Jakarta, CNN Indonesia -- Pelatih timnas sepakbola Indonesia putri Satia Bagdja Ijatna menilai perbedaan level yang mencolok jadi penyebab kegagalan skuat arahannya di
Asian Games 2018.
Garuda Putri harus menelan pil pahit tersingkir di fase Grup A usai menuai dua kali kekalahan telak. Teranyar, Timnas Indonesia putri dicukur Korea Selatan dengan skor 0-12.
"Mereka-mereka ini (Korsel, dan Taiwan) dua level di atas kami. Jadi ya sulit. Dari postur tumbuh sudah kalah, belum lagi pengalaman. Lawan-lawan ini benar-benar terasah di kompetisi," kata Satia seperti dikutip dari
Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Garuda Putri sebenarnya harus memetik hasil seri atau tidak kalah dengan skor melebihi 0-11 saat melawan Korea Selatan karena harus bersaing dengan Hong Kong untuk memperebutkan tempat tiga terbaik. Namun, tim Indonesia terlempar dari persaingan setelah kalah telak dari Korsel.
 Level timnas sepak bola putri Indonesia masih tertinggal jauh dari Taiwan dan Korsel. (INASGOC/Zabur Karuru) |
Ketua Asosiasi Sepak Bola Putri Indonesia Papat Yunisal mengamini pernyataan Satia. Sejak awal PSSI pun tidak berani membebani target dan diharapkan bisa bermain lepas.
"Peluang itu sebenarnya ada, tapi ini hasil terbaiknya. Semoga saja ke depan Timnas bisa lebih baik, dan mulai tahun depan sudah ada liga profesionalnya," kata dia.
Sepak bola putri Tanah Air sebenarnya sempat berjaya di pertengahan tahun 70-an hingga akhir 80-an. Bahkan sempat digelari sebagai Macan Asia karena menyabet gelar runner up di Piala AFF tahun 1982 dan 1985. Kemudian peringkat empat di AFC tahun 1977 dan 1986.
Bahkan tim putri Jepang yang notabene langganan manggung di Piala Dunia saja pernah dikalahkan Indonesia dengan skor 1-0 pada Piala AFC tahun 1977.
Ketika memasuki era sepak bola modern, Garuda Putri nyaris tenggelam apalagi tidak ada liga profesional di dalam negeri.
(har)