Jakarta, CNN Indonesia -- Perancis ternyata tak hanya jadi negara tujuan pariwisata terfavorit di dunia, tapi juga disukai para pencinta olahraga ekstrem khususnya panjat tebing.
Daya tarik para penyuka olahraga berbahaya itu ada pada Gunung Aiguille du Dru di Chamonix. Aiguille du Dru merupakan gunung granit yang menjadi bagian dari pegunungan Alpen, Perancis.
Gunung yang pertama kali didaki pada 12 September 1878 silam ini akan menjadi tujuan pertama para atlet panjat tebing Indonesia pada Juni mendatang, dalam sebuah ekspedisi bertajuk Indonesian Bigwall Project (IBP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IBP sendiri adalah sebuah ekspedisi panjat tebing untuk mengibarkan bendera Merah Putih kebangsaan Indonesia di tujuh tebing tertinggi di dunia.
"Tebing yang kami panjat adalah destinasi mimpi pemanjat dunia," kata Apriani Arun (29), salah satu anggota tim ekspedisi tersebut kepada CNNIndonesia.com di Gunung Parang, Purwakarta, Jumat sore (22/4).
Gunung Aiguille du Dru memiliki dua puncak yang berbeda yakni Grande Aiguille du Dru yang memiliki ketinggian 3,754 meter dan Petite Aiguille du Dru yang memiliki ketinggian 3,733 meter dari permukaan laut.
Petite Aiguille du Dru, merupakan satu dari enam puncak tebing Alpen tertinggi di dunia ini menjadi pilihan ekspedisi IBP.
Jika dilihat dari kejauhan, puncak Petit Dru sama runcingnya seperti ujung dari sebuah pensil kayu dengan permukaan batu yang tidak rata. Begitu curam dan menantang. Tinggi tebingnya sendiri adalah 850 meter.
Rencana PerjalananRencananya, Tim IBP akan menggunakan kereta menuju arah selatan Perancis, Chamonix. Chamonix adalah destinasi wisata outdoor yang amat populer di Eropa. Tracking, ski, dan mendaki gunung telah menjadi hal yang umum di sana.
Dari Chamonix, tim IBP akan menggunakan shuttle dan cable car menuju Basecamp Mount Aiguille sebelum melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Di Eropa, khususnya Perancis, Aiguille du Dru sangat terkenal keindahan pemandangannya.
Namun tentu saja, untuk mencapai puncaknya bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan kemampuan khusus di antaranya berjalan di salju dan es, serta kemampuan memanjat tebing dengan menggunakan peralatan kompleks.
"Rata-rata dibutuhkan waktu selama dua sampai tiga hari untuk sampai di puncak Petit Dru," ucap Apri.
Persiapan MentalMeski berasal dari benua Asia yang beriklim tropis, Apri yakin ia dan rekan-rekannya dapat mengatasi segala tantangan di Petit Dru nanti. Cuaca ekstrem, ketinggian tebing, dan perbedaan waktu menjadi perhatian khusus Apri.
"Di Petit Dru waktu siangnya bisa sampai 16 jam, jadi butuh penyesuaian yang baik. Kami tidak boleh memaksakan diri saat berada di sana," ujar Apri.
"Kalau memanjat tebing alam, kesiapan fisik dan keterampilan teknik memanjat memang diperlukan, tapi mentalnya juga harus terbiasa. Peralatan memanjat pun jauh lebih kompleks, berbeda dengan memanjat di papan tebing."
Peralatan yang akan dibawa Apri dan tim memanjat tebing sekelas Petit Dru memiliki bobot total hingga 150 kilogram. Berat tersebut belum termasuk perlengkapan pribadi seperti sleeping bag, pakaian, dan lainnya.
Untuk dapat mencapai puncak, Apri dan teman-teman harus pintar-pintar mengatur persediaan barang bawaan. "Di tebing kami akan lebih banyak makan Oatmeal. Kami juga akan mengurangi jumlah asupan air."
"Kalau standar biasanya orang minum 2 liter per hari, kami akan membiasakan diri untuk minum hanya 1 sampai 1,5 liter per hari," katanya.
Selain Petit Dru, Apri dkk juga menanti ekspedisi IBP lainnya ke Gunung Ketil Fjed di selatan pulau Greendland, Kutub Utara pada Juli 2016.
"Kutub Utara unik karena tak banyak orang ke sana lantaran aksesnya sulit, medan dan waktu juga. Kalau tengah tahun, waktu siang di sana sampai 24 jam," ucapnya.
(jun)