Kompleksitas dan banyaknya faktor disebut turut berpengaruh dalam pencapaian sukses prestasi ideal di PON. Menurut Setiawan, tidak mungkin sebuah prestasi dibuat secara instan.
Sementara itu, Ketua Harian KONI Jatim, M. Nabil mengatakan idealnya PON secara filosofi sejarah adalah alat pemersatu bangsa melalui olahraga. Sebagai sesuatu yang bersifat universal, olahraga tidak memiliki sekat baik itu dari agama, suku, etnis dan golongan, khususnya untuk Indonesia yang beragam.
Melalui nilai-nilai sportivitas, PON yang ideal itu adalah di mana negara hadir membantu daerah untuk pengembangan olahraga. Mulai dari perhatian sampai pembiayaan dan penguatan terhadap pengembangan olahraga di daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebab nantinya melalui olahraga para atlet terbaik dari daerah di level nasional itu akan membawa nama baik negara ke kancah yang lebih besar, ke kancah internasional. Ada negara yang mungkin secara ekonomi tidak bagus, tapi negaranya dikenal kuat dari bidang olahraga."
"Kalau dibilang sudah ideal, saya berharap secara bertahap akan seperti itu. Ada kesungguhan orientasi, ada kesuksesan di tiap-tiap jenjang sehingga objektivitas dan sportivitas di PON yang harus dikedepankan untuk dapat hasil prestasi yang baik," ujar M. Nabil.
Sementara itu, Pengamat olahraga nasional, Tommy Apriantono mengungkapkan dari segi waktu sebenarnya penyelenggaraan PON yang empat tahun sekali terbilang ideal. Empat tahun dirasa menjadi waktu yang cukup untuk daerah melakukan pembinaan terhadap atletnya.
Namun menurut Tommy perlu ada regulasi jelas baik melalui undang-undang maupun KONI Pusat yang mengatur teknis pelaksanan supaya PON dapat berjalan sesuai harapan. Mulai dari pengaturan umur atlet yang bisa tampil, pembatasan prestasi atlet yang pernah tampil, sampai pembatasan bonus supaya tujuan PON sebagai pencarian bibit unggul atlet bisa tercapai.
"Sebaiknya atlet yang pernah tampil di Olimpiade ini tidak lagi turun di PON supaya bisa jadi ideal. Karena akan menutup peluang atlet junior untuk berprestasi ke atas jadi jenjangnya kelihatan. Di Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) berbunyi, setiap daerah harus membina atlet untuk ke level nasional dan internasional mewakili Indonesia. Sekarang kalau setiap daerah membina, muncul bibitnya. Ingat, atlet itu diciptakan tidak muncul begitu saja," jelas Tommy.
(ttf/nva)