Jakarta, CNN Indonesia -- Kontingen Britania Raya membuat kejutan pada Olimpiade 2016 dengan menggeser China di peringkat dua klasemen. Inggris mengoleksi 27 emas, 23 perak, dan 17 perunggu sementara China mendapatkan 26 emas, 18 perak, dan 26 perunggu.
Bukan hanya itu, Britania Raya juga menorehkan rekor jumlah medali terbanyak sepanjang keikutsertaan mereka di Olimpiade dengan mendapatkan total 66 medali. Di London 2012, atau ketika Olimpiade digelar di rumah sendiri, mereka 'hanya' mendapatkan total 65 medali, meski 29 di antaranya emas.
Kesuksesan Britania ini kontras dengan raihan mereka pada dua dekade silam. Di Olimpiade Atalanta 1996, Inggris hanya menduduki peringkat ke-36 dengan satu medali emas -- sama dengan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kunci kesuksesan Inggris ini adalah berkat Sistem Lotre Nasional yang diresmikan pada 1994 silam di bawah kepemimpinan Perdana Menteri John Major.
Uang lotre didistribusikan dengan pembagian 50 persen untuk hadiah pemenang, 28 persen untuk mendanai berbagai program (
good cause), 12 persen untuk pemerintah Inggris, dan sisanya dibagi untuk operator serta pengecer lotere, dan juga untuk menutup biaya operasional.
Pendanaan olahraga elite termasuk pada porsi 28 persen program
good cause yang dikelola pemerintah lewat Yayasan Pengelola Distribusi Dana Lotre Nasional (NDFL). Total 20 persen dari dana NDFL akan digunakan untuk kepentingan olahraga.
Sebelum Olimpiade 1996, total dana pengembangan olahraga hanya senilai £5 juta per tahun. Setelah kehadiran sistem lotre nasional, dana ini meningkat hingga £54 juta per tahun pada 2000, dan menjadi £264 juta per tahun, atau sekitar Rp4,54 triliun, pada 2012.
Dana tersebut digunakan untuk menyokong 1300 atlet elite Inggris.
Setiap Olimpian yang mendapatkan medali emas bisa mendapatkan hingga £28 ribu per tahun, atau sekitar Rp482 juta, agar bisa berkonsenterasi dengan kehidupannya sebagai atlet. Sementara calon atlet-atlet berbakat bisa mendapatkan hingga £15 ribu per tahun.
Inggris juga menginvestasikan uang tersebut kepada peralatan terbaru, berbagai penelitan ilmu olahraga, dan juga pelatih-pelatih terbaik di dunia.
Tak heran jika banyak sekali atlet-atlet Britania Raya yang berterima kasih kepada sistem lotre nasional setelah mereka mendapatkan medali di Olimpiade.
Olahraga PilihanNamun bukan hanya itu saja yang menjadi kunci kesuksesan Inggris. Pemerintah Inggris juga menerapkan sistem yang sangat ketat dalam hal pendistribusian dana untuk setiap cabang olahraga (cabor).
Cabor-cabor yang memiliki peluang mendapat medali akan mendapat prioritas ketimbang yang kesempatan merebut medalinya kecil.
Inggris memiliki badan bernama UK Sport yang akan mengevaluasi setiap proposal pengajuan dana yang diajukan oleh cabor. Jumlah dana yang diterima cabor akan dievaluasi setiap tahun dan dibandingkan dengan target serta pencapaian di tahun tersebut -- untuk menentukan apakah mereka pada jalur yang tepat.
Karena itulah disparitas distribusi dana setiap cabang olahraga bisa demikian tinggi. Tim balap sepeda yang memang rutin mendapatkan medali, akan mendapatkan £30 juta untuk persiapan Olimpiade Rio De Janeiro, sementara angkat besi hanya £2 juta.
Tak jarang pula olahraga yang tak menunjukkan peningkatan prestasi dikurangi dananya secara drastis.
Berkat sistem tersebut, Inggris kini berjaya di nomor-nomor renang, bersepeda, atletik, senam, atau dayung.
Olahraga MassalSistem yang diterapkan sejak 1994 itu bukannya tanpa kritik. Rata-rata olahraga yang mendapatkan pendanaan adalah bukan olahraga yang digemari massal, atau olahraga yang mudah untuk diakses masyarakat kebanyakan.
Ketika pendanaan untuk sepeda meningkat, klub-klub basket mengalami kekeringan dana. Demikian juga klub renang di tingkat
grassroot yang hanya memiliki minim dana karena proporsi terbesar diberikan untuk atlet elite.
Bagi Inggris, olahraga massal sendiri menjadi penting mengingat dua per tiga dari penduduk mereka kelebihan berat badan, atau obesitas. Inggris juga negara ketiga di Eropa setelah Islandia dan Malta dengan penduduk yang memiliki masalah dengan obesitas.
Kesuksesan para atlet Inggris sebenarnya telah membuat masyarakat Inggris terinspirasi untuk lebih aktif berolahraga. Misalnya saja, kesuksesan Tom Daley mendapatkan emas dari cabang lompat indah telah mendorong masyarakat Inggris berbondong-bondong mencari informasi tentang kolam renang terdekat.
Ironisnya, banyak kolam-kolam renang untuk penggunaan massal kini berebut dana dengan para atlet Olimpiade.
Terpilihnya Theresa May sebagai Perdana Menteri baru Inggris menggantikan David Cameron bisa mengubah ini semua. May berjanji untuk memprioritaskan lagi olahraga massal demi meningkatkan kesehatan masyarakat Inggris.
Mengingat kesuksesan program lotre nasional dalam mendanai atlet elite, tampaknya olahraga Inggris kini berada persimpangan: memprioritaskan olahraga massal, atau kebanggaan dari pundi-pundi emas Olimpiade.
(vws)