Richard Mainaky memutuskan pensiun jadi pelatih di Pelatnas Cipayung usai 26 tahun mengabdi. Pencapaian Richard bakal sulit ditandingi oleh pelatih-pelatih lain di Indonesia.
Richard ditunjuk sebagai asisten pelatih Pelatnas Cipayung pada 1995 dan dua tahun berselang menjadi kepala pelatih ganda campuran. Total 26 tahun dihabiskan Richard memoles generasi demi generasi atlet nomor ganda campuran.
Bukan hanya soal prestasi hebat racikan Richard, 1 emas dan 2 perak Olimpiade plus empat gelar juara dunia, serta puluhan gelar seri turnamen BWF. Ada hal lain yang sulit ditandingi pelatih lain, yaitu masa bakti 26 tahun di Pelatnas Cipayung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mundur satu bulan ke belakang, salah satu fenomena yang banyak disadari masyarakat umum di Olimpiade Tokyo 2020 adalah kehadiran pelatih-pelatih Indonesia di tim badminton negara lain.
Yang paling menonjol adalah sosok pelatih Kevin Cordon, Muamar Qadafi dan pelatih Aaron Chia/Soh Wooi Yik, Flandy Limpele.
Bagi masyarakat yang tidak terlalu mengikuti perkembangan badminton, lalu hadir pertanyaan-pertanyaan umum yang mungkin membuat mereka bingung.
"Kenapa pelatih Indonesia melatih negara lain?"
"Kenapa PBSI membiarkan pelatih bagus malah memperkuat negara pesaing?"
Soal badminton, bagi warga Indonesia, baik yang penggemar berat maupun yang mengikuti saat ajang-ajang besar saja, seringkali dikaitkan dengan semangat nasionalisme.
Terkadang, ada hal-hal yang dilupakan, bahwa badminton itu juga sudah jadi industri olahraga yang bersifat profesional. Hal itu pula yang memungkinkan melenggangnya banyak pelatih Indonesia keluar negeri dan meraih sukses di sana.
Di setiap era, Indonesia selalu melahirkan pemain-pemain top dan level elite. Hal yang sama juga terjadi di dunia kepelatihan.
![]() |
Pelatih-pelatih Indonesia, yang mayoritas mantan pemain, juga dipandang sebagai pelatih dengan kualitas papan atas. Karena itu, banyak negara-negara lain yang memperebutkan jasa pelatih Indonesia.
Bagi mereka-mereka yang akhirnya memutuskan merantau, jalan karier sebagai pelatih berbeda jauh dengan jalan karier sebagai pemain.
Seorang atlet badminton yang baru pensiun dan mulai merintis karier sebagai pelatih, tentu harus mulai memikirkan masa depan yang juga bergantung pada kondisi kekuatan finansial.
Ketika tawaran dari negara lain datang, entah dari klub maupun federasi badminton, tawaran tersebut tentu tak bisa ditolak atas dasar nasionalisme.
Profesi pelatih sudah berwujud sebagai kerja profesional, melewati batas-batas identitas negara.
Para mantan pemain yang akhirnya memutuskan jadi pelatih, harus merintis karier mereka sendiri kembali dari nol. Karena itu ketika peluang baik terbuka, mereka harus mengambilnya.
PBSI juga tak sepenuhnya harus bertanggung jawab atas perginya bakat-bakat pelatih hebat dari Indonesia ke mancanegara.
Slot pelatih yang tersedia di Pelatnas Cipayung, tidak sebanding dengan banyaknya pelatih berkualitas yang ada di Indonesia.
Rotasi pelatih di PBSI sendiri pun juga terbilang cukup keras. Pelatih yang dianggap tak bisa mengangkat performa nomor yang dipegang, mereka harus siap-siap untuk hengkang.
Hal ini yang membuat masa bakti Richard Mainaky, yang benar-benar mengubah wajah ganda campuran selama 26 tahun, terbilang istimewa dan luar biasa.
Pun demikian halnya slot pelatih di klub yang tak bisa menyerap seluruh tenaga pelatih di Indonesia.
Belum lagi bila ukurannya adalah soal kemampuan dan prestasi. Pemain-pemain yang baru pensiun dan memutuskan jadi pelatih, pastinya belum terlihat racikan dan tangan dingin mereka.
Pada akhirnya, mengembara ke luar negeri terkadang jadi opsi terbaik yang mereka pilih dari beberapa kesempatan yang ada.
Bila pada akhirnya mereka harus meracik strategi melawan pemain-pemain Indonesia, tentu itu juga jadi bagian dan risiko kerja profesional.
Gambaran bagaimana kerja pelatih profesional bisa dilihat dari Jorge Sampaoli saat mengantar Chile mengalahkan negara asalnya, Argentina di final Copa America 2015.
Sampaoli mengantar Chile menjadi juara Copa America untuk pertama kalinya sekaligus memupus harapan Argentina menyudahi puasa gelar sejak 1993.
"Ini adalah momen yang tak ternilai dan sulit dilupakan dan bakal bertahan untuk waktu yang lama," ucap Sampaoli, dikutip dari ESPN.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>