Kisah Tragis Satu-Satunya Petinju yang Kalahkan Mayweather

Alex Thomas & Tom Sweetman | CNN Indonesia
Rabu, 29 Apr 2015 13:56 WIB
Floyd Mayweather Jr. bukan benar-benar tak pernah kalah, karena semasa amatir dulu ada seorang petinju Bulgaria yang menundukkannya.
Floyd Mayweather pernah kalah ketika bertarung di Olimpiade Atlanta 1996. (REUTERS/Lucy Nicholson)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika "Pertarungan Abad Ini" akan digelar di Las Vegas, pada Sabtu (2/5) nanti, akan ada satu orang nun jauh di perumahan Eropa Timur yang bergaya Uni Soviet yang akan mengamati pertarungan tersebut.

Jika Floyd Mayweather menang melawan Manny Pacquiao dan mampu menjaga rekor tak pernah kalah, maka seorang mantan petinju asal Bulgaria akan mendapatkan sebentuk kebahagiaan yang telah lama hilang dalam hidupnya.

Karena, hingga saat ini, Serafim Todorov, adalah petinju yang terlupakan sejarah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini, ketika dunia sedang mengarahkan perhatian pada salah satu pertandingan tinju dengan gelimang uang paling banyak dalam sejarah olahraga, kisah tragis seorang petinju yang mengalahkan Mayweather --nyaris dua dekade lalu-- muncul kembali.

Tak peduli menang atau kalah, Mayweather akan mengantongi sebagian besar total pemasukan yang diperkirakan mencapai US$ 300 juta. Sementara itu, Todorov harus menunggu lebih dari 35 ribu tahun untuk mendapatkan uang sebanyak itu, jika hanya mengandalkan gaji pensiunnya yang sebesar US$ 500.

Meski ia menyimpan banyak penyesalan dan rasa pahit karena jalan hidupnya berubah seperti ini, ia tak memiliki sedikit pun kebencian pada Mayweather.

"Saya memberi selamat kepada Floyd karena dengan kerja keras ia bisa meraih seluruh yang ia raih dalam hidupnya," kata Todorov, petinju yang mengakhiri impian Mayweather untuk mendapatkan medali emas di Olimpiade Atlanta pada 1996 silam, kepada CNN Internasional.

"Saya tidak memiliki rasa iri karena Mayweather telah melakukan hal-hal yang benar, ia telah bekerja keras untuk seluruh yang ia capai dalam kariernya. Ia pantas mendapatkan seluruh yang ia punya saat ini."

Titik Balik

Kekalahan pada 2 Agustus 1996 itu akan tercatat dalam sejarah sebagai titik balik dalam karier Mayweather.

Keputusan kontroversial hakim yang menyatakan Todorov menang angka 10-9 membuat Todorov melaju ke final kelas bulu Olimpiade.

Sejak saat itu Mayweather tak pernah lagi melihat ke belakang.  Sejak memutuskan beralih menjadi petinju profesional, ia kini belum terkalahkan dalam 47 pertarungan. Mayweather juga tercatat sebagai atlet paling kaya di dunia. Ia telah memenangkan gelar juara dunia di lima divisi dan juga mendapatkan setidaknya US$ 25 juta/laga dalam sepuluh pertarungan terakhirnya.

"Saya bahagia dengan hasil akhirnya. Saya bahagia karena kekalahan itu membuat saya berjuang dan bekerja keras sehingga saya bisa sampai ke titik ini dalam hidup saya," kata Mayweather soal kekalahannya di Atlanta kepada Showtime.

Lalu, ketika karier Mayweather sedang melambung tinggi, Todorov bergerak ke arah sebaliknya -- termasuk pada pertarungan selanjutnya setelah mengalahkan Mayweather.

"Pada laga final, saya merasa hakimnya korupsi dan terlibat dalam skema tertentu," kata Todorov soal kekalahannya dari petinju Thailand Somluck Kamsing.

"Sebelumnya saya sering kali mengalahkan lawan saya, bahkan hanya dengan lima hari latihan. Setelah pertandingan itu, hidup saya berubah menjadi buruk."

Jika Mayweather mengatakan laga Olimpiade 1996 itu menjadikannya petinju yang saat ini, demikian pula Todorov.

"Saat itu, satu-satunya yang saya inginkan adalah medali emas Olimpiade, yang akan membuat saya dipertimbangkan sebagai petinju sempurna," katanya    

"Setelah kalah, kami sempat tinggal di Atlanta selama dua hari untuk menunggu pesawat kami. Saya coba menghilangkan kesedihan dengan meminum alkohol, dan ketika saya kembali ke Bulgaria, saya ingin kembali bertinju."

Floyd Mayweather belum terkalahkan dalam 47 pertandingan internasional. (Reuters/Steve Marcus)


Penyesalan

Perjalanan Todorov hingga saat ini tidak pernah mudah -- dengan hidup yang dipenuhi dengan depresi dan juga diwarnai keputusan yang salah dan janji yang tidak ditepati.

Keputusan yang ia ambil seusai mengalahkan Mayweather terus menghantui, bahkan hingga saat ini.

Masih berusia 27 tahun saat itu, Todorov sedang melakukan uji doping ketika sekelompok promotor tinju asal Amerika mendekatinya. Dengan tiga gelar dunia amatir di tangannya dan dirinya akan bertarung di final Olimpiade, Todorov ditawari untuk beralih menjadi petinju profesional -- namun ia dengan cepat menolak tawaran tersebut.

Todorov percaya bahwa lebih baik bersabar dan meneruskan karier amatirnya dan berharap ia akan segera menjadi pemenang Olimpiade.

Sementara itu, Mayweather menandatangani kontrak dengan promotor yang sama.

"Saya 100 persen yakin akan memenangkan medali emas dan kembali ke Bulgaria sebagai pemenang," kata Todorov.

"Jika saya bisa kembali ke masa lalu, saya akan berkata kepada diri saya sendiri untuk menandatangani kontrak dan tinggal di Amerika. Jika saya tahu hidup saya akan berbalik, saya akan dengan cepat menandatangani kontrak."

"Saya merasa keberuntungan saya habis karena saya menolak kesempatan emas. Setelah itu saya tak punya pilihan kecuali pulang ke Bulgaria, tempat di mana depresi saya dimulai," katanya. "Dalam benak saya, tempat terbaik untuk menjadi petinju profesional adalah di Amerika, dan saya telah kehilangan kesempatan itu."

Berakhir

Ketika pulang ke negaranya, janji Federasi Tinju Bulgaria untuk memberikan bantuan keuangan tambahan gagal terwujud.

Perlakukan seperti itu membuat Todorov kesulitan untuk menopang keluarganya. Karena itulah ia sempat mencoba untuk berganti kewarganegaraan dan pindah ke Turki -- dengan federasi tinju Turki sempat menawarinya gaji yang lebih besar untuk mewakili Turki di Kejuaraan Dunia 1997.

Namun perselisihan antara kedua Federasi membuatnya harus kembali ke titik nol -- lagi-lagi perpolitikan dunia tinju telah membuatnya merana.

Todorov memutuskan pensiun dari tinju amatir dan menolak untuk mewakili Bulgaria. Di samping beberapa pertarungan profesional yang terpaksa ia lakukan karena kekurangan uang, karier bertinjunya usai sudah.

"Hidup saya saat ini adalah keluarga saya dan saya tak pernah lagi berbicara dengan siapa pun," kata Todorov yang medali peraknya hilang setelah disumbangkan ke museum.

"Saya sering kali menderita depresi dalam hidup saya, dan bahkan kini saya depresi. Saya hanya menjalani hidup yang datar dengan keluarga saya."

Tak Semuanya Kandas

Mengalahkan Mayweather mungkin tidak menjadi pintu yang membuka banyak peluang bagi Todorov, namun pria berusia 45 tahun yang hidup di kota kecil Bulgaria, Pazadzhik, setidaknya masih menerima beberapa keuntungan.

"Seluruh dunia kini tahu tentang saya. Saya takut mereka telah melupakan saya. Sebelumnya, ketika masih bertinju, orang-orang membicarakan saya karena gelar juara saya, dan sekarang saya terkenal karena Floyd," kata Todorov, yang pernah ditawari peluang untuk membuat sasana tinju dengan namanya sendiri di Laut Hitam.

"Floyd, saya memberi Anda selamat karena menjadi tidak terkalahkan dan saya berharap Anda tetap tak terkalahkan. Saya akan menjadi sangat bangga karena saya akan menjadi satu-satunya orang yang pernah mengalahkan Anda."     

(vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER