Jakarta, CNN Indonesia -- Bagi pecinta olahraga yang tumbuh di era 1980an hingga 1990an, pasti akan mengetahui istilah
trash talk yang sering digunakan di berbagai kompetisi olahraga di Amerika Serikat, terutama ajang bola basket NBA dan sepak bola Amerika NFL.
Trash talk pada dasarnya adalah bualan atau hinaan yang dilakukan seseorang dalam kondisi kompetitif. Di dunia olahraga,
trash talk digunakan untuk mengintimidasi lawan. Namun, tidak selalu diartikan negatif.
Legenda bola basket NBA, Charles Barkley, mengatakan, melakukan
trash talk di lapangan merupakan tanda kompetitif. Selain itu, Barkley juga menganggap
trash talk adalah sesuatu hiburan di NBA. Melakukan
trash talk juga digunakan untuk 'bertahan' dalam karier.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di era 1980an hingga 1990an banyak pebasket NBA yang dikenal sebagai trash talker sejati, mulai dari Larry Bird, Michael Jordan, Gary Payton, Reggie Miller, Kevin Garnett, hingga Paul Pierce.
Trash talk biasanya digunakan seorang atlet NBA untuk memprovokasi lawan dan menjatuhkan mental bermain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
trash talk jarang dilakukan di NBA saat ini. Selain permainan yang lebih 'kalem' dibanding era 1980an dan 1990an, NBA dewasa ini tidak memiliki sosok trash talker sejati.
Menariknya, fenomena
trash talk saat ini justru merambah ke olahraga sepak bola. Adalah penyerang Chelsea, Diego Costa, yang membawa fenomena ini ke lapangan hijau.
Costa merupakan trash talker sejati di dunia sepak bola. Penyerang timnas Spanyol berdarah Brasil itu beraksi di lapangan hijau layaknya Payton bersama Seattle Supersonic atau Garnett memperkuat Boston Celtics di ajang NBA.
Senjata AndalanTipe pesepakbola seperti Costa yang gemar melakukan provokasi di lapangan, sudah muncul sejak lama. Mulai dari Eric Cantona, Thomas Gravesen, Gennaro Gattuso, Marco Materazzi, hingga Joey Barton, juga dikenal dengan tindakan provokasi di atas lapangan.
Namun, Costa membawa
trash talk di sepak bola ke level baru. Mantan pemain Atletico itu menjadikan
trash talk sebagai senjatanya di atas lapangan.
Sebagai penyerang, Costa tidak memiliki kecepatan seperti Cristiano Ronaldo, kemampuan teknik individu seperti Lionel Messi, ataupun penyelesaian akhirnya seperti Zlatan Ibrahimovic. Pemain 26 tahun itu menjadi salah satu penyerang terbaik di dunia saat ini karena selalu tampil agresif dan sering melakukan
trash talk.Pernyataan legenda timnas Inggris, Alan Shearer, yang menganggap Costa sebagai pemain kotor tidaklah benar. Pasalnya, tahukah Anda berapa kartu merah yang didapat Costa sepanjang 204 pertandingan resmi bersama Atletico Madrid, Chelsea, dan timnas Spanyol?
Jawabannya mungkin akan mengejutkan Anda. Dengan reputasi agresif dan sering melakukan
trash talk, Costa hanya pernah satu kali mendapatkan kartu merah dari 204 pertandingan. Hal itu terjadi pada ajang Liga Europa 2012/2013 melawan Viktoria Plzen, 6 Desember 2012.
Statistik itu jelas bukan menjadikan Costa sebagai 'pemain kotor' seperti tuduhan Shearer. Mantan pemain SC Braga itu lebih tepat disebut sebagai 'pemain cerdik'.
Layaknya seorang psikolog, Costa mampu membaca pikiran dan mengontrol emosi lawan. Hal itu terlihat ketika bek Arsenal, Gabriel Paulista, termakan
trash talk Costa pada pertandingan Liga Primer di Stamford Bridge, 19 September lalu.
Meski pada akhirnya Costa mendapat hukuman tiga pertandingan dari Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) karena tindakannya memukul Laurent Koscielny, setidaknya kartu merah yang didapat Gabriel menunjukkan kecerdikan Costa.
Itu bukan kali pertama Costa sukses membuat pemain lawan emosi. Musim lalu, Costa hampir membuat kiper Everton, Tim Howard, mendapat kartu merah setelah mengejek Seamus Coleman karena melakukan gol bunuh diri.
Jelas perilaku Costa menjadi salah satu senjata Chelsea. Namun, Jose Mourinho juga harus mengontrol tindakan pemain yang pernah dua kali memperkuat timnas Brasil tersebut. Pasalnya, Costa tidak selamanya bisa lolos dari pantauan wasit.
Larangan tiga pertandingan dari FA yang didapat Costa tentunya merugikan Chelsea. Terlebih Mourinho tidak memiliki stok yang banyak untuk posisi penyerang tengah. The Special One hanya punya Loic Remy.
(har)