Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika bintang sepak bola Amerika Serikat, LeBron James, mengatakan tidak akan mengizinkan kedua putranya bermain sepak bola Amerika (
American Football), pertanyaan besar muncul terkait faktor keselamatan atlet pada permainan yang identik dengan benturan tersebut.
Kematian seorang anak muda berusia 16 tahun bernama, Chad Stover, akibat bermain sepak bola Amerika di sekolahnya, merupakan salah satu contoh demikian mematikannya olahraga ini.
Namun kematian Stover -- meskipun merupakan sebuah tragedi -- tetap tidak menyurutkan antusiasme para pecinta sepakbola Amerika untuk tetap memainkannya.
Sekitar 1,1 juta anak-anak diperkirakan bermain sepakbola Amerika per tahunnya, namun yang jarang diperhatikan adalah fakta bahwa sekitar 67 ribu di antaranya mengalami cedera kepala.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada awal September lalu, Liga Sepakbola Amerika (NFL) memperkirakan sekitar 28 persen mantan pemain sepakbola Amerika berpotensi terkena Alzheimer atau dementia.
Sebuah analisis yang dilakukan oleh para peneliti di Universitas Purdue, bahkan menunjukkan hal lebih buruk. Mereka menemukan bahwa dampak benturan yang terjadi di olahraga tersebut dapat berpengaruh kepada respons emosional si pemain.
Dari 190 pemain sepakbola Amerika yang mereka teliti selama enam tahun terakhir menunjukkan bahwa ada cedera yang tidak akan tampak jika para pemain tidak secara rutin mengecek kondisi kesehatan mereka.
Hasil penelitian ini menghilangkan anggapan cedera berat hanya terjadi jika ada sebuah benturan yang keras. Penelitian Universitas Purdue tersebut menunjukkan benturan-benturan kecil yang terus terjadi secara konstan, dapat menimbulkan cedera dan trauma yang lebih serius.
Karena itu, bukan tanpa alasan, LeBron memutuskan untuk tidak memberi izin anakanya bermain sepakbola Amerika, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga ini memiliki popularitas sangat tinggi di Amerika.