Jakarta, CNN Indonesia -- Eric Cantona adalah dinamit bersumbu pendek. Mudah meledak. Kartu merah Eric Cantona ketika menghadapi Crystal Palace pada tahun 1995 sudah bisa diduga. Namun apa yang terjadi setelah insiden kartu merah tersebut benar-benar jadi salah satu momen yang sulit dilupakan dalam sejarah sepak bola.
25 Januari 1995, Eric Cantona memimpin Manchester United menghadapi tuan rumah Crystal Palace di Selhurst Park. Dalam laga itu, Cantona mendapatkan provokasi-provokasi dari bek Palace, Richard Shaw.
Cantona beberapa kali melontarkan protes pada wasit Alan Wilkie karena ia terus dijegal oleh Shaw namun tetap tak ada kartu kuning untuk Shaw. Bukan hanya Cantona yang merasa diperlakukan tak adil, Alex Ferguson pun melihat hal itu dengan jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Mengapa kau tidak melakukan tugasmu dengan baik?” kata Ferguson mengumpat jelang babak kedua dimulai, seperti dikutip dari
ESPN.
Cantona sudah tak tahan dengan ketidakadilan yang diterimanya. Dalam sebuah pergulatan dengan Shaw, Cantona menendang sang lawan. Wasit Alan Wilkie tak melihat, namun hakim garis Eddie Walsh menyaksikannya dengan baik.
Wasit kemudian memberikan kartu merah pada Cantona. Kartu merah Cantona diiringi oleh adu mulut beberapa pemain Manchester United dan Crystal Palace.
Cantona tak percaya dengan apa yang ia dapatkan, namun akhirnya menerima keputusan wasit. Ia menurunkan kerah bajunya yang biasa dibiarkan berdiri tegak sebagai salah satu ciri khas dirinya.
Kartu merah yang diterima Cantona bukan sebuah hal yang istimewa karena ia sering mendapatkannya. Cantona sering lepas kendali dan pemain yang akrab dengan hadiah kartu dari wasit.
Dan pada akhirnya Cantona tetap berhasil mengejutkan dunia. Saat tengah berjalan menuju ruang ganti, Cantona mendapatkan ejekan dari seorang pendukung Palace bernama Matthew Simmons. Simmons disebut berlari menuruni 11 anak tangga untuk mengejek Cantona.
“Sialan! Kembalilah ke Perancis!”
Simmons mendapatkan apa yang ia inginkan, yaitu perhatian dari Cantona. Yang tak diduga oleh Simmons, ejekannya bukan hanya didengar langsung oleh Cantona, melainkan juga berbalas sebuah tendangan ala kungfu ke arah dadanya.
Cantona sempat terjatuh usai melepaskan tendangan terbang tersebut. Namun Cantona kemudian kembali berdiri dan melayangkan rangkaian pukulan ke arah Simmons sebelum akhirnya dilerai oleh banyak pihak.
Bukan hanya pemain Manchester United dan Crystal Palace yang terkejut. Bukan hanya penonton yang memadati Selhurst Park yang terkejut. Di hari itu, 25 Januari 1995, seluruh dunia terkejut. Pembicaraan yang ada bukan tentang hasil akhir, melainkan tentang bagaimana kungfu Cantona yang mendarat di dada suporter Palace.
“Saya mewujudkan mimpi banyak orang. Saya melakukan untuk mereka dan mereka gembira. Itu adalah sebuah kebebasan untuk mereka.”
“Kalian tahu yang dirasakan penonton ketika melihat gol, namun menendang
hooligan adalah sebuah hal yang tak bisa dilihat setiap hari. Namun tetap itu merupakan sebuah kesalahan,” kata Cantona tentang tragedi itu dalam wawancara dengan
BBC di tahun 2011.
Kalian tahu yang dirasakan penonton ketika melihat gol, namun menendang hooligan adalah sebuah hal yang tak bisa dilihat setiap hari.Eric Cantona |
Setelah pertandingan tersebut berakhir, Ferguson sendiri langsung menegur Cantona. Rekan setim Cantona, Lee Sharpe, ingat bagaimana jawaban Cantona ketika Ferguson bertanya tentang tindakan kontroversialnya itu.
“Saya tak peduli tentang apapun. Saya hanya melakukan apa yang ingin saya lakukan. Bila saya ingin menendang suporter, maka saya akan melakukannya.”
“Saya bukan seorang sosok yang patut ditiru,” kata Sharpe menirukan jawaban Cantona seperti dikutip dari
Telegraph.
 Foto: AFP PHOTO / GERRY PENNY Eric Cantona saat menghadapi tuntutan dua minggu penjara akibat ulahnya menendang suporter Crystal Palace. |
Seiring pembicaraan tentang tendangan kungfu Cantona yang terus memakan waktu berhari-hari, Cantona pun juga wajib menghadapi konsekuensi atas perbuatannya di hari-hari berikutnya.
Pemain asal Perancis ini bahkan sempat menghadapi tuntutan hukuman penjara dua minggu meskipun akhirnya ia terbebas dari tuntutan itu. Cantona mendapatkan hukuman larangan bermain hingga bulan September 1995 dan juga kerja sosial.
 Foto: AFP PHOTO / GERRY PENNY Eric Cantona tetap diserbu penggemar meskipun sedang dalam status terhukum dan tengah bersiap melakukan kerja sosial. |
Tanpa Cantona di lapangan, United akhirnya kalah bersaing dengan Blackburn Rovers dalam perburuan titel Liga Primer Inggris.
Masa-masa hukuman Cantona juga merupakan masa yang berat bagi mantan pemain Auxerre itu lantaran ia bahkan tak boleh ikut dalam laga persahabatan. Cantona sempat berpikir untuk melanjutkan karier di luar Inggris setelah hukumannya berakhir. Namun Ferguson pada akhirnya sukses meyakinkan Cantona untuk tetap berada di Old Trafford.
Dan pada akhirnya Cantona merasakan bahwa pilihannya untuk bertahan di Manchester United sebagai sebuah keputusan yang tepat. Dengan segala kontroversi yang dibuatnya, kembalinya Cantona ke lapangan pada 1 Oktober 1995 ibarat sebuah perayaan hari besar.
Wajah Cantona dan bendera Perancis terpampang di setiap sudut kota Manchester. Duel Manchester United lawan Liverpool jadi panggung yang pas untuk menyambut kembalinya ’Sang Raja’.
Cantona mendapat tepuk tangan meriah saat turun ke lapangan dan suporter ’Setan Merah’ terus menyanyikan namanya. Cantona kemudian membalas sambutan meriah itu dengan gol yang menyelamatkan United dari kekalahan di hadapan Liverpool.
Seolah tanda penebusan dosa, Cantona kembali tampil apik di musim 1995/1996 dan 1996/1997, serta jadi motor yang memimpin United juara Liga Primer Inggris. Keputusan mengejutkan kemudian dibuat Cantona yang memilih pensiun di akhir musim 1996/1997 saat usianya baru 30 tahun.
Karier Cantona adalah deretan kontroversi dan tendangan Kungfu Cantona merupakan kontroversi paling menonjol di antara yang lainnya.
“Peristiwa itu merupakan sebuah kesalahan yang saya buat, namun itulah saya,” kata Cantona.
(bac)