Jakarta, CNN Indonesia -- Di era kepemimpinan Bernie Ecclestone, Formula 1 berkembang demikian pesat pada aspek komersial. Salah satunya didorong kemampuan Ecclestone menjadikan negara-negara berkocek tebal untuk menjadi tuan rumah.
Dari semula ajang balapan yang berbasis di negara-negara Eropa Barat, Formula 1 kemudian merambah Asia, Timur Tengah, dan juga Eropa Timur. Salah satunya adalah Rusia. Pada 2014 lalu, Sirkuit Sochi resmi masuk ke dalam agenda Formula 1.
Tom Bower yang menuliskan buku biografi Ecclestone, menceritakan kisah di balik layar negosiasi antara Rusia dan Formula 1.
Ecclestone sempat menolak proposal yang diajukan Presiden Vladimir Putin soal keinginan Rusia menjadi tuan rumah Formula 1. Kepada orang yang dikirimkan Putin untuk bernegosiasi dengannya di Sirkuit Monza pada 2009 silam, Ecclestone menyatakan bahwa Putin harus menaikkan nilai tawaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ecclestone pun sempat mengirimkan ancaman. "Saya ingin Putin menandatangani kontrak dalam 24 jam ke depan," katanya, seperti dikutip dari
Daily Mail.Tatapan dingin Ecclestone dari balik kacamata menjadi tanda bahwa Ecclestone adalah pihak yang punya kuasa dalam negosiasi tersebut. Hanya dalam beberapa jam setelahnya, Putin pun membubuhkan tanda tangan. Ecclestone lalu terbang ke Sochi.
"Kita tak butuh visa untuk terbang ke sana," kata Ecclestone kepada Bower yang diajaknya ke Rusia. "Putin akan menemui kita di sana."
Benar saja. Ketenangan Ecclestone dalam bernegosiasi terbukti memuluskan semua rencana. Sirkuit Sochi yang dibangun dengan dana US$200 juta itu akhirnya resmi masuk ke dalam jajaran tuan rumah Formula 1.
Rusia juga menggelontorkan nilai sekitar US$40 juta setiap tahunnya untuk membayar hak sebagai tuan rumah - lebih tinggi ketimbang negara Eropa lain.
Putin merayakan keberhasilan merebut slot tuan rumah dengan mengendarai mobil Renault di jalanan St. Petersburg
Putin yang memang senang menjadikan olahraga sebagai salah satu bentuk diplomasi politik, juga tak pernah absen setiap kali balapan digelar Negeri Beruang Merah tersebut.
Keberhasilan itu menjadi salah satu cerita sukses Ecclestone dalam mengembangkan Formula 1 hingga ke seluruh penjuru dunia.
Pada satu dekade terakhir, Ecclestone sangat sibuk mendapatkan kontrak kerja sama di negara-negara yang memang tak punya tradisi membalap yang kental seperti Eropa, meskipun itu artinya mengikat perjanjian dengan negara yang punya masalah demokrasi dan hak asasi manusia.
Ecclestone bahkan berani meninggalkan negara seperti Perancis yang menyelenggarakan balapan Grand Prix pertama pada 1906 silam demi melapangkan jalan bagi negara seperti Bahrain atau Azerbaijan.
(vws)