Kisah saya menembus timnas Indonesia penuh perjuangan dan butuh proses panjang. Saya lahir di Sukabumi, 17 Agustus 1963, atau tepat pada hari Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Saya anak kedua dari Bapak Hermawan dan Ibu Erin Sriwati. Saya ini memang keturunan Tionghoa. Tapi, Alhamdulillah dari kecil enggak pernah ada diskriminasi, karena saya pintar bergaul.
Walaupun di keluarga saya kental dengan budaya China dan Sunda. Waktu kecil saya sering ke Klenteng. Tapi saya juga tinggal di lingkungan pesantren dan main sama anak-anak yang beragama Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga akhirnya, saya mualaf pada kelas 5 SD. Saya kenal Islam karena saya sehari-hari main di rumah nenek saya yang muslim, rumahnya tidak jauh dari rumah orangtua.
Saya juga sering main di masjid dan saya merasa kok Islam lebih sempurna dan cara beribadahnya juga gampang. Semenjak saya masuk Islam keluarga saya banyak yang ikut masuk Islam juga.
Saya mulai serius jadi kiper sejak kelas 3 SD karena didukung teman dan ditunjang postur tubuh yang tinggi. Padahal sebelumnya saya striker. Tapi, karena saya juga suka main bola basket, jadi tangkapan saya lengket.
Kebetulan waktu kecil saya sangat mengidolai kiper Timnas Indonesia, Ronny Pasla. Saya bertekad ingin seperti beliau. Sampai-sampai saya buat baju kiper yang mirip dengan baju kiper Ronny Pasla yang serba hitam dari atas sampai bawah.
Baju saya buat dari kaos oblong putih lengan panjang yang saya wantek hitam. Kemudian, celananya saya buat di tukang jahit, dan saya gunakan sarung tangan untuk orang kerja di perkebunan.
Waktu kelas 4 SD pada 1975 saya masuk Diklat Sukabumi. Sejak itu saya fokus latihan kiper.
Lalu kelas 6 SD saya masuk klub amatir namanya HBS (Haji Bandar Sapi). Kebetulan pemiliknya Pak Haji juragan sapi. Di sana saya latihan seminggu tiga kali dan teknik dasar serta skill tangkapan bola saya terus diperbaiki.
Kemudian saya masuk tim Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Sukabumi (Popsitar) mewakili SMP, lalu masuk tim Popsi Sukabumi, dan terpilih sebagai satu-satunya dan orang pertama dari Sukabumi yang lolos tim Popsi Jawa Barat untuk kejuaraan level nasional pada 1979 di GBK.
Tampil kali pertama di GBK begitu berkesan. Selama ini saya hanya lihat GBK dari TV hitam putih di rumah. Dari event itu saya terpilih masuk Diklat Salatiga yang diumumkan di Koran Kompas. Kemudian 1980 saya bersama Diklat Salatiga mengikuti turnamen di Arab Saudi dalam program pertukaran pemuda Indonesia-Arab Saudi.
Itu pengalaman pertama saya pergi ke luar negeri dan pertama naik pesawat. Alhamdulillah saya juga bisa langsung umroh bersama tim.
Setelah itu saya ditarik ke Diklat Ragunan dan memperkuat timnas pelajar di sejumlah kejuaraan internasional, salah satunya tampil di Kualifikasi Piala Dunia Junior (U-17) di Singapura.
Setelah mengikuti Kualifikasi Piala dunia junior. Sebagian Pemain yang potensial untuk meraih prestasi lagi dikumpulkan dan dibentuklah PSSI Garuda 1. Di mana pemain-pemainnya, ditambah dari pemain Galatama. Pelatihnya Drg. Endang Witarsa.
Jumlah pemainnya hanya 25 orang. Pertama-tama kami menjalani pendidikan tentara di Cimahi. Jadi secara mental, fisik, gizi, psikologis semuanya dipersiapkan. Terpenting nasionalisme kita diperkuat di situ.
Dari PSSI Garuda 1 saya tembus ke timnas Indonesia untuk Kings Cup di Thailand. Lawannya Liverpool, Korea Selatan, Australia, Thailand A dan B, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Kami buat sejarah dengan mengalahkan Korea Selatan 1-0.
Sayang kami hanya menjadi runner up, setelah kalah dari Thailand di final. Tapi, saat itu saya terpilih masuk tim AllStar Kings Cup.
Terus saya juga menjadi kiper utama timnas di Piala Kemerdekaan, Piala Marah Halim, Merlion Cup, Piala Asia, hingga Kualifikasi Pra Piala Dunia 1986. Saat itu saya paling muda dengan usia 20 tahun.
Di Kualifikasi Piala Dunia 1986, kami satu grup dengan Bangladesh, India, dan Thailand di Grup 3B. Kami menang empat kali, satu kali seri, dan sekali kalah. Kami berhasil keluar sebagai juara grup dan lolos ke babak selanjutnya.
Menariknya, waktu main di Stadion Nasional Thailand bus kami dilempari botol bir oleh suporter tuan rumah karena suporter tuan rumah kecewa kalah 0-1.
Kemudian di babak selanjutnya kami bertemu Korea Selatan. Waktu main di Seoul penonton sangat penuh, tapi di babak pertama semua diam karena Indonesia bisa menahan Korsel 0-0. Gemuruh penonton baru pecah pada babak kedua, karena Korsel berhasil mencetak dua gol.
Lalu pada leg keduanya kami kalah 1-4 di GBK. Padahal kalau kami lolos, Jepang sudah menanti. Jika kami menang lawan Jepang kami langsung lolos ke Piala Dunia 1986 di Meksiko. Dan Jepang saat itu tidak sebagus sekarang.
Menurut saya itulah pencapaian tertinggi timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia, karena selangkah lagi lolos ke putaran final di Meksiko.