Jakarta, CNN Indonesia -- Juara dunia karate tradisional Indonesia Fauzan Noor tidak ikut serta dalam
Asian Games 2018 yang berlangsung pada 18 Agustus hingga 2 September mendatang.
Fauzan menjadi yang terbaik dalam kejuaraan dunia International Traditional Karate Federation di Praha, Republik Ceko pada Desember 2017. Prestasi dia pun dihargai Rp40 juta oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI).
Akan tetapi, Indonesia tidak akan diperkuat pemuda asal Banjarmasin ini ajang Asian Games 2018. Fauzan mengungkapkan alasannya kepada para awak media di Kemenpora RI pada Senin (23/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karate tradisional itu tidak diakui sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games 2018. Kami tersendiri, maka dari itu karate tradisional ini berbeda," kata Fauzan usai bertemu dengan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Imam Nahrawi.
Pelatih Fauzan, Mustafa, menjelaskan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI) sudah puluhan tahun berjuang agar induk olahraga ini diakui Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Namun, Mustafa menilai hal itu sulit dilakukan lantaran FKTI dinilai sama dengan Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI).
"Padahal karate itu ada dua: tradisional dan umum. Jadi di situlah mungkin ada hal-hal yang kurang terperhatikan," ucap Mustafa.
 Fauzan Noor mendapat bonus sebesar Rp40 juta dari Kemenpora. (CNN Indonesia/Arby Rahmat Putratama) |
"Karate umum itu memiliki sistem aturan yang diayomi semua perguruan, kami tidak. Sedangkan kami ada tanpa kelas, berteknik, dan tak berpelindung. Jadi permainan karate tradisional itu keras, ini kami harapkan bisa dipahami pemerintah khususnya KONI bahwa kami memiliki sistem permainan sendiri," ucapnya menambahkan.
Mustafa tidak tahu jelas alasan KONI tidak mengakui FKTI. Upaya untuk bersurat ke KONI, lanjut dia, sudah berulang kali dilakukan.
"Kami itu sejajar sebenarnya dengan FORKI, tapi ada sejumlah orang yang menganggap kami dibawah FORKI," ujar dia.
"Semoga FKTI diterima sebagai induk olahraga di KONI. Karena apa? Karena kami harus berkembang seperti yang lain. Kami punya ketentuan hukum, menyumbang atlet berbakat," ujarnya melanjutkan.
Lebih lanjut, Mustafa berharap agar pengakuan dari KONI bisa terwujud sesegera mungkin. Ia mengatakan sudah lama menanti dan mengharapkan itu.
 Gatot S Dewabroto akan mengakomodasi pertemuan FKTI dan FORKI. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
"Usaha kami tidak kecil, sangat besar. Mulai dari proses hukum, audiensi, dan apapun itu," tutur Mustafa.
Menanggapi hal tersebut, Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto menyadari keluhan dari FKTI. Gatot menyampaikan pihaknya akan memfasilitasi pertemuan FORKI dengan KONI dan segera menyelesaikan persoalan ini.
"Kami kan tidak tahu versi masing-masing seperti apa, tetapi apa yang disampaikan dari pengurus FKTI menjadi bahan pertimbangan kami. Kami juga ingin dengar apa kata FORKI dan KONI. Poinnya adalah kami tidak ingin membiarkan dan mendiamkan suatu masalah," pungkas Gatot.
"Karena prinsip olahraga itu kalau pengurusnya sukses, atletnya bersemangat dan tidak memikirkan macam-macam. Ini saja [Fauzan] kebetulan atletnya sukses. Dan kalau ada keinginannya seperti itu [KONI mengakui FKTI], kewajiban pemerintah sebagai penanggungjawab bidang olahraga adalah wajib hukumnya untuk mengakomodasi," pungkasnya kembali.
Gatot menerangkan Kemenpora RI tidak akan intervensi melainkan akomodasi pihak-pihak yang terkait. Ia juga tidak masalah jika masing-masing pihak ingin menyelesaikan persoalannya sendiri.
"Tapi kalau bisa dipersatukan, lebih baik lagi," tuturnya.
Gatot pun belum tahu apakah nanti akan ada wadah yang menaungi FKTI dan FORKI. Ia lagi-lagi mengatakan ingin mendengar penjelasan masing-masing pihak dulu.
"Karena olahraga itu dibagi tiga di undang-undang yaitu prestasi, rekreasi, dan pendidikan. Sekarang yang jadi perhatian adalah apakah untuk karate tradisional itu tetap menempel di rekreasi atau prestasi?" kata dia.
(sry)