Jakarta, CNN Indonesia --
Sejak meraih medali emas SEA Games 1991, belum ada gelar yang berhasil diraih Timnas Indonesia. Piala AFF sebagai lambang supremasi sepak bola ASEAN pun masih sebatas penantian.
Di Piala AFF edisi perdana yang dulu bernama Piala Tiger, Thailand lebih favorit ketimbang Indonesia. Pasalnya ketika itu Thailand jadi negara ASEAN dengan peringkat tertinggi di FIFA. Pada 1996 ini Thailand di peringkat ke-50.
Pada saat yang sama Malaysia di urutan ke-91, Vietnam ke-99, dan Indonesia ke-109. Dan, benar saja, Thailand menjadi kampiun, Malaysia runner up, sedang Indonesia kalah dari Vietnam dalam perebutan peringkat ketiga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua tahun berselang, Indonesia tampil di Piala AFF dengan kondisi goyah. Ini karena di dalam negeri sedang terjadi pergolakan politik setelah jatuhnya rezim Soeharto. Sampai-sampai PSSI mengirim skuad yang didominasi pemain Persebaya berjumlah 11 pemain.
Sejarah kelam terjadi di Piala Tiger 1998 yang ditandai sepak bola gajah pada laga terakhir fase grup antara Indonesia dan Thailand yang berakhir dengan kekalahan 2-3.
Memasuki era milenium, di Piala AFF 2000, Indonesia percaya diri. Di saat peringkat Indonesia di FIFA menembus ke-89, tim Merah Putih untuk kali pertama melaju ke final. Berhadapan dengan Thailand, Indonesia kalah 1-4 dari Thailand yang masih tergolong negara top dengan masuk posisi 50 besar dunia.
Edisi berikutnya pun masih sama. Untuk kali kedua Garuda Merah Putih ditumbangkan Thailand pada partai puncak. Kali ini skor tak telak, namun kekalahan adu penalti juga sama-sama meninggalkan getir.
Dua tahun berselang giliran Singapura yang mengubur mimpi Indonesia di partai final. Singapura sukses dengan program naturalisasinya.
Ketika itu Singapura diperkuat tiga pemain naturalisasi, yakni Agu Casmir (Nigeria), Itimi Dickson (Nigeria), dan Daniel Bennett (Inggris). Sukses Singapura ini lantas menginspirasi negara Asia Tenggara lainnya melakukan hal serupa.
Selanjutnya pada edisi 2007 dan 2008 pencapaian Indonesia menurun. Tiga kali runner up beruntun tak diakhiri dengan gelar juara. Malahan Timnas Indonesia tak menembus semifinal atau gagal lolos babak grup pada 2007. Sementara setahun berselang anak asuh Benny Dollo harus puas dengan status semifinalis.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>
Asa merengkuh gelar juara Piala AFF membubung tinggi lagi pada edisi 2010. Selain karena menjadi tuan rumah bersama Vietnam, saat itu tim yang diasuh Alfred Riedl itu komplet di segala lini. Bahkan Indonesia punya penyerang naturalisasi, Cristian Gonzales.
Di Piala AFF 2010 itu Bambang Pamungkas dan kawan-kawan 'menyihir' selama fase grup. Tidak pernah kalah dalam tiga laga, mengoleksi 13 gol dan hanya dua kali kebobolan. Pada babak semifinal pun gawang Timnas Indonesia tak kebobolan.
Sayang kedigdayaan itu runtuh di final. Malaysia membantai Indonesia dengan skor 3-0 di Stadion Bukit Jalil. Kemenangan 2-1 Timnas Indonesia di final tak mengubah keadaan, Malaysia juara karena menang agregat.
Seperti jadi titik kulminasi, seusai final itu prestasi Timnas Indonesia terus melorot. Pada 2012, Timnas Indonesia yang tak diperkuat pemain-pemain terbaik lantaran dualisme kompetisi dan dualisme federasi hanya sampai fase grup. Begitu pula dua tahun kemudian ketika merasakan kekalahan telak 0-4 dari Filipina.
Setelah sanksi pembekuan FIFA yang jatuh pada 2015 dicabut pada 13 Mei 2016, sepak bola Indonesia langsung bergeliat. Sebuah turnamen rasa kompetisi bernama Indonesia Soccer Championship digelar. Meski hanya turnamen, rupanya 'sakit' di tubuh federasi belum sembuh.
Menjelang Piala AFF 2016, Riedl dikekang federasi. Pria Austria ini hanya diperkenankan memanggil maksimal dua pemain per klub. Riedl marah, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dengan segala keterbatasan, Indonesia ke final dan akhirnya ditumpas Thailand.
 Samsul Arif Munip (kanan) ketika berduel melawan Que Ngoc Hai di Piala AFF 2014. (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/pras/14) |
Berikutnya, Piala AFF 2018, kondisi Timnas Indonesia labil. Pelatih kelas dunia, Luis Milla mundur karena PSSI disebut banyak ingkar janji. Sebagai gantinya Bima Sakti dipercaya jadi caretaker dan Timnas Indonesia tak lolos babak grup.
Kini, situasi tak lebih baik. Pandemi Covid-19 yang melanda sejak Maret 2020 memukul berbagai aspek kehidupan, termasuk sepak bola Indonesia. Kebijakan dari federasi pelatih hanya boleh memanggil maksimal dua pemain per klub, pun diterapkan lagi.
Pada saat yang sama Vietnam sedang bangkit. Sang juara bertahan Piala AFF memimpin ASEAN di ranking FIFA. Vietnam berada di urutan ke-99 dunia, sedangkan Indonesia di peringkat ke-166. Harapan meraih gelar Piala AFF masih ada, namun muncul pula kekhawatiran penantian akan gelar belum akan berbalas.
[Gambas:Video CNN]