Jakarta, CNN Indonesia --
Witan Sulaeman telah memantapkan langkah terbaru dalam karier sepak bolanya. Gelandang
Timnas Indonesia U-23 itu menjadikan
FK Radnik Surdulica sebagai pelabuhan baru.
Sesuai kontrak Witan akan membela klub kasta tertinggi Serbia itu selama 3,5 tahun. Hal itu berarti Witan akan menetap di sana hingga 30 Juni 2024 mendatang.
Keputusan Witan membuat ia mengikuti jejak rekan setim di Timnas Indonesia, Egy Maulana Vikri. Pemuda asal Medan itu sudah lebih dulu berpetualang di benua biru bersama Lechia Gdansk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Egy berlabuh di klub peserta kasta tertinggi Polandia atau Ekstraklasa pada 8 Juli 2018. Hampir dua tahun di Lechia, karier Egy belum bisa disebut memukau.
 Witan Sulaeman dikontrak 3,5 tahun oleh klub Serbia. (CNN Indonesia/ Hesti Rika) |
Penyerang berusia 19 itu memang banyak dapat kesempatan tampil untuk merasakan atmosfer kompetisi di Eropa. Namun, kesempatan tersebut didapat Egy bersama Lechia Gdansk II, tim yang tampil di kompetisi kasta keempat Polandia.
Di tim utama Egy baru bermain sebanyak tiga pertandingan. Kesempatan bermain itu pun lebih banyak didapat pemain yang kerap disebut 'Messi Indonesia' dari bangku cadangan.
Minimnya kesempatan bermain yang didapat Egy jadi bukti bukan hal mudah bagi pemain Indonesia untuk sukses di Eropa. Bahkan, jika mengacu cerita pemain-pemain Indonesia lain yang mencoba peruntungan di Eropa maka ceritanya jarang menyenangkan.
Legenda Timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, adalah pemain pertama yang merasakan atmosfer sepak bola Eropa. Pemain jebolan PSSI Primavera itu pernah semusim memperkuat klub Swiss, FC Luzern, setelah menimba ilmu di Sampdoria Primavera.
Di musim 1994/1995, Kurniawan bermain delapan kali dan hanya mencetak satu gol. Kisah serupa pula yang dialami Bima Sakti Tukiman bersama Helsinborg maupun Bambang Pamungkas saat dipinjamkan ke klub Divisi Tiga Belanda EHC Norad selama empat bulan.
Generasi berikut setelah Kurniawan dan Bima Sakti juga pernah mencoba peruntungan untuk dapat karier panjang di Eropa. Beberapa pemain itu antara lain Alfin Tuasalamony, Syamsir Alam, hingga Yandi Sofyan bersama CS Vise.
 Witan Sulaeman mengikuti jejak Egy Maulana bermain di Eropa. (CNN Indonesia/ Hesti Rika) |
Di klub Divisi Dua Belgia itu, Alfin jadi pemain yang paling sering dapat kesempatan tampil. Namun, karier ketiga pemain ini tidak langgeng dan memutuskan berkarier di tanah air.
Ketidakmampuan mereka 'bertahan lama' di sana jadi bukti menaklukkan Eropa tidak pernah mudah bagi pemain-pemain asal Indonesia. Saat diwawancara CNNIndonesia.com, Kurniawan pernah mengungkapkan persaingan untuk masuk tim utama di klub Eropa jauh dari kata mudah.
Alasan pertama karena Kurniawan datang dengan status pemain asing. Status ini berbanding lurus dengan ekspektasi yang tinggi dari publik di sana.
"Persaingan di sana lebih ketat karena saya pemain asing. Saingan saya waktu itu penyerang dari Zimbabwe dan juga pemain asing dari Bulgaria," ucap Kurniawan.
[Gambas:Video CNN]Pernyataan Kurniawan bisa jadi pedoman bagi Witan agar bisa sukses di Eropa. Witan harus menyadari akan bersaing dengan pemain-pemain asing dari berbagai belahan dunia dan juga pemain lokal berkualitas.
Kendati dijanjikan tempat di tim utama, Witan harus berlatih ekstra keras untuk meraihnya. Mantan pemain PSIM Yogyakarta itu harus bisa menunjukkan punya kemampuan mumpuni untuk bersaing dengan pemain lain, bahkan di setiap sesi latihan tim.
Faktor lain yang tidak kalah penting buat Witan adalah kemampuan beradaptasi di negeri orang. Di luar kemampuan teknik, hal-hal semacam ini kerap jadi batu sandungan bagi pemain-pemain Indonesia saat memutuskan berkarier di luar negeri.
Pemain asal Indonesia kerap kali mengalami penyakit
'home sick' karena jauh dari tanah air. Cerita-cerita semacam ini bukan hal baru dan sudah pernah dialami pemain-pemain angkatan Kurniawan.
Mari berharap Witan dan juga Egy yang sudah lebih dulu berada di Eropa bisa mengakhiri cerita gagal pemain Indonesia di Eropa. Dengan begitu paling tidak klub-klub Eropa tidak sekadar memanfaatkan pasar sepak bola Indonesia untuk menjual berbagai pernak-pernik berbau pemain hingga menjaring ribuan pengikut baru di media sosial resmi klub.
(har)