduki posisi ketiga.

Kala naik podium untuk menerima medali raihannya itulah, keduanya melancarkan aksi protes. Smith mengangkat tangan kanannya untuk mewakili kekuatan orang-orang Afro-Amerika. Sedangkan Carlos mengangkat tangan kirinya untuk mewakili persatuan ras itu.

Bersama-sama mereka membentuk lengkungan dan menyatukan kedua tangan mereka. Menariknya, kedua atlet tersebut mengenakan sarung tangan hitam saat melakukan black power salute.

Menurut Smith, jika memenangi pertandingan, maka ia dianggap "orang Amerika". Jika kalah atau melakukan sesuatu yang buruk, orang akan melihatnya tak lebih sebagai orang kulit hitam rendahan.

Tak hanya pembatalan gelar juara, keduanya juga lantas diusir dari Meksiko. Mereka dianggap melakukan pelanggaran dengan membuat salam rasis berbau politik di ajang olimpiade.

Sebagian orang menyebut mereka pembuat onar. Namun bagi kaum Afro-Amerika, keduanya adalah pahlawan. Puluhan tahun berlalu sudah, Smith dan Carlos tetap dipuja.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER