Roger Milla dan Tarian yang Mengubah Sepak Bola Afrika

Chris Borg | CNN Indonesia
Jumat, 26 Jun 2015 02:34 WIB
Tarian di bendera sudut yang dilakukan Roger Milla menarik perhatian dunia dan membuat sepak bola Afrika dilihat dengan cara berbeda.
Roger Milla membuat dunia terbelalak dengan tarian perayaan golnya di Piala Dunia 1990. (Getty Images/Tullio M. Pugli)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bisa dikatakan hal ini adalah simbol paling kuat dari turnamen yang mengubah pandangan dunia terhadap sepak bola Afrika -- tarian gembira seorang penyerang asal Kamerun di bendera sudut lapangan.

Tidak ada orang yang benar-benar menyangka kehadiran Kamerun memberikan dampak besar dalam Piala Dunia 1990 di Italia.

Tidak banyak pengamat tahu tentang pemain berusia 38 tahun, Roger Milla -- pesepak bola veteran yang semakin dekat dengan sorotan setiap kali ia mencetak gol. Milla menyarangkan empat gol di turnamen tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tepat seperempat abad yang lalu, pada 23 Juni 2015 kemarin, Milla adalah laki-laki yang menjadi sorotan di  timnya di babak 16 besar melawan Kolombia. Menjadi pemain pengganti, ia mencetak dua gol pada babak kedua membawa Kamerun menang 2-1 dan meneruskan keperkasaan negaranya.

Setiap kali mencetak gol, ia langsung menuju ke bendera sudut, menarikan semacam tarian Makosssa, sebelum akhirnya ditelan dalam kerumunan rekan satu timnya yang dipenuhi euforia bahagia.

Ia akan paham bahwa perayaan golnya, ketimbang gol itu sendiri, telah menarik perhatian orang-orang -- dan bahwa perayaan itu memiliki efek yang lebih dramatis.

"Hal itu terekam dalam memori kolektif kami -- itu sebenarnya mengubah persepsi dunia terhadap sepak bola Afrika," kata Paulo Teixera, yang bekerja sebagai fotografer dalam turnamen tersebut seperti dikutip dari situs CNN.

"Tarian Mila di depan bendera sudut menjadi tenar. Tarian itu adalah gambaran dari sukacita, energi positif, komunikasi melalui bahasa tubuh.

"Gol-golnya menempatkan Kamerun dan pada akhirnya sepak bola Afrika, di peta dunia."

Teixera yang kini seorang agen, lahir di Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo) dan telah berkeliling ke seluruh Afrika untuk bekerja, sehingga ia memiliki pengetahuan mendalam tentang perkembangan sepak bola di benua tersebut.

Laki-laki yang saat ini berusia 63 tahun itu percaya kiprah Milla dan teman-temannya juga mulai mengubah cara pandang orang mengenai diet dan persiapan para atlet sepak bola.

"Dia (Milla), dan penampilan tim Kamerun, membuat klub-klub memiliki pandangan beda terhadap para pemain Afrika," ucap Teixera. "Ini adalah bukti bahwa mereka secara fisik bisa melebihi ekspektasi semua orang, hampir membalikkan ilmu dalam hal ketahanan.

"Orang-orang mulai melihat cara pola makan para pemain Afrika -- tanpa roti, tanpa hidangan penutup, tanpa minuman keras, tanpa kopi, tanpa rokok. Semuanya natural -- sayur-sayuran, nasi, daging."



Milla bahkan tidak seharusnya berada di Italia untuk turnamen tersebut karena sebelumnya ia pernah menyatakan pensiun dari pertandingan internasional dan pergi ke Kepulauan Reunion untuk bermain sepak bola.

Namun, kehadirannya ternyata disadari oleh Presiden Kamerun, Paul Biya, yang kemudian bersikeras ia ikut serta dalam skuat Piala Dunia.

Tim Singa Gurun berhadapan dengan juara bertahan, Argentina -- Diego Maradona dan yang lainnya -- dalam pertandingan pembuka mereka.

Milla, pemain outfield tertua dalam ajang tersebut (hanya penjaga gawang Inggris, Peter Shilton, yang lebih tua), memainkan peran cameo dalam kemenangan brutal 1-0 yang membuat turnamen tersebut dibuka dengan sensasional.

Namun masih ada banyak lagi yang ditampilkan Milla.

Sang Pelatih, Valeri Nepomniachi, memilih untuk memainkannya lebih awal pada pertandingan selanjutnya di fase grup melawan Romania. Sebuah kemenangan dapat menempatkan timnya di babak selanjutnya.

Setelah pertandingan berjalan 76 menit, Milla memenangkan bola yang memantul di pinggir lapangan. Ia berlari dan mencetak gol pembuka, 15 menit setelah ia masuk lapangan. Sebuah perayaan bersejarah pun lahir.

Empat tahun kemudian, ia mengokohkan prestasinya dengan menjadi pemain tertua di Piala Dunia dan pencetak gol tertua saat melawan Russia di Amerika Serikat.

Namun ia akan selalu lebih diasosiasikan dengan Piala Dunia 1990 -- seperti juga Toto Schillaci dari Italia dan Paul Gascoigne dari Inggris.

"Sebenarnya hal ini tidak mengubah kariernya dalam konteks keuangan," kata Teixeira. "Bagaimana pun juga, ia telah melewati usia normal di sepak bola."

"Namun ia menjadi sebuah ikon -- dan itu adalah sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh uang," ujar Teixera.

Artikel diterjemahkan dari situs CNN Internasional dari artikel yang berjudul "Roger Milla: Bagaimana Piala Dunia 1990 Mengubah Cara Dunia Melihat Sepak Bola Afrika"

(arby/vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER