Jakarta, CNN Indonesia --
Atlet dan wasit jadi sektor paling terdampak di industri olahraga. Mereka harus menghadapi pemotongan gaji dan sulit banting setir masa pandemi
virus corona.
Pebasket Satria Muda Britama, Rizal Falconi, ikut merasakan pemotongan gaji. Tunjangan Hari Raya (THR) juga dibayar dengan cara dicicil.
Rizal menceritakan, pemotongan gaji yang dilakukan manajemen Satria Muda tidak merata atau merujuk besaran gaji masing-masing dengan persentase 0-20 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemain yang gajinya Rp5 juta ke bawah tidak mendapatkan potongan. Sementara untuk yang Rp5-10 dipotong 10 persen, Rp10-20 juta sebesar 15 persen, dan pemangkasan 20 persen dialamatkan kepada pemilik gaji Rp20 juta ke atas.
"Pemotongan gaji paling berasa banget. THR dapat cuma tidak penuh dan dicicil. Biasanya dapat
full sebelum lebaran, sekarang dibayar setengah sebelum Lebaran dan sisanya kemungkinan sebelum Natal," ucap Rizal.
 Klub IBL juga merasakan dampak pandemi virus corona. (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo) |
Meski begitu, pebasket 26 tahun itu mengaku tidak berniat banting setir. Bukan karena kontrak masih panjang, tetapi karena selama ini ia fokus kepada karier di dunia basket.
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan memaksanya untuk belajar membuka usaha. Rencananya, tahun depan Rizal berniat mencoba bisnis salon dan
barber shop yang bakal dikelola istri.
"Saya main basket bukan sekadar cari uang, tapi karena hobi dan kesenangan. Kalau liga berhenti seperti ini, jadi seperti ada yang kurang. Tapi jadi buat saya lebih menghargai dan bersyukur masih bisa main basket," ungkapnya.
Direktur Utama Indonesia Basketball League (IBL) Junas Miradiarsyah mengatakan kewenangan untuk memotong gaji pemain diserahkan sepenuhnya kepada klub masing-masing.
IBL hanya memberikan imbauan dan memahami kebijakan klub jika harus ada penyesuaian gaji pemain sebagai dampak keganasan virus corona.
"Mekanisme rinci penyesuaiannya diserahkan ke klub masing-maisng. Pastinya, gaji yang dibayarkan harus sesuai batas bawah gaji rata-rata pemain di klub serta sesuai Upah Minumum Perusahaan (UMP)," ucap Junas.
Senada, wasit Liga 1 Thoriq Alkatiri juga kesulitan banting setir lantaran memilih jalan hidup sebagai wasit profesional.
Di masa krisis seperti ini, Thoriq terbilang cukup beruntung. Wasit berlisensi A AFC itu masih bisa mengandalkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tak semua wasit Indonesia punya tabungan memadai sepertinya.
 Wasit Liga 1 Thoriq Alkatiri belum terpikir untuk menjalankan bisnis mandiri. (Dok. Thoriq Alkatiri) |
Pandemi corona memicu Thoriq untuk terjun ke dunia usaha, namun ia baru memutuskan banting stir jika sudah pensiun dari pekerjaan sebagai wasit profesional.
"Kalau saya sudah tidak beredar di dunia perwasitan, baru saya buka usaha. Kalau sekarang saya masih menikmati jadi wasit walaupun sempat terpikir [banting setir]. Kalau prinsip saya fokus pada satu tujuan, kalau tidak fokus percuma," ucap Thoriq.
Atlet Proliga Relatif AmanBeda halnya dengan atlet voli yang tampil di Proliga. Rata-rata pendapatan mereka lebih aman karena sebagian besar berstatus karyawan BUMN bahkan jadi anggota TNI atau Polri.
Wakil Direktur Utama Proliga, Regi Nelwan, mengatakan Proliga adalah kompetisi semi profesional. Sebab, sebagian besar atletnya merupakan karyawan dan perangkat pertandingan juga memiliki profesi lain seperti guru atau dosen olahraga.
 Atlet dan wasit di industri olahraga Indonesia sulit banting setir. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
"Proliga juga hanya bergulir tiga bulan dalam satu musim, tidak sepanjang tahun. Jadi tampil di Proliga itu sebagai sampingan. Kalau Proliga libur, mereka kembali ke pekerjaan masing-masing," sebut Regi.
Seperti halnya yang dilakoni Putu Randu,
quicker Tim Voli Putra BNI 46 yang juga berstatus sebagai anggota TNI-AL. Gaji dan hak pemain tetap diberikan sebagaimana mestinya tanpa ada pemotongan.
Meskipun baru berjalan tiga bulan dari lima bulan jadwal Proliga, Randu mengaku mendapatkan gaji empat bulan. Satu bulan tambahan dianggap sebagai bonus karena BNI 46 berada di puncak klasemen.
[Gambas:Video CNN]"Di BNI itu ada tiga pemain yang statusnya karyawan, sisanya dari TNI-AL. Tapi di klub lain juga ada yang dari Polri ada yang dari TNI-AD, dan TNI-AU. Kecuali Samator yang memang karyawan."
"Kalau di voli sudah mulai berpikir sampai kapan bertahan jadi atlet? Di voli umur 29 sudah jarang yang main, setelah itu mau ngapain? Jadi sudah berpikir ke depan, karena jadi atlet tidak benar-benar bisa menjamin masa depan. Dengan kata lain, jadi atlet itu hobi yang menghasilkan," jelas Randu.
(ttf/jun)