Jakarta, CNN Indonesia --
Virus Corona yang membuat
Liga 1 2020 tak dapat berjalan normal bisa saja membuat kantong pemain kempis lantaran masalah gaji.
Kompetisi sepak bola Indonesia yang baru saja dimulai pada 29 Februari mendapat tekel keras dari pandemi virus corona. Liga 1 dan Liga 2 tak dapat lagi berlanjut, atau setidaknya istirahat sampai setidaknya dua pekan mendatang.
Kendati ada batas waktu, hingga dua pekan mendatang, tetap saja tidak ada jaminan liga yang digadang-gadang memiliki jumlah penonton besar itu bakal kembali bergulir pada akhir Maret.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua masih tentatif lantaran jumlah kasus COVID-19 yang terus menanjak di Indonesia. Hingga Kamis (19/3) diketahui sudah ada 309 kasus positif dengan jumlah korban meninggal dunia mencapai 25 orang dan 15 orang dinyatakan sembuh.
Jika pandemi virus corona tak mereda, sangat mungkin kompetisi sepak bola di Indonesia akan diliburkan demi semangat keselamatan khalayak, termasuk pesepakbola, fan, dan berbagai pihak lain yang turut ambil bagian dalam penyelenggaraan sebuah pertandingan.
 Liga 1 2020 baru berjalan tiga pekan. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra) |
Sudah khawatir dengan virus corona, fan sepak bola pun tak punya hiburan. Sementara para pemain juga harap-harap cemas tidak dapat pemasukan.
Terkait pemasukan atau gaji pemain dalam situasi tidak normal seperti saat ini, klub dan pemain tentu bakal melakukan negosiasi.
Pemain yang membela kesebelasan berduit mungkin hanya kehilangan sedikit dari haknya. Bisa saja si pemain tidak mendapat bonus main atau bonus kemenangan karena memang tidak ada pertandingan yang dilakoni, namun hak dasar pemain seperti gaji tetap dibayar.
Masalah akan lebih pelik jika berbicara mengenai klub yang memiliki sumber dana terbatas. Negosiasi alot kemungkinan bisa terjadi antara klub dan pemain. Pembayaran setengah gaji misalnya, dapat menjadi opsi tengah yang harus diikhlaskan pemain atau pihak klub.
Tak dipungkiri, tanpa laga berarti
cash flow klub terganggu. Uang pemasukan dari penonton di tribune mungkin jumlahnya tak seberapa, tetapi klub jelas bakal merasakan kehilangan lembar-lembar rupiah yang biasanya rutin didapat pada tiap pekan pertandingan.
[Gambas:Video CNN]Lain uang tiket, beda urusan dengan sponsor. Pemilik merek-merek yang terpampang di kostum pemain atau di papan iklan pinggir lapangan tentu ingin mendapat sorotan yang berimbas pada kesadaran masyarakat untuk membeli produk yang ditampilkan.
Tanpa pertandingan berlangsung secara reguler, berarti segala macam mi instan, batu baterai, kopi, ban, atau produk apapun yang jadi sponsor tak mendapat
exposure. Tentu hal ini bakal mengusik si empunya uang. Boleh jadi sponsor bakal menarik uang, namun semua tergantung dari kontrak awal dengan klub.
Jika memang sponsor menarik uang dan klub tak memiliki dana cadangan, situasi jelas kian runyam bagi mereka yang namanya kerap dielu-elukan penonton dari tribune.
Nasib pemain pun kembali terkatung-katung. Seandainya di waktu normal bisa ada tarkam yang menjadi sumber dana cadangan, di kala seperti ini pertandingan antar kampung atau tarikan kampung alias tarkam pun kemungkinan lesu lantaran izin keramaian yang sulit didapat di berbagai daerah.
Isu gaji di tengah masa tak menentu ini bisa kembali ramai, apalagi ada problem penunggakan gaji di Liga 2 yang muncul hampir bertepatan dengan masalah corona yang menyeruak.
Dalam situasi seperti ini pihak terkait seperti PSSI maupun PT Liga Indonesia Baru harus hadir untuk memberi ketenangan bagi orang-orang yang sudah mendedikasikan hidup sebagai atlet sepak bola.
Untuk menjadi besar memang banyak ujian yang harus ditempuh. bisa jadi permasalahan gaji ini menjadi salah satu tes utama kompetisi di Indonesia untuk benar-benar besar dan terkemuka layaknya liga-liga top Asia yang lebih dulu masyhur.
(har)