Madrid, CNN Indonesia -- Stadion Vicente Calderon, Rabu (7/1) waktu setempat, akan menjadi arena adu gengsi antar dua tim sekota, Atletico Madrid dan Real Madrid, pada ajang babak 16 besar Piala Raja.
Namun, meski seringkali diidentikkan dengan duel antara tim yang mewakili kaum pekerja dan kaum elit, sejarah ternyata berbicara lain.
Gambaran mengenai kaum pekerja dan kaum elit, sedikit banyak muncul karena perbandingan antara gaji kecil yang diterima tim asuhan Diego Simeone jika dibandingkan dengan skuat Madrid yang berisikan pemain-pemain berharga ratusan juta euro.
Bahkan seringkali persaingan antara dua tim sekota ini dihubung-hubungkan dengan diktator Spanyol, Jenderal Francisco Franco, yang dianggap 'memihak' Madrid dan banyak menguntungkan klub berseragam putih-putih tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, pada kenyataannya justru Atletico yang merasakan 'dampak positif' dari kepemimpinan diktator Franco.
Meski berasal dari area kelas pekerja di Vallecas, serta memiliki ikatan dengan Athletic Bilbao, Atletico justru pernah melakukan merger dengan Aviacion Nacional, sebuah tim yang diisi oleh anggota angkatan udara Spanyol.
Setelah merger tersebut, status Atletico di mata pemerintah semakin meningkat. Bahkan di bawah asuhan Ricardo Zamora, Atletico menguasai La Liga di tahun 1940an.
Namun relasi militer di tubuh Atletico perlahan mulai memudar dan hasil di lapangan juga mulai menurun, sehingga Franco mengalihkan dukungannya ke Real Madrid.
Sejak saat itu Real memonopoli La Liga dan juga kompetisi Eropa. Pada tahun 1950an, Atletico bahkan semakin menghilang di balik keperkasaan Madrid, sehingga pertandingan derby selalu berjalan berat sebelah.
Paham FasismeMeski Atletico telah ditinggalkan Jenderal Franco, faham fasisme yang melekat dalam diktator Spanyol tersebut terus bertahan di Vicente Calderon.
Suporter ultras Atletico yang disebut Frente Atletico, dikenal sebagai salah satu kelompok ultras yang sering berbuat ulah dan juga melontarkan ejekan berbau rasial kepada tim lawan.
Frente Atletico ini bahkan pernah terlibat bentrokan dengan sejumlah suporter lain, dan kasus terakhir adalah bentrokan dengan suporter Deportivo La Coruna, yang berujung pada satu korban jiwa beberapa bulan lalu.
Namun, Madrid juga tidak lepas dari kelompok suporter ekstremis sayap kanan. Hal tersebut terlihat dari kelompok suporter Madrid yang disebut Ultras Sur.
Kelompok ini seringkali menampilkan simbol fasis di Stadion Santiago Bernabeu, meski reputasi Ultras Sur tidak sebesar Frente Atletico.
Selain itu dominasi Ultras Sur yang tadinya menguasai tribun Selatan Santiago Bernabeu juga mulai pudar, setelah tergantikan oleh kelompok suporter Madrid yang lebih moderat dan bertingkah lebih baik.
Bahkan beberapa suporter garis keras telah dilarang mendekati area Santiago Bernabeu untuk selama-lamanya.
Perwakilan Kaum PekerjaAdalah Rayo Vallecano yang sebenarnya merupakan klub yang mewakili kelas pekerja. Memiliki basis suporter dari poros kiri dan identitas liberal, suporter Vallecano dikenal sebagai suporter yang anti-rasial dan juga anti-fasis.
Markas Vallecano di Vallecas juga dihiasi dengan bendera Spanyol dan simbol Che Guevara (tokoh marxis Argentina). Selain itu, meski seluruh suporter Vallecano tahu mereka tidak akan mampu bersaing dengan dua penguasa Madrid lainnya, mereka tetap setia mendukung klub tersebut.
Melihat paparan di atas, terlihat bahwa anggapan 'si kaya' melawan 'si miskin' saat Madrid bertemu Atletico tidaklah benar.
Apalagi di era modern seperti ini, mayoritas dukungan kepada sebuah klub tidak lagi hanya sebatas berdasarkan paham dan sejarah di masa lalu, melainkan seberapa sukses klub tersebut.
Pada kenyataannya duel Atletico dan Madrid, Rabu esok, merupakan duel dua 'penguasa' ibukota yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
(har/har)