Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan petinju dunia
Mike Tyson terus mengembangkan bisnis
ganja untuk kepentingan medis. Perusahaan Tyson Ranch kini akan dirancang untuk membantu penanganan trauma pada atlet.
Manfaat tersebut diarahkan khususnya untuk para atlet di cabang olahraga yang banyak kontak fisik seperti tinju dan seni bela diri lainnya.
Selama ini banyak atlet terutama petinju dan petarung yang mengalami trauma kronis akibat benturan kepada kepala ketika sudah pensiun. Gangguan tersebut dalam istilah medis disebut chronic traumatic encephalopathy (CTE).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gejala-gejala CTE di antaranya sakit kepala parah, insomnia, mual-mual, gejolak psikis berlebihan dan penyalahgunaan obat-obatan.
 Tyson sukses dalam bisnis ganja. (AFP PHOTO/Paul. J. RICHARDS) |
Manfaat ganja Tyson Ranch juga akan digunakan untuk terapi pada pasien psikosis atau kelainan jiwa disertai disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dengan kenyataan. Bukan hanya itu, ganja tersebut juga akan dimanfaatkan untuk terapi pada pasien penderita parkinson.
Penyakit parkinson sendiri paling sering menjadi ancaman terhadap para petinju dan petarung olahraga beladiri. Salah satu penderita parkinson adalah mendiang Muhammad Ali, mantan juara dunia tinju yang juga idola Tyson.
Dilansir dari
The Blast, Tyson Ranch akan bekerja sama dengan para peneliti untuk melakukan penelitian CTE. Penelitian tersebut untuk memaksimalkan manfaat olahan ganja Tyson Ranch dalam rangka penanganan medis seperti terapi.
Berdasarkan jurnal medis 2018 bertajuk Cannabis Therapeutics and the Future of Neurology masih dikutip dari The Blast, ganja mampu membantu mengatasi 'kelumpuhan syaraf' akibat luka otak traumatis.
Gangguan tersebut kerap dialami di dunia olahraga dengan kontak fisik seperti tinju, UFC, termasuk pula sepak bola.
Salah satu kandungan yang paling berperan dalam ganja tersebut adalah zat Cannabidol (CBD). CBD mampu memulihkan gangguan pada syaraf kepala.
CBD pernah masuk daftar yang dilarang Badan Anti Doping Dunia (WADA). Namun pada 2018, CBD tak lagi masuk zat terlarang.
(bac/har)