Cerita Agen 'Mengijon' Para Calon Wonderkid Indonesia

CNN Indonesia
Jumat, 29 Sep 2017 10:00 WIB
Pesepakbola muda bertalenta menjadi buruan para agen untuk menyalurkannya ke klub-klub profesional dalam dan luar negeri. Sistem 'ijon' pun digunakan.
Cerita para agen dalam berburu pemain muda untuk disalurkan ke klub-klub profesional dalam dan luar negeri. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/ama/17)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak PSSI sempat memberlakukan regulasi kuota minimal pemain U-23 di Liga 1 musim ini, para pemain muda banyak diincar para agen. Mereka berlomba-lomba mencari dan memantau bakat-bakat istimewa para pemain muda.

Belakangan, aturan pemain U-23 itu dibatalkan pada tengah musim karena masih menimbulkan pro dan kontra di antara klub-klub Liga 1.


Meski demikian, beberapa tahun belakangan, sejumlah agen memang mulai gencar pula berburu para pemain muda. Dua agen macam Edy Syah dan Mulyawan Munial, juga memiliki deret nama pemain muda dalam keagenannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Muly memiliki nama-nama pemain muda di bawah keagenannya, Munial Sport Group (MSG). Bahkan nama wonderkid Indonesia seperti Evan Dimas pun jadi salah satu pemain yang diageninya.

Upaya Evan Dimas trial di Spanyol bersama klub La Liga Espanyol, tahun lalu, juga bisa terwujud atas biaya keagenan dan sponsor lain sebagai mitra.

Edy Syah berbeda dengan Muly. Tak banyak pemain muda di bawah usia 18 tahun yang ada dalam daftar pemainnya. Maklum, menyalurkan para pemain muda untuk menapaki karier profesional bukan bicara keuntungan jangka pendek, melainkan jangka panjang.

Egy Maulana Vikri menjadi pemain 'wonderkid' Indonesia yang diupayakan tampil di klub-klub Eropa. (Egy Maulana Vikri menjadi pemain 'wonderkid' Indonesia yang diupayakan tampil di klub-klub Eropa. (Screenshoot via Instagram @egymaulanavikri)
Lebih-lebih, ada unsur perjudian pula ketika agen mulai mencari bibit-bibit pemain muda. Usaha para agen ini macam mengijon langsung dari sumbernya.

Istilah ijon diambil dari kegiatan para tengkulak yang membeli lebih dulu tanam-tanaman, biasanya pohon buah, sebelum panen. Hitungannya seperti berjudi karena belum tentu panen buah sesuai keinginan.


Edy pun tak menampik upaya agen scouting para pemain muda tak ubahnya mengijon. Untuk itu, Edy menilai upaya tersebut butuh kesabaran karena hasilnya baru dirasakan jangka panjang.

Edy bahkan mengaku tak mengambil keuntungan sepeser pun dalam menyalurkan para pemain muda di bawah usia 18 tahun ke sejumlah klub. Ia sadar karena aturannya belum ada kontrak profesional pemain di bawah 18 tahun itu.

"Jumlahnya (para pemain muda) sedikit di saya, hanya tujuh pemain. Ada enam yang sudah di klub-klub Liga U-19 dan satu masih berstatus magang," terang Edy kepada CNNIndonesia.com.

Para pemain Timnas Indonesia U-16 mulai masuk dalam bidikan para agen pemain. (Para pemain Timnas Indonesia U-16 mulai masuk dalam bidikan para agen pemain. (Dok.PSSI)
Agen pemain asing dan lokal Indonesia ini juga mengatakan, menyalurkan pemain muda menuju tahap profesional lebih kepada kepuasan batin alih-alih keuntungan.

"Rasanya senang jika pemain muda bagus yang kami cari ternyata punya kesempatan menapaki karier profesional. Soal kontrak profesional ketika sudah usianya matang, baru bicara negosiasi," ucap Edy.

Pemain-pemain yang dicari Edy biasanya dari sekolah sepak bola (SSB) seperti di Depok. Kesepakatannya dengan pemilik SSB juga lebih kepada asas saling menguntungkan.


"Kita lihat dulu. Kalau pemain itu memang bayar untuk menimba ilmu di SSB itu, seharusnya memang tak ada hak bagi klub memilikinya," kata Edy.

"Sebaliknya jika ada pemain yang dibayai SSB, asasnya saling menguntungkan. Kami bantu promosi pemain di SSB itu, kemudian akan ada pembicaraan lagi jika nantinya sampai kontrak profesional di klub."

Hamsa Lestaluhu jadi salah satu pemain yang menonjol di Timnas Indonesia U-16. (Hamsa Lestaluhu jadi salah satu pemain yang menonjol di Timnas Indonesia U-16. (Dok. PSSI)
Beda halnya dengan Edy, Muly banyak kerap menyalurkan para pemain mudanya ke klub-klub luar negeri, termasuk ke Eropa. Biayanya yang dikeluarkan tentu tak sedikit meski sifatnya urunan dengan sponsor atau orang tua pemain yang bersangkutan.

"Analoginya seperti mencoba memasukkan anak kuliah di (Universitas) Oxford atau Harvard. Biayanya tidak murah, tapi kualitasnya pasti bagus setelah kuliah di sana."

"Begitu pula di sini (MSG), kami menginginkan yang berkualitas sekalian untuk bisa mengasah pemain muda," aku Muly kepada CNNIndonesia.com.

Namun, Muly juga sadar dengan regulasi FIFA tentang perekrutan pemain usia muda yang menjadikannya kendala bagi pemain Indonesia dikontrak klub-klub profesional di Eropa.


Salah satu syarat terberatnya adalah bahwa pemain yang bersangkutan harus ditemani orang tuanya. Jika berasal dari luar Eropa misalkan, orang tua yang bersangkutan harus bekerja dan tak terkait dengan urusan kontrak anaknya di klub.

"Jadi yang paling tepat adalah memasukkan pemain di akademi klub tersebut untuk ikut latihan tanpa ada kontrak profesional," ungkap Muly.

Biaya akomodasi selama di akademi mulai dari tempat tinggal dan transportasi disebut Muly akan ditanggung pihaknya beserta pihak keluarga atau sponsor.

Evan Dimas pernah mengikuti tes di klub Spanyol, Espanyol. (Evan Dimas pernah mengikuti tes di klub Spanyol, Espanyol. (Dok. Ninesport)
Sama halnya dengan Edy, para pemain muda ini juga biasanya diikat kontrak oleh agen pemain sebagai penyalur mereka ke klub-klub profesional.

Meski demikian, ia bercerita pernah mengalami kenyataan pahit ditinggal beberapa pemain muda lainnya karena ikut agen lainnya. Muly mengatakan, hal itu merupakan risiko baginya.

"Ini juga jadi semacam tes loyalitas juga bagi para pemain. Jika masih muda saja sudah tidak loyal misalnya, apalagi nanti kalau sudah usia matang," terang Muly.


Muly juga tak melihat sisi keuntungan instan dengan menyalurkan para pemain muda. Terpenting baginya investasi jangka panjang untuk para pemain muda, sekaligus mengembangkan karier mereka.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER