Jakarta, CNN Indonesia -- Legenda Argentina, Jorge Valdano menegaskan bahwa Lionel Messi menerima beban yang sangat berat tiap kali berkostum Argentina. Ia pun menilai Messi yang selalu dipuja itu kemudian berubah jadi kambing hitam saat kegagalan mengiringi.
Terakhir adalah ketika Argentina gagal memenangkan partai final Copa America 2015 di Chile. Itu menjadi kegagalan terakhir Messi dari deret kegagalan yang dialami olehnya saat berkostum Argentina. Sebelumnya, tahun lalu, Messi pun gagal membawa Argentina berjaya di partai final Piala Dunia 2014.
"Saya sangat memahami bahwa publik membutuhkan pahlawan dan juga kambing hitam. Messi membawa dua beban itu di bahunya," kata Valdano seperti dikutip dari
Mundo Deportivo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika tim menang dan Messi memberikan kontribusi hebat lewat permainan fantastisnya, maka orang-orang akan ramai-ramai pergi ke 'altar' dan memuja dirinya."
"Ketika tim kalah, maka orang-orang akan pergi ke 'altar' untuk 'mengorbankan' Messi," ujar Valdano memberikan perumpamaan.
Dalam pandangan Valdano, Messi sendiri tidaklah tampil seburuk yang dikatakan dan dinilai publik.
"Dalam lima dari enam pertandingan yang dijalani Messi di Copa America, ia terpilih sebagai pemain terbaik," kata mantan penyerang timnas Argentina di era 1970-1980an tersebut.
Valdano yang juga pernah bermain untuk Real Madrid (1984-1987) itu mengatakan saat membela timnas seorang pemain akan mendapatkan tekanan dari seluruh negeri.
"Sulit bagimu untuk menikmati permainan. Messi, dalam tiap laganya, selalu bermain dengan bayangan 40 juta orang mengamati aksinya dengan detail," tutur Valdano yang jadi bagian tim juara dunia 1986 ini.
Belajar dari RonaldoMenurut Valdano, apa yang terjadi pada Messi juga pernah terjadi pada legenda Brasil, Ronaldo.
Di usia 21 tahun, Ronaldo telah menjelma jadi pemain terbaik di dunia dan diharapkan mampu membawa Brasil juara Piala Dunia 1998.
Namun nyatanya, setelah mampu membawa Brasil ke final, Ronaldo justru terkena 'penyakit aneh' di final yang membuatnya tampil tak seperti biasanya.
"Saya sangat mengenal Ronaldo. Dia adalah orang yang riang, pintar, dan memiliki kemampuan sepakbola yang luar biasa."
"Apa yang terjadi padanya di final Piala Dunia 1998 masih belum bisa dijelaskan dengan ilmiah, namun itu terkait pada sebuah tekanan besar dan kegugupan yang dialaminya," ucap Valdano berpendapat.
Setelah kejadian di Piala Dunia 1998, Ronaldo memang sempat mengalami keterpurukan dan jadi sasaran cacian, namun usai itu tekanan terhadapnya jauh berkurang.
Hasilnya, empat tahun kemudian Ronaldo sukses membawa Brasil jadi juara Piala Dunia 2002 plus status pencetak gol terbanyak yang didapatnya.
(kid/kid)