Tommy mencontohkan lifter nasional peraih medali Olimpiade Tokyo 2020 lalu, Eko Yuli Irawan yang jadi rebutan banyak daerah untuk memenuhi gengsi daerah dalam pencapaian prestasi di ajang PON.
Pada gelaran PON 2012 di Pekanbaru, Riau, Eko tercatat sebagai atlet milik Kalimantan Timur bahkan ia tercatat sebagai atlet pertama yang menyumbangkan medali emas buat Kalimantan Timur kala itu. Tapi Eko yang merupakan atlet angkat besi kelahiran Lampung, 24 Juli 1989 itu pindah membela Jawa Timur di PON 2016 Jawa Barat dan sekarang di PON 2020 Papua.
Pengamat olahraga nasional lainnya, M. Kusnaeni menggarisbawahi filosofi PON adalah etalase hasil pembinaan atlet di daerah. Di PON, tiap-tiap daerah akan memamerkan hasil pembinaan masing-masing cabang olahraga yang dipertandingkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Kusnaeni jika bicara hasil pembinaan ukurannya seharusnya bisa dilihat di PON. Namun, hal itu tidak terlihat di penyelenggaraan PON beberapa edisi terakhir.
"Spirit PON sekarang jadi gengsi daerah, terutama kepala daerahnya untuk menunjukkan hasil kepemimpinannya di suatu daerah, sehingga filosofi PON jadi agak terpinggirkan. Yang muncul justru semangat berlomba-lomba menjadi juara umum dengan gengsi daerah yang ditonjolkan," ujar Kusnaeni.
Padahal, PON bisa jadi bank data atlet potensial di luar atlet yang namanya sudah tercatat di level nasional sekaligus bagian dari regenerasi atlet yang akan mewakili Indonesia di kancah internasional ke depannya.
Belum lagi tujuan awal dibentukan PON selain menjadi etalase prestasi daerah sekaligus untuk merekatkan persatuan Indonesia serta pemerataan pembangunan nasional dan fasilitas olahraga melalui bantuan negara. Seharusnya, dijelaskan Kusnaeni, tujuan itu lebih penting dari sekadar gengsi kepala daerah untuk menjadi juara umum di PON.
Jikapun daerah tertentu gagal untuk menjadi juara umum di PON, seharusnya tidak malu karena tujuan PON bagi daerah adalah melakukan pembinaan.
"Pada masa lalu, tujuan PON sebagai sebuah pembinaan untuk menjaring atlet potensial itu ideal. Tapi saat ini justru jadi titik balik, PON seperti mengingkari tujuan awal terbentuknya. Kalau ini dibiarkan PON lama-lama jadi tidak ada gunanaya," terangnya.
"Puncak persaingan atlet di cabor apapun untuk level nasional seharusnya adanya di Kejurnas. PON sebagai parameter pembinaan. Tapi gengsi kepala daerah itu akhirnya yang menghalalkan banyak cara, termasuk transaksi perpindahan atlet dari satu daerah ke daerah lain," tutup Kusnaeni.
(ttf/nva)