Persija vs Persib: Ego, Gengsi, dan Rivalitas

Abdul Susila | CNN Indonesia
Selasa, 01 Mar 2022 14:11 WIB
Persija dan Persib akan mewarnai duel pekan ke-28 di Liga 1. (ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Duel Persija vs Persib pada Selasa (1/3) malam, sejatinya seperti laga besar lainnya. Namun duel pekan ke-28 Liga 1 2021/2022 ini diwarnai ego dan gengsi.

Sejak pertemuan pertama pada 1933, kedua tim sudah bentrok 169 kali. Hasilnya Persib menang 59 kali, Persija 50 kali, imbang 49 kali, dan 11 lainnya tidak diketahui secara pasti.

Dari sejarah panjang ini, pertemuan pada 2002 tercatat sebagai awal mula rivalitas. Ketika itu laga berakhir imbang 1-1 di Stadion Siliwangi dan pemain Persija pulang dengan kendaraan lapis baja.

Pasalnya, gol penyeimbang Persija diciptakan Budi Sudarsono dengan cara yang kontroversial. Bola lemparan netral karena sebelumnya ada pelanggaran malah dijadikan serangan dan berbuah gol.

Sebelum itu sejatinya sudah ada gesekan, tetapi lebih ke arah anarkistis antarsuporter. Pertama pada 1999, lantas pada 2001 seusai menghadiri 'Kuis Siapa Berani' di sebuah studio televisi di Tomang, Jakarta Barat.

Usai itu perseteruan mengkristal jadi dendam. Kedua kubu suporter, The Jakmania dan Viking atau Bobotoh, membuat kisah di luar pertandingan lebih besar dari duel sepak bola itu sendiri.

Sudah banyak jatuh korban dari kedua kubu suporter karena fanatisme rivalitas ini. Tak hanya korban luka, ada beberapa kasus meninggal dunia yang membuat sepak bola Indonesia berduka.

Ego dan gengsi daerah, yang dalam istilah antropologi disebut primordialisme, jadi melekat dalam setiap pertemuan Persija dan Persib. Ada upaya peleburan, tetapi ego di akar rumput sudah mengakar.

Ego Jakarta dan Bandung ini pun menggelembung. Media sosial turut membuat arena perseteruan makin melebar dan panas. Provokator demi provokator muncul tanpa henti di setiap edisi pertemuan.

Seperti menjelang duel ini, masing-masing kubu memanas-manasi dengan cara dan triknya masing-masing. Rivalitas sepak bolanya tak dikupas, tertutupi umpatan dan cacian atas kebanggaan lambang klub.

Beruntungnya ego-ego sentimentil tersebut tensinya agak berkurang. Ranah ego mulai digiring ke arah gengsi duel. Rivalitas yang didasari fanatisme buta pun mulai diperangi beramai-ramai.

Karenanya duel di masa pandemi ini akan berarti lebih dari biasanya. Laga yang berlangsung menarik dengan wasit yang adil, serta tak ada aksi susulan seusai laga, akan terus menggerus ego kedaerahan.

Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>

Kans Juara dan Tiket Asia


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :