Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi atlet renang tak pernah melintas dalam angan-angan seorang Jefri Marani. Bukan hanya soal tak memiliki kemampuan untuk berenang, penglihatan Jefri pun terbatas. Ia hanya bisa melihat maksimal benda-benda yang berada dua hingga tiga meter di depannya.
Namun ia kini berdiri tegak dengan sebuah medali emas dalam genggamannya. Membuat nama Papua harum di Pekan Paralimpiade Nasional 2016 dari nomor 100 meter gaya bebas. Ia juga pernah membela nama Indonesia
Di masa lalu, Jefri mengaku pernah merasa rendah diri karena keterbatasannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya punya kecacatan sudah dari lahir begini. Pernah merasa terkecilkan, minder, tapi mungkin itulah rencana Tuhan. Mungkin ada maksud dari itu sehingga saya bisa terlibat dalam NPC (Komite Paralimpiade Nasional)," kata pemuda 26 tahun yang kesehariannya menjual bensin di Papua.
"Saya sebagai manusia kan tidak bisa menilai, tetapi ini mungkin keputusan Tuhan. Saya sudah menemukan jati diri, ternyata yang di atas menginginkan saya untuk jadi atlet NPC."
Perjalanan Jefri menjadi atlet paralimpiade dimulai pada 2012. Di masa-masa itu, Jefri tak kenal berenang sama sekali. Pertemuan dengan seorang pelatih dari Papua Barat mengubah semuanya.
"(Semula) Saya berenang 15 meter sudah KO, tapi kemudian belajar," kata lulusan Unversitas Cenderawasih jurusan Ekonomi tersebut.
"Saya tinggal bukan di laut, tapi tinggal di gunung. Setengah tahun berlatih, setiap hari selama dua jam setengah sampai tiga jam. Biasanya dilatih gaya tangan, gaya kaki, dan daya tahan."
Jefri mengakui melatih daya tahan tidaklah mudah. Ia mesti berenang hingga tiga kilometer dari pulau ke pulau di pinggir laut.
"Di Jayapura kolam renangnya standar hanya 25 meter, makanya kami kebanyakan waktunya itu di laut. Berenang ke tengah laut, lalu kembali ke daratan. Padahal ngeri sih ikannya banyak tapi ya mau bagaimana lagi?
"Semua atlet (renang disabilitas) latihan di sana. Jadi, kalau kami mau cari daya tahan, latihannya di laut saja. Sekalipun ngeri, tapi karena ramai-ramai jadi rasa ngerinya tidak ada," ucap anak pertama dari enam bersaudara tersebut.
Pilihannya untuk menjadi atlet kemudian mendapat dukungan dari orang tua dan saudara-saudaranya. Orang tua, ujar Jefri, memberikan semangat dan berpesan untuk tidak menanggapi omongan negatif orang-orang.
"Tetap berpikiran positif dan maju terus. Jangan karena kekurangan yang ada dalam diri, membuat kita terkecilkan. Tetapi dari kekurangan kita tunjukkan kepada orang normal bahwa kita juga bisa," ujar Jefri menirukan pesan orang tuanya.
Berbagai prestasi telah Jefri raih baik di tingkat nasional maupun internasional. Di Peparnas Riau 2012, ia mendapat tiga emas di nomor 50 meter gaya bebas, 50 meter gaya punggung, dan 50 meter gaya kupu-kupu.
Jefri juga sudah pernah ke Myanmar dan Singapura untuk ASEAN Paragames 2013 dan 2015. Di Myanmar, ia dapat dua perak nomor 50 meter gaya punggung dan 50 meter gaya bebas, sedangkan di Singapura ia gagal dapat medali.
Mendatang, ia berharap agar dirinya mendapat panggilan masuk Pelatnas untuk ASEAN Paragames 2017 di Malaysia.
"Sekarang sudah tidak ada rasa minder sih, malah bangga. Ternyata, sekalipun memiliki keterbatasan, orang sudah melihat kami luar biasa. Jadi kebanyakan orang d isekitar kami mulai angkat jempol.
"Kami punya kekurangan tetapi kami sudah berangkat keliling dunia, seperti itu. Jadi untuk seluruh masyarakat di Indonesia yang memiliki banyak keterbatasan, jangan pernah putus asa dan jangan pernah kecil hati. Tapi marilah bangkit dan mengenal NPC, bergabung dengan NPC supaya kita bisa mengangkat nama Indonesia hingga tingkat dunia," tuturnya.
(vws)