Jakarta, CNN Indonesia -- Luis Suarez mengungkapkan bahwa ia merasa berada di dalam "operasi rahasia" saat menyelesaikan transfer musim panas dari Liverpool ke Barcelona dan diperlakukan "seperti penjahat" ketika diberitahu untuk meninggalkan kamp Uruguay di Piala Dunia musim panas ini.
Suarez sebelumnya mengakui bahwa ia takut impian seumur hidupnya bermain untuk Barca akan musnah ketika FIFA melarangnya untuk melakukan "semua aktivitas sepak bola" selama empat bulan, setelah ia menggigit pemain Italia Giorgio Chiellini di Piala Dunia Brasil.
Hukuman seperti itu sebenarnya belum pernah diterapkan secara resmi, sehingga tidak jelas bila ia diizinkan untuk pindah ke Camp Nou atau tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun kepindahan Suarez telah disepakati pada awal Juli, pemain berusia 27 tahun itu tidak secara resmi diakui sebagai pemain Barcelona hingga akhirnya Pengadilan Arbitrasi Olahraga mengurangi hukumannya pertengahan Agustus lalu.
Dalam otobiografi barunya yang diterbitkan oleh koran Sport, Suarez mengatakan ia menandatangani kontrak Barcelona-nya "secara diam-diam."
"Kekonyolan larangan FIFA menjadi semakin jelas dari hari ke hari," tulisnya. "Kami harus merencanakan segala sesuatu dengan hati-hati untuk menghindari juru foto atau penggemar mengambil foto yang menunjukkan saya beraktivitas terkait sepakbola.
"Saya diam-diam menandatangani kontrak tanpa diketahui publik. Kami harus merencanakan semuanya dengan cermat, sehingga tak ada yang melihat kami dan tidak bukti foto."
Suarez mengatakan kesehariannya terasa lebih seperti sebuah film aksi daripada kehidupan nyata, ketika ia disembunyikan di rumah orang tua istrinya di luar Barcelona.
"Ada strategi memberangkatkan tiga mobil dari tiga jalan keluar yang berbeda untuk menghindari pers," jelasnya. "Saya seakan sudah terbiasa menjalani sebuah operasi rahasia. Saya meninggalkan rumah mertua dengan bersembunyi di dalam mobil untuk mengelabui juru foto."
Suarez juga menceritakan kisah tentang pelatih Uruguay Oscar Tabarez yang mengatakan bahwa dirinya harus segera meninggalkan hotel tim Uruguay di Brasil.
"Saya seolah-olah diperlakukan seperti penjahat. Satu-satunya alasan saya tidak menangis karena ada pelatih di sana," kenangnya.