Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagai seorang agen pemain, Muly Munial menyimpan sejuta harapan dan impian seorang pesepakbola Indonesia bisa sukses berkarier di luar negeri. Sebab itu ia membentuk Munial Sport Group (MSG).
Bersama Muly, banyak pemain-pemain besar ditanganinya. Sebut saja Bambang Pamungkas, Andik Vermansah, Evan Dimas Darmono, Gavin Kwan Adsit sampai pemain-pemain muda seperti Rendy Juliansyah dan Muhammad Kanu yang pernah tergabung di Timnas Indonesia U-16.
Menjadi seorang agen pemain tidak hanya sekadar mencari uang, tapi juga bagaimana mencari jam terbang dan pengalaman untuk pemain agar bisa tampil di kompetisi terbaik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di situasi pandemi Covid-19 yang membuat kompetisi Liga 1 tidak bisa bergulir seperti saat ini, Muly harus putar otak untuk tetap menjaga kualitas pemainnya. Termasuk menyodorkan tawaran mengikuti trial di klub luar negeri.
Seperti apa tugas seorang agen pemain menurut Muly? Bagaimana seorang agen pemain menyiasati kelangsungan karier pemain di kondisi pandemi?
Berikut wawancara khusus CNNIndonesia.com bersama Muly Munial:
Seperti apa kerja seorang agen pemain sepak bola? Bagaimana cara untuk bisa menjadi agen sepak bola yang legal?
Kerja seorang agen sepak bola adalah mencari deal yang terbaik untuk pemainnya. Deal ini bukan hanya masalah uang nominal, tapi dalam arti jam terbang dan klub mana yang cocok untuk pemain agar dia bisa berkembang ke depan.
Untuk menjadi agen sepak bola saat ini tidak ada lisensi. Dulu pernah ada lisensi yang dikeluarkan masing-masing federasi. Tapi sekarang mereka memberi nama intermediary dan peraturannya belum ada yang spesifik, jadi sepertinya semua orang bisa menjadi seorang agen saat ini.
 Gavin Kwan Adsit (tengah) merupakan salah satu pemain Timnas Indonesia yang bekerja sama dengan Muly Munial. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Bagaimana cara menemukan bakat-bakat bagus dan meyakinkan mereka untuk bergabung dengan MSG?
Banyak pemain-pemain yang saya dapatkan adalah melalui rekomendasi dari pelatih dan pemain lain, atau saya datang sendiri ke tempat training camp entah timnas atau klub. Saya juga pantau melalui berita yang akhirnya membuat saya harus pantau langsung. Ada juga yang berdasarkan rekomendasi lain.
Bagaimana cara Anda meyakinkan seorang bakat muda atau pemain bintang untuk bergabung dengan MSG?
Tentu kita harus membuktikan bahwa kita mempunyai trek rekor yang cukup bagus. Mereka bisa lihat dari klien-klien yang kami punya dan kami bisa buktikan lewat beberapa pemain yang telah kami bantu menjadi sukses. Biasanya antar-pemain juga membicarakan soal ini.
Saya beruntung sudah mempunyai klien-klien seperti Bambang Pamungkas, Evan Dimas. Mungkin awalnya memang saya agak-agak susah untuk meyakinkan mereka, tapi lama-kelamaan mereka lihat klien di saya dan mereka mulai yakin.
Memang untuk yang meyakinkan tidak mudah. Alhamdulillah sekarang banyak pemain muda yang datang ke saya atau orang tuanya, pelatihnya datang untuk minta tolong dibantu.
[Gambas:Video CNN]
Siapa pemain yang paling bangga Anda bisa rekrut bergabung dengan MSG?
Banyak beberapa atlet yang saya bangga. Terutama saya bangga dengan klien pertama saya, Bambang Pamungkas. Klien saya setelah 15 tahun, memposisikan diri saya bukan hanya agen, tapi juga manajer pemain untuk meng-handle marketing mereka juga.
Evan Dimas juga saya sangat bangga, itu klien saya. Andik Vermansah juga klien saya yang lama, yang alhamdulillah dites dengan waktu sampai sekarang masih bersama dengan saya.
Bukan mereka saja, tentu banyak klien saya lain yang saya ambil ketika usia mereka 17 tahun dan sekarang sudah sukses. Seperti Hanif Sjahbandi, Bagas Adi Nugroho, Gavin Kwan Adasit dan banyak. Tapi saya bangga dengan semuanya.
Apakah ada pemain di agensi pemain lain yang Muly menyesal tidak berhasil mendapatkannya?
Jujur, ada beberapa atlet yang saya tidak dapatkan. Cuma saya tidak kecewa karena sangat banyak talenta di Indonesia ini yang masih perlu dibantu.
Dalam arti memang ada atlet yang coba saya dapatkan masuk ke manajemen saya, tapi tidak jodoh akhirnya dipegang manajemen lain. Dibilang saya ingin mendapatkan mereka, ya, ketika saya tidak dapat saya kecewa? Ya tidak, karena memang banyak faktor yang menentukan hal ini, terutama kecocokan karakter juga.
Selebihnya kita bicara trek rekor saja. Kalau kita bisa meyakinkan mereka bahwa kita punya rencana untuk karier mereka ke mana dan mereka setuju dengan pemikiran kita, mudah-mudahan ini jadi satu awal yang bagus bagi mereka gabung ke manajemen saya.
Agen-agen internasional seperti Jorge Mendes dan Mino Raiola sering diberitakan mendapat banyak uang dari transfer pemain, apakah Muly juga merasakan hal itu?
Alhamdulillah tentu ada. Tapi saya, kadang saya gunakan juga cross subsidi untuk mendukung pemain lain. Tugas saya sebagai agen bukan hanya mendapatkan deal mereka, tapi juga membantu kesiapan mereka atlet muda.
Seperti saat pandemi seperti ini, saya mengatur latihan mereka. Sebagian saya atur workout mereka, kebutuhan sepatu, vitamin dan suplemen juga harus didukung. Jadi alhamdulillah ada atlet yang saya dapatkan lumayan, tapi sebenarnya ada juga atlet muda yang uang masih belum jadi prioritas.
Sebagian dari mereka juga rela pergi ke luar negeri walaupun berkorban tanpa gaji atau gaji berkurang, tapi mendapatkan pengalaman yang bagus di luar negeri.
Di tengah pandemi seperti ini, efek apa yang paling dirasakan perusahaan agensi seperti MSG?
Di tengah pandemi memang terasa. Dalam arti pemain banyak yang gajinya dipotong karena liga tidak jalan, tentu ada pengurangan pemasukan. Tugas saya juga untuk memberikan motivasi mereka supaya tetap semangat.
Tapi ada beberapa waktu yang saya sediakan untuk mereka training menjaga kondisi mereka. Saya juga mencari alternatif-alternatif bila memang liga tidak lanjut, mencari solusi mereka untuk main di luar Indonesia.
Peran seorang agen terhadap pemain di tengah pandemi seperti apa?
Saya rasa sangat penting. Pasti juga beberapa atlet juga memang pendapatan rendah belum tinggi. Mereka masih mengalami kesusahan, itu juga yang harus didukung agen untuk bagaimana mencari solusi.
Apakah mencari alternatif kerjaan, alternatif tambahan kerjaan untuk mereka atau side income. Tapi yang paling utama adalah dalam situasi pandemi ini dukungan secara moral dan membantu mereka untuk tetap menjaga kondisi karena tidak bermain 2 bulan, 3 bulan atau 5 bulan akan sangat berpengaruh kepada kondisi mereka.
 Andik Vermansah yang menjadi klien Muly pernah lama berkarier di Malaysia. (Photo by Chalinee THIRASUPA / AFP) |
Kalau nanti suatu saat liga mulai atau kalau mereka mau main di luar negeri, kondisinya akan sangat berat. Di sana latihan keras dan pertandingan rutin, jadi mereka harus cepat beradaptasi dengan situasi itu kalau mau ke luar negeri.
Seperti apa melihat fenomena banyak pemain Indonesia, terutama pemain muda, yang meninggalkan Indonesia? Apakah Muly juga mendorong pemain meninggalkan Indonesia di tengah kondisi Liga 1 yang tidak jelas?
Dari dulu niat saya membawa pemain berkarier di luar negeri. Karena saya percaya anak-anak ini bisa berkembang mereka harus berani main di luar negeri dan dengan lingkungan yang kompetitif dan lebih bagus sebab mereka akan ikut juga.
Ini sudah saya jalankan sejak 10 tahun lalu di mana saya bawa Andik ke Amerika, Jepang. Saya bawa Ryuji Utomo dan Adam Alis ke Bahrain. Kalau bisa anak-anak kita sebanyak-banyaknya bisa main di luar.
Saya percaya ketika mereka main di luar mereka bisa membela timnas. Tujuannya adalah membuat timnas lebih kuat dengan pemain yang banyak pengalaman di luar negeri. Tapi memang masalahnya harus diakui, kita sadar diri, tidak semua anak kita dikejar untuk di level ASEAN saja.
Thailand mungkin hanya mengincar 1-2 anak saja. Apalagi di luar ASEAN, hanya beberapa orang mungkin, atau satu nama saja. Kita beruntung bisa yakinkan mereka buat main di Korea atau Jepang. Selebihnya mereka belum yakin dengan kemampuan anak-anak kita.
Jadi saya siap juga mengirim anak-anak walaupun untuk seleksi dan trial. Karena kalau kita tidak menerima tawaran kita tidak bisa bergerak. Kita harus jemput bola dan anak-anak ini harus berani keluar dengan sistem trial. Mau tidak mau. Kita harus akui tidak tiap hari anak kita direbut tim luar, banyak saingan yang lebih bagus lagi.
Anak-anak terutama di era milenial ini juga lebih berani dengan sosial media, internet sekarang lebih terbuka dengan dunia internasional mereka lebih mengerti dan paham. Mental lebih berani dan bersedia ke luar.
Banyak dari mereka yang berani keluar walaupun akhirnya dapat gaji minimum padahal di Indonesia bisa dapat gaji lebih besar, tapi mereka berani keluar karena mereka tahu main di luar Insya Allah bisa jadi pemain yang kompetitif. Insya Allah suatu saat soal harga soal gaji kalau mereka pemain bagus bisa naik
Itu saya dari dulu, apalagi dengan kondisi seperti ini, makin banyak anak-anak yang semangat mau keluar karena kondisi liga di lokal sendiri belum jelas.