Jakarta, CNN Indonesia -- Carolina Marin masih muda namun sudah memenangi seluruh gelar bergengsi yang ada. Sebaliknya, Lee Chong Wei sudah berusia lanjut namun tak satupun gelar bergengsi yang dimenanginya.
Marin adalah fenomena bulutangkis di dekade ini. Datang dari Spanyol yang tak menganggap bulutangkis sebagai olahraga utama, Marin mampu mencuat menembus persaingan papan atas dunia.
Nama Marin bukan hanya sekadar jadi penggembira di papan atas. Lebih dari itu, Marin menaklukkan semua rival-rivalnya dan berdiri di posisi tertinggi. Dua titel juara dunia dan medali emas Olimpiade adalah bukti sahih bahwa Marin penguasa tunggal putri dalam tiga tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila titel juara dunia di 2014 dan 2015 sudah membuat Spanyol heboh, maka emas Olimpiade 2016 ini akan membuat Spanyol menggila.
Marin yang baru berusia 23 tahun memenangkan lebih dari sekadar emas. Marin memenangkan hati rakyat Spanyol. Bagaimana tidak, Marin jadi satu dari enam wakil Spanyol yang menyumbangkan emas.
Marin bukan hanya mencetak sejarah bagi dirinya sendiri, melainkan juga ia bisa jadi peletak dasar kehebatan bulutangkis Spanyol di masa depan. Dengan kesuksesan Marin, maka ia akan menginspirasi banyak anak-anak di Spanyol untuk menekuni bulutangkis.
Di sisi belahan bumi lainnya, Lee Chong Wei yang akan berusia 34 tahun Oktober mendatang kembali gagal dalam percobaan meraih emas Olimpiade. Bila Marin sukses meraih emas di kesempatan final pertama, maka Chong Wei sudah tiga kali gagal dalam mewujudkan mimpinya jadi juara Olimpiade.
Bukan hanya emas Olimpiade, Chong Wei juga belum pernah titel kejuaraan dunia. Chong Wei empat kali masuk final untuk kemudian gagal jadi juara di sana. Lengkap sudah predikat Chong Wei sebagai pebulutangkis, atau bahkan atlet paling sial di dunia.
Karena kegagalan Chong Wei, maka Malaysia sampai saat ini belum pernah merasakan manisnya memiliki emas Olimpiade ataupun juga memiliki juara dunia bulutangkis.
Hal ini terasa sangat ironis karena Spanyol yang bukan negara bulutangkis sudah mengecap semua itu lewat Marin. Sementara Malaysia yang merupakan salah satu kekuatan bulutangkis dunia kembali gigit jari dari generasi ke generasi.
Marin berangkat dari sosok yang bukan siapa-siapa dan tak terlalu dianggap di Spanyol lalu menjelma jadi pahlawan. Sedangkan Chong Wei sudah sekian lama diharapkan dan dianggap jadi pahlawan namun tak kunjung berhasil mewujudkan impian.
Marin dan Chong Wei sama-sama bekerja keras untuk mewujudkan mimpi mereka. Namun akhir cerita mereka adalah contoh pas bahwa kerja keras tak selalu berbuah manis karena rival dari negara lain pun menempuh jalan yang sama.
Setidaknya, Chong Wei masih bisa tersenyum karena ia tetap bisa menyaingi Marin dalam hal cinta yang diterima. Marin makin dicintai publik Spanyol karena prestasi fenomenalnya, sedangkan Chong Wei tetap dipuja Malaysia karena kerja keras dan semangat pantang menyerahnya meskipun hasilnya tak sesuai mimpi mereka.
(ptr)