Jakarta, CNN Indonesia -- Berbeda dengan Floyd Mayweather Jr. yang pensiun tanpa pernah terkalahkan, seorang Muhammad Ali pernah mencicipi kekalahan. Ia kalah lima kali dari total 61 pertarungan yang ia jalani semenjak debut profesional pada Oktober 1960 melawan Tunney Hunsaker.
Namun kekalahan-kekalahan itu tak membuat nama Ali tercoreng. Ia justru akan terus dikenang sebagai salah satu petinju terbaik di dunia karena kemenangan-kemenangan mengagumkannya, bahkan ketika ia berada di ambang kekalahan.
Berikut adalah tiga pertarungan legendaris Muhammad Ali pilihan CNNIndonesia.com.
Melawan Juara Dunia Tinju, Sonny Liston, 1964
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali kala itu masih bernama Cassius Clay dan belum berpindah agama. Satu tahun sebelumnya ia mengandaskan juara Inggris, Henry Cooper, tapi Ali tetap dianggap sebagai non-unggulan ketika berhadapan dengan Sonny Liston yang saat itu menjadi juara dunia kelas berat.
Wartawan-wartawan tinju pun menilainya tak punya kesempatan sama sekali melawan Liston, petinju yang dinilai sangat mustahil dikalahkan siapapun.
Saat pertandingan, Ali yang masih berusia 22 tahun kemudian dengan lincah bergerak mengelak pukulan Liston. Di ronde ketiga, Ali mampu menyarangkan serangkaian pukulan kombinasi yang membuat mata kanan Liston lebam dan mata kirinya harus mendapatkan perawatan.
Pertarungan sempat dilanjutkan tiga ronde sebelum akhirnya Liston menyerah di akhir ronde keenam. Bahunya lumpuh dan ia harus mengakui bahwa Ali adalah petinju yang lebih baik hari itu.
Ali pun untuk kali pertama menjadi juara dunia tinju kelas berat.
Thrilla In Manilla, vs Joe Frazier di Manila, 1975Pertarungan ini adalah yang ketiga kalinya Ali menghadapi Joe Frazier yang dikenal dengan nama Smokin Joe. Di laga pertama, Frazier menang dan Ali kemudian sukses membalas dendam di laga kedua.
Pertarungan ketiga ini sarat dengan nuansa politik karena digelar setelah Ali menjalani hukuman larangan bertinju selama tiga tahun. Hukuman itu dijatuhkan di masa kejayaan Ali sebagai petinju karena ia menolak berperang melawan Vietnam.
Di masa-masa absennya Ali, Frazier tampil sebagai juara dunia dan menjadi kesayangan publik Amerika, terutama mereka yang berkulit putih dan membenci Ali.
Hal ini mendorong Ali untuk melontarkan kata-kata pedas, menyebutnya sebagai gorila, dan menuduh Frazier seorang 'Paman Tom', petinjunya kaum kulit putih yang memiliki kedekatan dengan politikus yang menindas kaum kulit hitam.
"Ia bekerja untuk musuh," kata Ali untuk Frazier.
Padahal sebenarnya Frazier bukanlah paman Tom, atau memiliki afiliasi politik tertentu. Ketika Ali dilarang untuk bertinju, adalah Frazier yang mendatangi presiden Richard Nixon untuk meminta agar Ali diizinkan bertinju kembali. Frazier juga adalah anak dari seorang buruh perkebunan di Carolina selatan yang memiliki akar yang lebih dekat dengan perbudakan ketimbang Ali
Di Manila, kedua petinju terlibat salah satu tarung tinju paling brutal dalam sejarah. Setelah ronde ke-10, Frazier telah bertanding dengan sebelah mata karena mata kanannya lebam dan bengkak terkena pukulan Ali.
Pada akhirnya pertandingan dihentikan di ronde ke-14 atas permintaan Eddie Futch, pelatih Frazier. Baik Ali dan Frazier kemudian dibawa ke rumah sakit dan Frazier tak boleh lagi bertinju selama 10 bulan selanjutnya.
Sebelum dihentikan, Ali sendiri nyaris menyerah karena ia merasa bisa kehilangan nyawanya.
Rumble In The Jungle, vs George Foreman di Zaire (sekarang Kongo), 1974Pada 1974, Ali adalah sosok paling terkenal di dunia. Wajahnya kerap menghiasi sampul majalah, muncul di layar televisi, dan jejak langkahnya diikuti banyak jurnalis.
"Saat itu ia bukan sekadar petinju. Ia adalah raja dunia. Saat kami berada di Afrika, Ali bahkan lebih besar ketimbang President Zaire, Mobutu Sese Seko," kata Gene Kilroy, manajer bisnis sang legenda tinju tersebut.
Meski pertemuan antara kedua petinju ini ditunggu-ditunggu oleh ratusan juta orang di seluruh dunia, pertarungan antara Ali dan Foreman bukan pertarungan seimbang. Ali berusia 32 tahun sementara Foreman tujuh tahun lebih muda, dengan Ali yang tidak berada pada kondisi terbaik sebagai petarung.
Sebagai persiapan melawan Foreman, Kilroy sempat membawa Ali ke dokter untuk memeriksa kondisi fisiknya dan sang dokter memerintahkan Ali untuk memandikan kedua tangannya dengan parafin panas, tiga kali sehari. Bahkan suntikan pemati rasa pun tak dianjurkan oleh dokter karena melihat kemerosotan fisik Ali.
Sementara itu, pada usia 25 tahun, Foreman berada pada puncak penampilan.
Sejarah mencatat Ali tak menyerah meski berkali-kali menerima pukulan Foreman. Hingga ronde ketujuh, Ali mampu membuat Foreman kehabisan tenaga, meski pada ronde kedua dan ketiga Ali terlihat akan dibantai oleh Foreman.
Ali, sang petinju kharismatik yang mampu membuat dunia terbius baik dengan kemampuan mengendalikan massa maupun kehandalan bertarung, pun lalu membangkitkan gairah penonton dengan meminta mereka untuk bersorak.
Kekuatan mental Ali ini yang kemudian dikatakan membuat Foreman menyerah.
Ketika pada ronde ke delapan Ali bertanya pada Foreman, "Hanya ini saja, George?", ia pun menjawab lunglai:
"Ya," kata Foreman. "Hanya sampai di sini."
Yang terjadi selanjutnya adalah Ali mendaratkan pukulan tangan kanannya di muka Foreman. Pukulan yang akhirnya menumbangkan seorang juara dunia.
(vws)