Di sisi lain Kusnaeni memprediksi akan ada permasalahan dalam hal pelaksanaan DBON di kemudian hari. Kusnaeni menilai DBON harus sejalan dengan isi dari Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).
Kemenpora yang merancang dan membuat DBON harus terus berkomunikasi dengan anggota dewan di bidang legislatif yang membahas amandemen UU SKN supaya produk hukum yang ada bisa sinkron.
"DBON harus linier dengan SKN yang menurut saya sekarang sudah banyak ketinggalan isinya. SKN saya harapkan bisa segera direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Apapun yang dibuat pemerintah seharusnya tidak keluar dari UU SKN sebagai payung hukum. Karena jika tidak, itu pasti akan dianggap melanggar hukum," tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DBON juga diharapkan bisa menjadi acuan dalam membina dan mempersiapkan atlet-atlet yang memiliki kapasitas sebagai juara.
"Siapa yang akan main di Olimpiade empat tahun lagi, di Asian Games 8 tahun lagi kita tidak tahu, karena kita tidak punya lapisan atletnya."
Kondisi ini disebut Kusnaeni berbeda dengan di Thailand atau Jepang yang sudah bisa mengetahui atlet yang akan tampil di SEA Games 7-8 tahun ke depan adalah pemuda-pemuda yang tampil di Kejuaraan Nasional level pelajar.
"DBON ini merupakan produk hukum, maka pengertiannya pelaksanaannya akan mengacu ke UU SKN. Perlu diketahui juga olahraga itu banyak macamnya, ada olahraga prestasi, pendidikan dan rekreasi. Olahraga prestasi dibagi lagi menjadi dua, amatir dan profesional."
"Saya agak kurang setuju sama namanya karena ini fokusnya hanya ke prestasi, bukan olahraga secara keseluruhan. Bicara olahraga itu luas, ada soal pendanaan, industri, enviroment, IPTEK dll. Tapi DBON ini lebih fokus ke pencapaian prestasi. Jadi seharusnya Desain Besar Prestasi Olahraga Nasional, namanya," tutup Kusnaeni.
(ttf/nva)