Penampilan bagus bersama Timnas Indonesia di Piala Asia 1996 membuat tawaran datang kepada saya. Tawaran yang datang bukan dari klub lokal tetapi dari luar negeri.
Waktu itu ada klub luar negeri dari Kuwait, Korsel, dan Uni Emirat Arab yang mengajak saya bergabung. Saya sempat bertanya ke Widodo, tetapi Widodo tidak memberikan jaminan untuk bergabung dengan mereka sehingga saya juga tidak menerima tawaran tersebut.
Seingat saya mereka memang menawarkan saya bersama Widodo yang juga bermain bagus di Piala Asia 1996 untuk bermain di luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat tawaran itu datang, saya berusia 26 tahun, usia yang sebenarnya sudah pas untuk mencari petualangan lain di luar Papua. Namun, pada momen itu saya belum berpikir sejauh itu untuk menjadi pemain profesional yang berkiprah di luar negeri.
Tawaran untuk pindah klub buat saya banyak, bukan hanya dari luar negeri saja. Sebelum tawaran dari luar negeri itu, saya juga ditawari untuk bermain di Pelita Jaya. Waktu itu rekan seangkatan di tim PON Papua, Aples Tecuari dan Alex Pulalo yang ambil kesempatan main di sana.
Buat saya pribadi rasanya sulit untuk meninggalkan Papua. Alhasil, seluruh karier saya habiskan dengan bermain di Indonesia, bersama Persipura dan terakhir di Perseman Manokwari sebelum gantung sepatu.
![]() |
Saya pertama kali masuk di Persipura setelah sukses meraih medali emas bersama tim PON Papua 1993. Saat itu bisa dibilang generasi terbaik anak-anak Papua juga karena ada Alex Pulalo, begitu juga almarhum Izaac Fatari dan Ritham Madubun.
Saya bisa masuk tim PON Papua setelah terpilih dari turnamen di daerah, ketika itu ada turnamen Divisi 2 Pangdam Jaya. Dari sana saya terpilih, saya berasal dari Manokwari.
Dari tim PON Papua 1993 itu hampir sebagian besar masuk ke Persipura. Saat kami juara PON 1993, diputuskan oleh pengurus kami masuk untuk regenerasi menggantikan para pemain senior.
Kami masih bermain di Divisi I dan keluar sebagai juara pada akhir musim untuk promosi ke Divisi Utama. Kami berjuang dengan sepenuhnya mengandalkan kekuatan para pemain lokal.
Persipura tetap dengan pemain lokal meski klub-klub lain sudah mulai menggunakan pemain asing. Dengan kekuatan para pemain lokal kami juga bisa bersaing untuk sampai di semifinal saat Liga Indonesia II.
Namun saat tinggal selangkah lagi ke final, kami dihentikan oleh PSM di semifinal. Terlepas dari itu kami sudah melakoni perjalanan yang luar biasa dengan melangkah begitu jauh tanpa kehadiran pemain asing.
Di akhir kompetisi, saya dinobatkan sebagai pemain terbaik. Gelar itu menjadi pembuktian dan hasil kerja keras dari latihan dan sekaligus ingin membuktikan kemampuan kami semua di Persipura setara pemain asing yang bermain di kompetisi saat itu.
Setelah satu dekade di Persipura, saya memutuskan bermain di Perseman. Bupati Manokwari pada saat itu yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan sempat bertemu dengan saya dan minta saya untuk kembali dan mengangkat prestasi Perseman.
Saya memutuskan untuk pergi meski sebenarnya di Persipura masih bisa bersaing. Ajakan dari Bupati saya turuti untuk main di Manokwari, meskipun harus turun divisi.
Saya sempat bermain di Divisi Satu merangkap pemain dan asisten pelatih di Perseman. Waktu itu Perseman bisa naik ke Divisi Utama dan saya kemudian putuskan pensiun.
Begitu pensiun, saya langsung banting setir dan sepenuhnya fokus ke pekerjaan sebagai pegawai di Bank Papua. Sebenarnya ada juga ajakan untuk membantu tim karena saya juga punya lisensi B AFC, tetapi saya berpikir sudah cukup di sepak bola.
Saya berpikir saya punya karier di sepak bola yang sudah saya lalui, ada banyak kenangan. Saya sudah pensiun dan saya terpanggil untuk pekerjaan, untuk masa depan saya.
Saya pikir di sepak bola apa yang saya buat sudah cukup. Memang ada keinginan untuk melatih, mengorbitkan pemain-pemain muda tetapi saya pikir banyak teman-teman juga yang bekerja di ranah ini.
Apalagi, mereka tidak punya pekerjaan tetap dan cuma bersandar kepada sepak bola saja, sementara saya sudah punya pekerjaan. Oleh karena itu, saya bulat memutuskan biar mereka, adik-adik saya yang mengembangkan karier kepelatihan mereka dan saya melanjutkan pekerjaan saja.
(ptr)