Setahun kemudian, Najah dihukum hingga tiga tahun penjara. Putusan pengadilan menyatakan dia bersalah karena sudah mencemarkan nama baik negara, melukai kepentingan dan citra kerajaan Bahrain di luar negeri.
Sebagai bukti dugaan kejahatan Najah, hakim mengutip unggahan Najah di Facebook yang mengkritik F1. Di Bahrain, lanjutnya, hal seperti ini dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional.
![]() |
"Yang paling menyakitkan saya ketika hukuman itu dijatuhkan, bukan hanya perasaan ketidakadilan, tetapi penerimaan hakim atas kesaksian seorang petugas NSA yang menyaksikan pelanggaran selama interogasi saya. Pada titik itu, menjadi jelas bahwa sistem peradilan Bahrain tidak hanya korup, tapi juga mempersilakan para petugasnya untuk menyiksa warga negara," tutur Najah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Najah mengatakan otoritas penjara di Isa Town selalu mendiskriminasi dia karena statusnya sebagai tahanan politik. Pada September 2018, rekan satu sel Najah dan sesama tahanan politik, Hajer Mansoor, dirawat di rumah sakit setelah diserang penjaga penjara.
Serangan tersebut dipimpin kepala penjara Isa Town, Letnan Kolonel Mariam Albardoli. Selain itu, kunjungan keluarga, kesempatan untuk menggunakan telepon dan kegiatan di luar sel untuk para tahanan politik pun dibatasi.
"Otoritas penjara ingin membungkam kami, tapi kami tidak akan berhenti memprotes kondisi mengerikan di penjara Isa Town yang baru-baru ini dikutuk Perserikatan Bangsa-Bangsa," tuturnya.
"Saya memohon kepada semua penggemar F1 untuk mengingat kisah saya dan penderitaan ribuan warga Bahrain. Jangan biarkan balapan ini ternoda oleh pelanggaran hak asasi manusia di Bahrain," ucap Najah.
Dari informasi yang diberikan Najah tersebut, dapat diketahui saat ini dia masih di penjara hingga 2021.
Sementara balapan F1 Bahrain 2019 yang akan menjadi seri kedua pada tahun ini akan berlangsung akhir pekan ini, Minggu (31/3), di Sirkuit Internasional Bahrain.
(nva/map/har)