Kairo, CNN Indonesia -- Setidaknya 30 tewas dan belasan lainnya luka-luka dalam bentrokan antara suporter sepak bola dan polisi yang terjadi di luar Stadion Air Defense sebelum laga antara Zamalek dan ENPPI di Mesir, demikian dilaporkan oleh
Al Jazeera.
Rata-rata korban tewas karena kehabisan oksigen saat terjadi gencetan. Polisi sendiri sempat mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Menurut menteri dalam negeri Mesir, bentrokan terjadi ketika suporter coba memasuki stadion dengan paksa tanpa membeli tiket sehingga polisi turun tangan untuk mencegah terjadinya perusakan fasilitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu pihak ultras Zamalek yang dikenal dengan nama Ultras Ksatria Putih menolak keterangan tersebut. Mereka menyatakan bahwa insiden dipicu karena petugas keamanan hanya menyediakan satu jalan masuk untuk penonton ke dalam stadion sehingga terjadi penumpukan massa.
Pertandingan itu sendiri hanya boleh dihadiri oleh 10 ribu penonton dengan lima ribu tiket dijual secara bebas dan sisanya didistribusikan oleh pihak klub. Meski terjadi bentrokan, pertandingan tetap berlangsung dengan kedua tim bermain imbang 1-1.
Media Mesir melaporkan bahwa saat ini telah ada perintah penangkapan untuk pemimpin Ultras Ksatria Putih.
Insiden ini adalah yang terburuk di sepak bola Mesir setelah insiden Port Said yang menewaskan lebih dari 70 suporter sepak bola pada 2012 lalu. Kala itu pendukung Al-Masry menyerang pendukung Al-Ahly dengan pisau, pecahan kaca, dan juga alat peledak.
Setelah insiden Port Said, pemerintah Mesir sempat melarang adanya pertandingan sepak bola selama dua tahun. Asosiasi Sepak Bola Mesir juga mengeluarkan peraturan bahwa pertandingan di stadion hanya bisa disaksikan oleh minim penonton.
Beberapa media berspekulasi bahwa pemerintah bisa membubarkan kompetisi domestik di Mesir karena insiden yang baru ini.
Bulan lalu, Al-Ahly dan Al-Masry sendiri bertemu untuk pertama kalinya sejak kerusuhan pada 2012 tersebut.
Ultras Mesir dikenal sering menantang kebijakan pemerintah dan mereka juga bergabung dengan masyarakat Mesir untuk menggulirkan revolusi pada 2011 lalu.
(vws)