Menyelamatkan (Keajaiban) Monza

Vetriciawizach | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 13:27 WIB
Salah satu grand prix Formula 1 tertua di dunia terancam keberadaannya karena tak mampu lagi menggelontorkan uang demi menjadi tuan rumah.
Puluhan ribu tifoso Ferrari menyambut kemenangan Sebastian Vettel di GP Monza. (Mark Thompson/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi para pecinta Formula 1 di Italia, Sirkuit Monza memiliki makna penting, bukan hanya sebagai salah satu sirkuit tertua di dunia tapi juga sebagai sirkuit yang menyajikan balapan demi balapan paling seru sepanjang sejarah.

Monza sendiri terkenal sebagai Cathedral of Speed atau tempat para pebalap memacu mobil lebih kencang dari sirkuit-sirkuit lainnya. Mereka yang membalap di sirkuit itu memacu jet darat lebih dari 360 kilometer per jam, atau melebihi rata-rata kecepatan balapan biasanya, 320-330 kilometer per jam. Tak heran jika GP Monza diselesaikan dengan waktu lebih cepat ketimbang GP lain, yaitu dalam 1 jam 20 menit ketimbang dua jam seperti di sirkuit lain.

Monza juga identik dengan era kejayaan pebalap legendaris Ferrari, Michael Schumacher. Sebagai penguasa Monza, pebalap asal Jerman tersebut pernah lima kali naik podium pertama dan membuat 50 ribu tifoso yang memadati arena sirkuit bergemuruh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi penduduk Italia, Monza dikenal sebagai 'Pista Magica' atau tempat di mana keajaiban terjadi.

Namun sejarah Monza bisa saja terhenti pada tahun depan setelah kontrak mereka sebagai tuan rumah F1 habis pada 2016 dan negosiasi perpanjangan kesepakatan masih menemui jalan buntu terutama soal pembiayaan.

Bos Formula 1, Bernie Ecclestone, bahkan sempat mengatakan bahwa ia siap mengucapkan selamat tinggal untuk sirkuit yang sudah menjadi tuan rumah sejak Formula 1 pertama kali diselenggarakan tersebut.

"Kontrak terakhir Monza adalah bencana bagi kami dari sisi komersial. Setelah 2016, selamat tinggal..." kata Ecclestone kepada Gazzetta dello Sport satu tahun lalu. "Untuk menyelenggarakan Grand Prix, Anda membutuhkan uang. Jika tersedia uang, maka akan ada balapan."

Pebalap legendaris F1, Juan Manuel Fangio, ketika menjajal GP Monza pada 1957. (Keystone/Getty Images)


Eropa Kehilangan Hak Tuan Rumah

Balap F1 dibatasi hanya dibatasi 20 seri setiap musim, sehingga negara pemilik sirkuit harus memiliki kemampuan finansial dan upaya lobi yang hebat untuk mendapatkan hak sebagai penyelenggara.

Ongkos untuk menjadi tuan rumah pun berbeda antar-negara. Misalnya, Singapura harus membayar US$ 60 juta dolar, sedangkan Malaysia membayar US$66,9 juta per tahun. Rata-rata fee yang dikeluarkan untuk jadi tuan rumah mencapai US$27 juta.

Jumlah setoran itu juga meningkat hingga 10% setiap tahun karena kini banyak negara berlomba-lomba menjadi tuan rumah. Setoran dari para tuan rumah ini lah yang menjadi sumber pendapatan terbesar bagi perusahaan pemilik hak F1, Delta Topca.

Selain Monza, sirkuit-sirkuit Eropa pun terancam kehilangan hak sebagai tuan rumah seiring dengan meningkatnya biaya penyelenggara dan keinginan Ecclestone untuk mencari pasar baru dan memperluas jaringan.

Hal inilah yang membuat negara-negara Timur Tengah, Singapura, Malaysia, Tiongkok, India, dan Korea Selatan bisa menjadi tuan rumah balap F1.

Masalah bertambah pelik bagi Monza karena Ecclestone tidak ingin lagi mensubsidi Monza dan sirkuit-sirkuit legendaris lain hanya demi mempertahankan nuansa 'sejarah' dalam F1.

"Kami tak bisa membuat pengecualian," katanya. "Kondisi ini sama untuk Monza dan setiap balapan lain."

Sikap tegas Ecclestone ini sebenarnya sempat ditentang berbagai pihak yang ingin mempertahankan keajaiban Monza. Misalnya saja pebalap legendaris Inggris, Damon Hill.

"Monza adalah grand prix. Jika Anda kehilangan Monza, sama saja seperti kehilangan Indianapolis," kata Hill kepada Sky Sport. "Indianapolis, Le Mans....tempat-tempat ini berarti balapan dan saya kira tidak bijak jika F1 kehilangan tempat seperti Monza."

Di dunia maya pun telah beredar petisi untuk menyelamatkan Monza yang telah  ditandatangani oleh ribuan orang, meski pada akhirnya hal ini diabaikan oleh Ecclestone.

"Hanya mengumpulkan tanda tangan adalah pekerjaan mudah," ujarnya.

Michael Schumacher adalah pebalap dengan kemenangan terbanyak di GP Monza yaitu lima kali. (Clive Mason /Allsport)


Menggandeng Patron

Salah satu solusi untuk menyelamatkan Monza dan sirkuit-sirkuit tua  adalah menggandeng pemerintah dalam menutupi pembiayaan. Hal ini yang diungkapkan Direktur Umum penyelenggara Grand Prix Silverstone, Inggris, Patrick Allen.

"Sangat sulit untuk mendapatkan uang dari Grand Prix kecuali Anda memiliki dukungan dari luar, entah dari pemerintah atau sheikh Arab yang kaya," kata Allen pada Maret lalu. "Dunia sedang melihat peningkatan jumlah sirkuit yang mendapatkan bantuan dari seorang patron."

Di Italia, ancaman kehilangan Monza membuat beberapa pihak bergerak dan bersuara. Presiden Federasi Otomobil Nasional (ACI), Angelo Sticchi Damiano, berkata bahwa mereka tidak ingin kehilangan Monza meski pada akhirnya tak berdaya dalam hal uang.

Demikian pula dengan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, yang akan datang ke GP Italia pada Minggu (6/9) untuk bertemu langsung dengan Ecclestone dan membicarakan nasib sirkuit bersejarah tersebut.

Namun hingga saat ini belum ada skema pendanaan yang bisa menyelamatkan Monza.

Pemerintah daerah Lombardi --tempat sirkuit Monza berdiri-- sebenarnya mau menggelontorkan dana US$ 22 juta untuk Monza, namun hanya untuk dana renovasi sirkuit dan bukan pendanaan setiap tahun.

Salah satu usulan lain untuk mempertahankan balapan F1 di Italia adalah mencoba menghidupkan sirkuit Imola yang sejak 2006 lalu berhenti menjadi tuan rumah F1.

Walikota Imola, Daniele Manca, pada Juni lalu pun telah menemui Ecclestone untuk mempresentasikan rencananya yaitu menggulirkan kembali Imola dan bahkan menggilir Imola dan Monza setiap tahunnya menjadi tuan rumah GP Italia.

Ecclestone sebenarnya senang jika F1 bisa kembali ke Imola, tapi rencana tersebut mendapat adangan dari para politisi kota Monza dan wilayah Lombardi.

"GP Monza tidak boleh menghilang, dan karena itulah kami siap untuk pergi berperang," ujar Roberto Maroni gubernur wilayah Lombardi. "Anda tidak mungkin menghapus sejarah F1 hanya karena alasan ekonomis. Cara yang tepat adalah memberikan tekanan melalui opini publik, pemerintah Italia, dan juga Ferrari."

Perang antara Monza dan Ecclestone ini akan terjadi di meja diskusi seusai GP Italia pekan ini. Ecclestone memiliki rencana pertemuan dengan Maroni, Renzi, dan berbagai pihak di Italia yang ingin mempertahankan keajaiban Monza.

Damiani optimistis jika seluruh pihak dari semua tingkatan bisa bekerja sama, maka Monza akan tetap ada. "Sekarang saatnya mengubah niat baik ini menjadi aksi konkret," tuturnya. (vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER