Jakarta, CNN Indonesia --
Menjadi sukarelawan seperti di
Asian Games 2018 benar-benar pekerjaan yang penuh tantangan dan butuh kekuatan mental. Tak hanya sekadar pengalaman yang didapat, tapi juga pujian dan makian dari berbagai pihak.
Seperti yang dirasakan salah satu sukarelawan Asian Games 2018 yang mengurusi bagian transportasi di kawasan Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran. Sehari-hari, tugasnya adalah mengurus kedatangan dan keberangkatan shuttle bus dari dan menuju Kemayoran.
Mulai dari memesan bus, mencatat nama supir dan plat nomor polisi, sampai memastikan bus tersebut mengantarkan wartawan atau atlet dan ofisial selamat sampai tujuan.
Tapi tak jarang banyak pihak yang mengeluhkan kinerja para sukarelawan itu. Tak terkecuali, supir bus yang membawa atlet, ofisial maupun wartawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNNIndonesia.com pernah menyaksikan ketika seorang supir shuttle bus sedang memarahi salah seorang sukarelawan lantaran tidak membantu sang supir untuk melayani penumpangnya. Kala itu, penumpangnya adalah wartawan, baik lokal maupun asing.
Setibanya di JIExpo, seorang wartawan asal Korea Selatan kesulitan untuk turun dari bus lantaran terlalu sempit karena dia membawa tas besar berisi kamera. Sang supir meminta salah satu sukarelawan untuk membantunya menangkat tuas supaya kursi yang berada di pinggir dekat pintu bisa terangkat sehingga wartawan itu bisa keluar dengan mudah.
 Sukarelawan bisa jadi cerminan wajah Indonesia di Asian Games 2018. (CNN Indonesia/Titi Fajriyah) |
Tetapi, sukarelawan itu tidak bisa mengangkat tuas yang dimaksud. Sehingga wartawan yang ada di dalamnya harus menunggu lama sampai bangku itu bisa terangkat.
"Gimana, sih, gitu saja enggak bisa! Bantuin
dong! Kalau cuma duduk-duduk saja semua juga bisa," teriak sang Supir memarahinya.
Meski kena "semprot", sukarelawan tersebut tetap melemparkan senyuman kepada semua wartawan yang turun dari bus tersebut.
"Yang kaya gitu sih sudah makanan sehari-hari. Dikomplain media [wartawan], dimarahi, diomelin itu setiap hari pasti ada. Saya sempat sakit hati juga, tapi ya sudah lah," kata Aushi Ariana Putri, salah satu sukarelawan di bagian transportasi.
Sama halnya dengan sukarelawan yang bertugas menyambut tamu di pintu masuk venue. Pernah sewaktu-waktu, wartawan dilarang masuk venue angkat besi di Hall B JIExpo, Kemayoran, dengan alasan tempat duduk khusus untuk wartawan sudah penuh. Saat itu lifter andalan Indonesia untuk mendapatkan medali Sri Wahyuni Agustiani akan segera tampil di kelas 48kg.
Wartawan pun dibuat geram, bahkan sampai adu cek-cok. Masalah selesai ketika salah seorang wartawan menghubungi venue manajer dan akhirnya diperbolehkan masuk dan duduk di tribune penonton.
"Sempat mau nangis juga, yang galak itu dari India, Korea. Paling baik wartawan dari Jepang," sebut Clara Shinta menambahkan.
 Sebelum Asian Games 2018 digelar, sukarelawan lebih dulu mendapat pelatihan. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto) |
Sebagai seroang sukarelawan, sudah selayaknya mereka memberikan informasi akurat sesuai dengan tugasnya. Tapi nyatanya, masih banyak di antara mereka yang tidak mengetahui bahkan tidak memberikan solusi ketika diberikan pertanyaan.
Bahkan beberapa di antaranya terlihat asik mengobrol dengan teman sesama sukarelawan sambil berfoto-foto ria. Padahal, sukarelawan ini adalah salah satu garda terdepan Indonesia di ajang multi-cabang. Tamu-tamu yang datang dari 45 negara di Asia akan bertanya kepada mereka jika mengalami kesulitan selama bertugas di Asian Games 2018.
"Senangnya itu jadi punya banyak teman baru, dapat pengalaman baru, dapat seragam. Jadi bisa melatih bahasa Inggris, soft skill-nya juga jadi terasah," sebut Alma Syafiera.
Tugas menjadi sukarelawan merupakan tugas yang mulia dan patut dihargai. Nama mereka juga tercatat sebagai sejarah ketika Indonesia untuk kedua kalinya berkesempatan menjadi tuan rumah Asian Games. Terlebih, untuk kali dalam sejarah Asian Games digelar di dua kota berbeda.
"Merasa bangga juga karena kan sudah lama Asian Games tidak digelar di Indonesia, sudah lebih dari 50 tahun. Apalagi kan untuk jadi sukarelawan ada seleksinya. Kami yang terpilih dari sekian puluh ribu orang yang daftar," ucap Ataya Hardono.
(sry/har)