Kudus, CNN Indonesia -- Banyak alasan bagi Yuga Gustiyah mengikuti Audisi Umum Djarum Beasiswa
Bulutangkis 2018 di GOR Djarum, Kudus, 7-9 September. Salah satunya mengikuti jejak sang kakak, Nazura Trisyah, yang lebih dulu mendapat beasiswa dari PB Djarum pada 2017.
Yuga merupakan salah satu peserta dengan jarak tempuh paling jauh. Berasal dari Meulaboh, Aceh Barat, Yuga dan keluarganya yang datang ke Kudus harus menempuh jarak lebih dari 2 ribu kilometer.
Kendati demikian, semangat si bungsu dari empat bersaudara ini tidak hilang. Di lapangan GOR Djarum permainan siswa kelas 5 SD itu tetap impresif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini audisi yang kedua untuk Yuga, tahun lalu coba di Pekanbaru gagal. Mengikuti seleksi ini adalah keinginan dia, mungkin termotivasi dari kakaknya yang sudah lolos PB Djarum," ujar ayah Yuga, Yushansyah, kepada
CNNIndonesia.com, Sabtu (8/9).
Yuga tidak saja harus bangkit dari keterpurukan di tahun lalu, tetapi juga tetap berjuang keras guna mendapatkan beasiswa pada 2018. Tidak mudah untuk Yuga yang berasal dari ujung barat Indonesia itu dalam audisi kali ini.
Meski sukses memenangi tiga pertandingan dalam dua hari audisi, namun Yuga harus lebih dulu melewati banyak perjuangan berat. Setelah melalui seleksi di Pekanbaru, Riau, pada akhir Maret, bulan Juli lalu Yuga harus melakoni karantina secara pribadi di Lumajang, Jawa Timur, sebagai persiapan akhir menuju audisi nasional.
 Yuga Gustiyah bersama sang ayah berjuang keras untuk lolos seleksi beasiswa bulutangkis. (CNN Indonesia/Surya Sumirat) |
Pendidikan sekolah yang biasa dijalaninya setiap hari pun harus ditinggalkan demi cita-cita menjadi pebulutangkis profesional. Anthony Sinisuka Ginting adalah idolanya.
"Untuk atlet berbakat ada dispensasi dari Dinas Pemuda Olahraga di Aceh Barat. Izinnya mudah," ucap Yushansyah.
Sebagai orang tua, pikiran Yushansyah terhadap perjuangan anaknya di audisi beasiawa ini berada antara berharap lolos dan pesimistis.
Yushansyah ingin anaknya lolos dan mendapatkan beasiswa bulutangkis di tahun ini. Tetapi juga sudah mempersiapkan diri jika Yuga harus kembali ke Aceh tanpa hasil baik.
"Saya inginnya Yuga bisa dapat beasiswa di sini. Kalau sudah lolos semua biaya latihan kan ditanggung PB Djarum. Karena untuk kami yang ada di daerah, biaya untuk try out [mengikuti] turnamen itu cukup mahal, sekali mengikuti turnamen bisa habis Rp8 juta. Dalam setahun saja bisa ikut lima turnamen," Yushansyah menuturkan.
"Apalagi kalau di daerah itu tidak ketahuan untuk gizi, ada anak yang sampai sakit typhus. Kalau sudah di sini, orang tua tidak lagi dibebankan biaya," Yushansyah menambahkan.
Asa lain agar Yushansyah lolos pada 2018 ini adalah persaingan yang makin ketat di tahun berikutnya. Pasalnya, saat ini Yuga sudah berada di batas akhir untuk mengikuti seleksi di kelompok umur U-11. Jika gagal tahun ini dan kembali seleksi di tahun depan, maka Yuga harus berhadapan dengan atlet-atlet di kelompok umur U-13, dan itu jauh lebih berat.
 Para calon atlet bakal ditempatkan di asrama jika lolos mendapat beasiswa bulutangkis. (Foto: CNN Indonesia/Surya Sumirat) |
Yuga kali pertama mengenal bulutangkis saat masih duduk di kelas 1 SD. Seiring berjalannya waktu, kualitasnya yang masiih 'hijau' ini terus terasah. Tekniknya bermain bulutangkis mulai terlihat. Ia juga bisa mengatur irama permainan, kapan harus melakukan smes atau drop shot.
"Bermain bulutangkis itu susah. Suka tegang juga kalau poinnya sudah dekat," ucap Yuga.
Orang Tua Sempat StresKendati demikian Yushansyah bertekad apabila Yuga dapat beasiswa di Kudus, dia bersama istrinya tidak akan berat melepas anaknya itu karena terpisah jarak yang begitu jauh.
Berbeda dengan tahun lalu, saat harus merelakan Nazura meninggalkan Aceh menuju Kudus untuk menjalani program latihan beasiswa bulutangkis di Kudus, Yushansyah mengaku cukup berat melepas sang anak.
"Mungkin hanya di bulan pertama saja yang agak berat, ibunya yang selalu kepikiran, karena baru pertama kalinya pisah. Apalagi Nazura masih SD," kata Yushansyah.
"Sekarang ini bisa
video call, jadi sedikit mudah komunikasi. Untuk Nazura kami dua kali dalam setahun berkunjung ke Kudus. Tetapi kalau untuk Yuga, sepertinya tidak akan sestres saat melepas Nazura," PNS Kabupaten Aceh Besar ini menuturkan.
(bac)