Sekjen Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Tigor Tanjung menyebut fenomena balap lari liar yang viral di media sosial bisa menjadi sebuah ajang pencarian bakat atlet jika diarahkan.
Tigor kepada CNNIndonesia.com mengatakan balap lari liar merupakan fenomena sosial di masyarakat yang sudah terjadi sejak lama. Bahkan ia tak menampik jika banyak atlet atletik nasional yang dulunya berasal dari balap lari liar tersebut.
Lihat juga:Piala Thomas dan Uber 2020 Resmi Ditunda BWF |
"Bukan hanya [Lalu] Zohri, Safwaturahman, M. Fadlin dan beberapa atlet atletik yang pernah menjadi bintang dari NTB [Nusa Tenggara Barat] itu alumni lomba lari jalanan," kata Tigor melalui sambungan telepon, Selasa (15/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut Tigor, ia juga mendengar jika di Lombok, NTB sampai ke Bima di Nusa Tenggara Timur (NTT) lomba balap lari sudah menjadi tradisi turun temurun yang digelar saat bulan puasa. Biasanya lomba balap lari digelar menjelang magrib atau biasa disebut ngabuburit.
![]() |
Bahkan di Bima, NTT, menurut cerita yang didengar Tigor ada juga balap lari yang mengadu antara manusia dengan kuda. Tigor merasa heran belakangan kebiasaan atau tradisi di daerah itu bisa muncul ke Jakarta dan sekitarnya.
Sisi negatifnya, fenomena balap lari liar dianggap meresahkan buat masyarakat sekitar. Bahkan, sebanyak 12 pemuda diamankan pihak kepolisian dari aksi balap liar di kawasan Ciledug, Tangerang, karena menutup jalan.
"Saya mendengar ini ribut-ribut karena pelanggaran dilakukan di jalan umum, jalannya di tutup sehingga menyusahkan orang lain. Kemudian penontonnya bisa ratusan orang, apalagi sekarang kan sedang pandemi tidak boleh ada keramaian. Belum lagi mereka lari tidak pakai sepatu bisa cedera."
"Tapi kalau di lihat dari sisi olahraga, kami tangkap ini sebagai gejala positif bahwa ternyata orang suka nonton lomba lari. Kemudian juga lomba lari bisa dikomersialkan. Sebaiknya ini diarahkan menjadi kegiatan yang terorganisir. Misal, ada event organizernya, kemudian mereka menghubungi PASI supaya bisa mengikuti aturan. Tidak perlu aturan yang rumit, tapi sesuai," jelas Tigor.
Fenomena balap lari liar ini disebut Tigor sebenarnya bisa masuk program pencarian bibit yang sudah dilakukan PB PASI sejak lama. Seperti yang dilakukan PASI di kampung-kampung, antarsekolah maupun tingkat kecamatan.
"Sejak masih ada Pak Bob [Hasan], kan sudah ada ini. Kami buat lomba lari sprint, tidak perlu 100 meter tapi misalnya 60 meter, sesuaikan usianya. Lalu tidak perlu di lintasan, bisa di rumput, tanah. DKI Jakarta, sudah bertahun-tahun menyelenggarakan lomba sprint antar SMP, SMA, SD di Lapangan Rawamangun."
"Kalau yang liar itu kan tidak tahu mereka usia berapa, seperti apa kemampuannya. Tapi ini bukan berarti suatu kreativitas yang harus kita bunuh, tapi harus diarahkan. Bisa jadi area scouting buat kami, karena di semua nomor atletik, kecuali jalan cepat dibutuhkan sprint. Mudah-mudahan yang sekarang viral bisa dibina, bisa jadi bibit. Mesti diarahkan supaya tidak melanggar, ini bisa dikembangkan," ungkap Tigor.
(ttf/jal)