Jakarta, CNN Indonesia -- Lahir dengan keterbatasan tuna grahita bukan keinginan semua manusia. Termasuk
Syuci Indriani, peraih medali emas nomor 100 meter gaya dada kategori SB14 di
Asian Para Games 2018.
Di balik sukses Syuci ada peran penting Bhima Kaustar, pelatih yang begitu sabar memoles talenta atletnya. Bagi Bhima, melatih atlet tuna grahita butuh kesabaran ekstra.
"Kalau menurut fisik dia [Syuci] itu sempurna. Tapi kalau untuk intelektualnya, IQ-nya di bawah rata-rata. Dia itu IQ nya di bawah 75. Kalau normal di atas itu," kata Bhima menjelaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buat Bhima tidak ada yang berbeda ketika ia menangani Syuci yang merupakan tuna grahita. Terlebih, secara fisik Syuci normal tidak memiliki kekurangan apapun.
Hanya saja, selama menjalani proses latihan Bhima harus sering mengingatkan dan menegur jika Syuci membuat kesalahan. Ia juga harus terus mengulang program yang telah disiapkan sampai Syuci benar-benar mengerti.
Terutama untuk program-program sulit, yang membutuhkan banyak variasi gerakan.
"Susahnya ngelatih tuna grahita seperti itu, sering lupa. Dia [Syuci] cenderung pelupa, daya ingatnya kurang. Jadi dapat instruksi apa, renang seperti apa kadang salah," terangnya.
Setiap hari, lanjut Bhima, tantangannya adalah bagaimana Syuci bisa memecahkan catatan waktu terbaiknya. Selebihnya, tidak ada kesulitan berarti saat menangani Syuci.
"Saya anggap suci itu normal, dalam arti saya tidak mau bedakan dia [dengan atlet normal], saya tidak cuma latih dia, ada yang tuna daksa, ada yang tuna netra, saya anggap semua sama bisa melakukannya. Jadi tantangannya memperbaiki waktu terbaiknya," terang Bhima.
Hal paling indah yang didapat Bhima selama menangani Syuci secara penuh sejak 2017 adalah saat dara kelahiran 28 Januari 2001 itu mampu memecahkan catatan waktu terbaiknya di nomor 200 meter gaya bebas. Bahkan, Bhima harus menunggu dua tahun sampai Syuci bisa memperbaiki catatan pribadinya itu.
Pada babak penyisihan nomor 200 meter gaya bebas di Asian Para Games 2018, Minggu (7/10), Syuci membukukan catatan 2 menit 22 detik. Kemudian, kembali dipertajam saat tampil di final menjadi 2 menit 20,80 detik.
"Saya tunggu-tunggu yang kemarin 200 meter gaya bebas, dua tahun saya tunggu pecah. Kemarin pecah di penyisihan dua detik, di final pecah dua detik. Itu buat saya sudah emas walaupun dia dapat perunggu, karena buat saya juara itu gampang tapi memperbaiki catatan waktu belum tentu semua perenang itu bisa," jelasnya.
Bhima sebenarnya sudah mengenal Syuci sejak 2013 saat ia pertama kali menangani tim pelatnas para renang menuju ASEAN Para Games di Myanmar. Tapi, ia baru mulai fokus menangani Syuci pada 2017 lalu.
"Pada 2017 saat pelatnas Malaysia, saya dapat mandat dari Ketua NPC Senny Marbun supaya Syuci jangan sampai lepas. Padahal sejak pertama bertemu di 2013, saya lihat dia istimewa, masih kecil sudah berenang, apalagi dia anak tuna grahita," terangnya.
Di Asian Para Games 2018, Syuci turun di lima nomor sekaligus dengan target meraih dua medali emas. Setelah medali emas di nomor 200 meter gaya dada, Syuci diharapkan bisa kembali mendulang medali emas di nomor 200 meter gaya ganti.
(ttf/sry)