Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat
olahraga nasional Tommy Apriantono meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat pertanyaan yang membahas dunia olahraga pada
debat capres 2019.
Tommy mengatakan olahraga merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan karakter sebuah bangsa. Sebab, sejak dini olahraga dinilainya sudah mengajarkan seseorang untuk disiplin, sportif dan adil.
"Di debat Capres 2019 selanjutnya, KPU harus bicara tentang pembangunan karakter bangsa yang salah satunya harus melalui olahraga. Olahraga itu tak hanya ditentukan strategi dan kemampuan, tapi juga nilai-nilai luhur seperti sportivitas dan disiplin," kata Tommy kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (17/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kacamata Tommy, pemerintah saat ini sudah mampu mencapai beberapa sukses di bidang olahraga. Sebut saja pencapaian di Asian Games 2018 di mana Indonesia sebagai tuan rumah berhasil mencapai peringkat keempat klasemen perolehan medali dengan raihan 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu.
 Indonesia menorehkan prestasi di Asian Games 2018. (Foto: ANTARA FOTO/INASGOC/Nova Wahyudi) |
Meski banyak kekurangan, penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games di Indonesia 2018 lalu menuai pujian dari masyarakat dunia. Tommy menilai masyarakat Indonesia saat ini sadar betul bahwa melalui olahraga sebuah negara bisa terkenal di dunia.
Sebab, lanjut Tommy, biasanya yang mengisi peringkat 10 besar Asia merupakan negara-negara maju. "Artinya apa? Melalui olahraga terbina karakter yang baik. Soal prestasi, itu hanya bonus," ujar Tommy
Olahraga juga disebut harus menjadi salah satu kurikulum penting di dunia pendidikan Indonesia. Melalui olahraga, akan terbangun pembinaan karakter masyarakat yang memiliki nilai-nilai luhur olahraga, selain mencegah penyakit degeneratif yang akan mengambil dana BPJS terbesar di Indonesia saat ini yang juga bakal menjadi salah satu isu dalam topik pembahasan di debat capres 2019.
"Melibatkan olahraga dalam pembangunan nasional sangat penting, sama pentingnya dengan pembangunan infrastrukur. Kalau infrastruktur itu lebih ke bangunan, olahraga ini membangun masyarakatnya, sumber daya manusianya," jelas Tommy.
Rapor Merah Sepak Bola Nasional Khusus di sepak bola, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan pemerintah sampai hari ini. Padahal, isu olahraga yang paling banyak dibahas disebut berasal dari sepak bola.
Pengamat sepak bola nasional Tomy Welly mengatakan dalam pergaulan internasional, PR [Public Relation] paling efektif adalah olahraga dan sepak bola. Ia sangat menyayangkan jika olahraga tidak ditinjau sebagai aspek penting dalam pembangunan sebuah bangsa.
"Sekarang contohnya Brasil, terlepas dari perekonomiannya yang bisa disebut hampir sama dengan kita [Indonesia], tapi karena prestasi sepak bolanya seolah-olah mereka punya PR yang bagus untuk bicara di hadapan dunia. Begitu juga Argentina, yang juga secara ekonomi situasinya tak bagus, tapi karena sepak bolanya, orang melihat Argentina karena sepak bolanya," ungkapnya.
Berdasarkan pandangan Tomy, sejak masa kampanye dimulai tidak ada satu pun isu olahraga yang dibawa. Padahal melalui olahraga dan sepak bola khususnya pemicu nasionalisme itu seperti otomatis berbunyi. Itu terlihat di setiap laga Timnas Indonesia di mana semua penoton dari berbagai suku, ras dan agama datang untuk membela Indonesia.
Meski demikian, pengamat yang akrab disapa Towel itu masih memberikan rapor merah terhadap sepak bola nasional. Salah satu indikator penilaiannya yakni belum ada implementasi yang terlihat setelah pembekuan PSSI yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga [Kemenpora] pada April 2015 silam.
Di balik pembekuan PSSI kala itu terdapat cita-cita luhur salah satunya untuk memberantas mafia bola dan meningkatkan prestasi Timnas Indonesia. Nyatanya, Towel menambahkan, hingga hari ini keinginan itu belum juga terwujud.
"Malah justru isu mafia bola muncul hari ini. Prestasinya pun tidak tercapai walaupun gairah itu muncul. Medali emas di SEA Games 2017 [di cabor sepak bola] tidak tercapai, target semifinal Asian Games tidak tercapai, gelar juara Piala AFF tidak tercapai."
"Dari segi gairah oke, misalnya pelaksanaan Asian Games yang membuat gairah timnas meningkat, kehadiran Luis Milla dan sebagainya. Tapi esensi prestasi belum terwujud. Padahal prestasi ini yang dulunya waktu pembekuan menjadi kritik atau catatan keras buat PSSI," kata Towel.
Pada pemerintahan saat ini, Presiden Jokowi juga pernah mencanangkan untuk melakukan percepatan pembangunan sepak bola nasional di awal masa kepengurusan Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum PSSI. Sayangnya, ia menilai sampai saat ini tidak ada upaya konret dan implementasi yang dilakukan setelahnya.
Justru malah yang terjadi, ungkap Towel, memasuki musim kompetisi 2018 geliat para mafia bola yang dalam konteks pengaturan skor semakin menggila sampai akhirnya polisi berinisiatif mendahului PSSI dengan membentuk Satgas Anti Mafia Bola.
"Rapor merah kalau dari sepak bola menurut saya. Secara sosiologis, sepak bola milik semua. Posisinya pemerintah harus bersinergi dengan PSSI untuk mendukung program-program itu."
"Artinya PSSI harus membuka diri dalam posisi sinergi. Padahal isu olahraga paling seksi itu sepak bola," tuturnya.
(ttf/har/bac)