Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika nama Wayne Rooney, pertama kali muncul di tim nasional Inggris pada 12 Februari 2003 silam. Pemain yang saat itu masih membela Everton langsung dicap sebagai awal 'generasi emas' baru di Inggris.
Dengan bermaterikan pemain-pemain dengan nama besar seperti Steven Gerrard, John Terry, Frank Lampard, David Beckham, Paul Scholes, maupun Owen Hargreaves, dan juga sang remaj ajaib, Wayne Rooney, Inggris menatap masa depan dengan pandangan positif.
Apa daya hasil tidak sesuai dengan skenario yang dirancang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Piala Eropa 2004, Inggris mengawali langkah mereka dengan kekalahan dari juara bertahan, Perancis, setelah dua gol di menit-menit akhir dari Zinedine Zidane membatalkan gol Frank Lampard.
Meski lolos ke babak perdelapan besar, Inggris akhirnya harus pulang lebih cepat setelah disingkirkan Portugal lewat adu penalti.
Meski demikian, Rooney sempat menjadi sebuah fenomena tersendiri setelah ia berhasil menciptakan empat gol dalam empat pertandingan dan terpiih ke dalam tim terbaik pilihan UEFA.
Dengan susunan pemain yang relatif sama, Inggris berlaga di Piala Dunia 2006 di Jerman, namun lagi-lagi mereka takluk dari Portugal lewat adu penalti di babak delapan besar.
Sedangkan Rooney? Ia tidak cukup bugar untuk bermain secemerlang pada Piala Eropa 2004. Cedera kaki yang ia dapatkan di Liga Inggris, membuatnya melewatkan pertandingan pertama menghadapi Paraguay.
Hingga akhirnya tersingkir oleh Portugal, pada laga-laga berikutnya Rooney gagal menghasilkan penampilan yang diharapkan oleh publik Inggris.
Bahkan saat melawan Portugal tersebut, Rooney harus mengakhiri pertandingan lebih cepat setelah ia diusir wasit karena pelanggaran terhadap Ricardo Carvalho.
Namun puncak kegagalan Rooney dan 'generasi emas' sepakbola Inggris, terjadi pada Piala Eropa 2008, saat mereka gagal lolos dari babak kualifikasi.
Tenggelam dalam EkspektasiDi babak kualifikasi Piala Dunia 2010, Inggris bermain dengan sangat solid. Rooney juga menjadi pencetak gol terbanyak di babak kualifikasi dengan raihan sembilan gol.
Namun pada saat Piala Dunia 2010 sudah dimulai, Inggris justru terseok-seok, dan dua kali bermain imbang di pertandingan pembukanya. Setelah imbang 1-1 menghadapi Amerika Serikat, Inggris kembali ditahan imbang 0-0 oleh Algeria, yang memicu cemoohan dari suporter Inggris.
Meski lolos ke babak selanjutnya, Inggris lagi-lagi harus kembali lebih awal setelah ditekuk Jerman 1-4.
'Generasi emas' Inggris yang sudah mulai termakan usia mendapatkan suntikan tenaga baru dalam diri Theo Walcott, yang lagi-lagi membuat antusiasme masyarakat Inggris meningkat.
Akan tetapi sama seperti di turnamen-turnamen sebelumnya, Inggris juga tidak mampu berbuat banyak setelah disingkirkan di babak delapan besar oleh Italia, lewat adu penalti.
Pada Piala Dunia 2014, penampilan Inggris bahkan lebih mengecewakan. Meski terdapat pemain-pemain masa depan seperti Luke Shaw, Ross Barkley, dan Raheem Sterling, Inggris gagal menunjukkan taringnya dan pulang lebih awal di babak grup.
Harapan BaruKini 'generasi emas' yang gagal bersinar tersebut mulai tergantikan oleh talenta-talenta muda sebagai penerus masa depan timnas Inggris, mulai dari Fraser Forster, Callum Chambers, Luke Shaw, Barkley, Sterling, Alex Oxlade Chamberlein hingga Eric Dier dan Harry Kane.
Hal menimbulkan satu pertanyaan baru, yaitu apakah Inggris akan mengulangi kesalahan sama seperti mereka lakukan kepada 'generasi emas' sebelumnya?
Memberikan 'label' dan ekspektasi yang berlebihan kepada para pemain muda, terbukti membuat mereka gagal berkembang dan justru tenggelam dalam ekspektasi masyarakat.
Contoh lain adalah dalam diri Joe Cole, Shaun Wright-Phillips, Francis Jeffers, David Bentley, atau Michael Johnson, yang sempat dianggap-anggap sebagai pemain muda potensial Inggris. Namun, hingga kini, tidak ada diantara mereka yang mampu rutin tampil di timnas.
Bukan tidak mungkin potensi para pemain muda Inggris yang sekarang mulai bermunculan akan kembali tenggelam dalam ekspektasi negara pencipta sepakbola modern, yang belum pernah meraih kejayaan sejak 1966 silam, saat mereka merengkuh Piala Dunia.