Diego Mandela Basro
Diego Mandela Basro
Saat ini bertugas sebagai Produser Lapangan di CNN Indonesia. Mengisi waktu luang dengan melatih sepak bola amatir, dan menganalisis pertandingan mulai dari tingkat tarkam hingga liga-liga terbaik di dunia.

Rinascimento Gli Azzurri

Diego Mandela Basro | CNN Indonesia
Rabu, 14 Jul 2021 19:01 WIB
Sukses Italia menjuarai Euro 2020 tidak lepas dari usaha keras yang dimulai sejak 2010 lewat kurikulum CARP: Costruzione, Ampiezza, Rifinitura, dan Profondita.
Timnas Italia merayakan gelar Euro 2020. (AP/Gregorio Borgia)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia --

Dengan wajah tegang Bukayo Saka, pemain sayap kanan Inggris asal London ini mengambil bola, dan menaruhnya di titik penalti final Euro 2020.

Beban berat harapan publik Inggris yang sudah 55 tahun hampa gelar ada di pundaknya. Tendangan Saka harus masuk untuk menjaga asa Inggris menjuarai Euro 2020.

Di sisi sebaliknya, Gianluigi Donnarumma yang berpostur tinggi besar 196 sentimeter, menunggu dengan tenang dan percaya diri. Pendek saja langkah ancang-ancang Saka. Donnarumma dengan cekatan sukses membaca arah penalti dan Italia Campione d'Europa!

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meninggalkan gaya lama Catenaccio yang reaktif, Italia mengusung gaya baru yang lebih proaktif dengan Tiki-Italia, sebagaimana media-media di Italia menyebutnya.

Tiki-Italia adalah gaya permainan yang mengedepankan penguasaan bola dan pressing tinggi. Permainan gaya baru ini membawa Italia merengkuh trofi Henri Delaunay dengan catatan yang impresif.

Italia tak terkalahkan sepanjang turnamen, bahkan memecahkan rekor tak terkalahkan mereka sepanjang masa, sebanyak 34 pertandingan dan hanya kebobolan 4 gol sepanjang turnamen.

Kemenangan ini seperti menjawab harapan yang ditunjukkan melalui desain kostum tanding timnas Italia pada Euro 2020 ini, yang mengusung tema Rinascimento atau Renaisans sepak bola Italia.

Bagi publik yang jarang atau bahkan tidak pernah menyaksikan Serie A Italia selama beberapa musim terakhir, gaya permainan mereka di Piala Eropa kali ini merupakan suatu hal yang mengejutkan. Mengingat stereotip yang melekat pada sepak bola Italia selama ini, yang cenderung memainkan sepak bola defensif.

Perubahan gaya bermain Italia sebenarnya melewati proses yang cukup panjang. Ketika itu usai Piala Dunia 2010 yang memalukan, di mana Italia gagal lolos dari babak grup, FIGC (PSSI-nya Italia) menunjuk pelatih legendaris Arrigo Sacchi sebagai koordinator pengembangan usia muda FIGC. Sacchi memandang Italia harus bergerak maju meninggalkan Catenaccio, dan bermain dengan sepak bola yang lebih progresif.

Real Madrid's Sporting Director Italian Arrigo Sacchi looks at his players during a training session on the eve of their Champions League football match against Juventus, at Santiago Bernabeu stadium in Madrid, 21 February 2005. AFP PHOTO/ JAVIER SORIANO / AFP PHOTO / JAVIER SORIANOArrigo Sacchi sosok penting perubahan kurikulum sepak bola Italia. (AFP PHOTO / JAVIER SORIANO)

Demi mewujudkan visinya, mantan pelatih AC Milan di era trio Belanda ini membentuk tim U-15 baru. Ia juga menanamkan prinsip-prinsip permainan yang menjadi kurikulum baru untuk pembinaan usia muda di seluruh Italia, di mana prinsip-prinsip ini disingkat menjadi CARP: Costruzione, Ampiezza, Rifinitura, dan Profondita

CARP pada intinya mengajarkan pemain-pemain muda Italia untuk dapat membangun serangan secara konstruktif dari belakang, menguasai permainan di area pertahanan lawan, dan menerapkan pressing tinggi begitu kehilangan bola.

Banner Video Highlights MotoGP 2021

Pelatih yang membawa Italia ke final Piala Dunia 1994 ini mengundurkan diri usai Piala Dunia 2014. Lagi-lagi ketika itu Italia yang dilatih Cesare Prandelli gagal lolos babak grup. Peran Sacchi kemudian digantikan Maurizio Viscidi.

Viscidi kemudian melanjutkan kerja yang dimulai Sacchi. Selain itu ia mulai memperbaiki kualitas dan menambah kuantitas personel di divisi teknik FIGC yang terdiri dari team performance analysis, termasuk di dalamnya para ahli statistik seperti Antonio Gagliardi, tim scouting, dan tim analisis pertandingan.

Semenjak dimulainya revolusi di FIGC ini, timnas kelompok umur Italia berhasil meraih beberapa prestasi, di antaranya tiga kali mencapai final Euro U-17 di 2013, 2018, dan 2019, final Euro U-19 pada 2016 dan 2018, mencapai final Euro U-21 pada 2013, dan peringkat ketiga pada Piala Dunia U-20 2017. Sebagian pemain-pemain inilah yang mengisi timnas Italia di Euro 2020 seperti trio asal Pescara: Lorenzo Insigne, Marco Verratti, dan Ciro Immobile.

Angin perubahan ini kemudian berhembus juga di Serie A, dengan kemunculan pelatih-pelatih yang mengusung filosofi sepak bola yang lebih proaktif seperti Roberto De Zerbi di Sassuolo, Maurizio Sarri yang sempat menangani Napoli dan Juventus, Gian Piero Gasperini di Atalanta, Eusebio Di Francesco yang kini menangani Hellas Verona, Stefano Pioli di AC Milan.

Italy's manager Roberto Mancini during the trophy ceremony after Italy won the Euro 2020 final soccer match between Italy and England at Wembley stadium in London, Sunday, July 11, 2021. (Facundo Arrizabalaga/Pool via AP)FIGC memilih sosok pelatih yang tepat untuk melatih timnas Italia, yakni Roberto Mancini. (Facundo Arrizabalaga/Pool via AP)

Kurikulum di pusat kepelatihan sekaligus markas timnas Italia, Coverciano, memegang peranan penting dalam kemunculan pelatih-pelatih dengan ide-ide yang segar ini.

Perubahan ke arah sepak bola yang lebih menyerang tergambar dalam statistik rata-rata gol per pertandingan di Serie A musim lalu yang mencapai 3,11 atau di atas empat liga besar Eropa lainnya: Bundesliga, Ligue 1, Premier League, dan La Liga.

Tim-tim di Serie A kini cenderung bermain dengan sepakbola yang lebih progresif ketika menguasai bola dan proaktif menekan di daerah pertahanan lawan ketika bertahan, alih-alih parkir bus di depan kotak penalti.

Perjalanan menuju Tiki-Italia di timnas senior Italia dimulai ketika Wakil Komisioner FIGC Alessandro Costacurta bersama Roberto Mancini, menyaksikan pertandingan Italia kontra Swedia di Stadion San Siro yang berakhir seri sehingga Gli Azzurri tidak lolos ke Piala Dunia 2018.

Banner Euro 2020

Costacurta mengeluhkan permainan Italia yang terlalu defensif, seraya berkata pada Mancini bahwa ia menginginkan sebuah tim yang selalu mengurung awan di area pertahanan mereka.

Mancini pun menjawab, "Kau datang pada orang yang tepat". Tak lama berselang Mancini ditunjuk sebagai pelatih timnas Italia menggantikan Gian Piero Ventura.

Mantan striker yang membawa Sampdoria meraih Scudetto satu-satunya ini berhasil menepati janjinya. Berbekal pemain-pemain yang sudah ditanamkan filosofi CARP semenjak usia dini, timnas Italia tampil memukau dengan sepak bola menyerang di bawah asuhan Mancini.

Timnas Italia selalu mendominasi di setiap fase permainan, baik saat menyerang, transisi, maupun saat bertahan. Rangkaian umpan cantik satu-dua, pergerakan tanpa bola yang begitu sinkron dan dinamis, mewarnai serangan Gli Azzurri.

Italian players pose for a team photo during the Euro 2020 soccer championship semifinal between Italy and Spain at Wembley stadium in London, Tuesday, July 6, 2021. (AP Photo/Matt Dunham,Pool)Timnas Italia tampil lebih menyerang. (AP Photo/Matt Dunham,Pool)

Counter press yang sporadis namun terkoordinir rapi, begitu sigap dilakukan ketika Italia kehilangan bola, sehingga penguasaan bola tersebut dalam sekejap kembali ke pangkuan Giorgio Chiellini dan kawan-kawan. Kedua hal ini kemudian dilengkapi dengan skema bola-bola mati, yang dirancang maestro skema bola mati asal Italia, Gianni Vio.

Commissario Tecnico Roberto Mancini berhasil merangkum proses panjang yang dilalui sepak bola Italia. Penampilan mereka di Euro 2020 semakin menegaskan jati diri baru Italia yang mengundang decak kagum para penggemar sepak bola.

Perjalanan yang dilalui Italia ini menunjukkan implementasi filosofi bermain yang menghadirkan kesuksesan, membutuhkan proses panjang yang menyeluruh dan berkelanjutan, tidak ada yang instan. Hasilnya, Rinascimento sepak bola Italia dapat terjadi ketika mereka meraih gelar juara Piala Eropa untuk kali kedua yang telah lama dinantikan.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

(har)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER