Pengamat sepak bola nasional Muhammad Yusuf Kurniawan menilai kebijakan PSSI yang menerapkan wasit kelima dan keenam untuk Liga 1 2021/2022 sebagai kepanikan.
Pasalnya, sisa pertandingan musim ini tinggal lima pekan lagi. Akan bisa dimaklumi jika menggunakan wasit kelima dan keenam atau biasa disebut Additional Assistant Referee (AAR) diterapkan di tengah musim.
Sudah begitu waktu persiapan untuk penggunaan AAR ini tidak optimal. Pembekalan penerapan AAR ini dimulai pada Minggu (6/3) dan praktik lapangan pada Senin (7/3) di Lapangan Samudera, Badung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihat ini sebagai langkah yang panik dari PSSI. Mereka bingung harus berbuat apa dengan tekanan publik atas sorotan kinerja wasit. Maka diambillah keputusan yang mendadak ini," kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com.
"Yang jadi pertanyaan, dengan persiapan singkat apakah bisa dijamin ini akan berjalan dengan baik? Jika ini diterapkan sejak putaran kedua mungkin dampaknya akan berbeda," ujarnya menambahkan.
Jika berkaca pada kompetisi belahan dunia lainnya, AAR mulai diterapkan pada 2012, setelah diuji coba pada 2009. Kini penggunaan AAR sudah jarang terlihat karena perannya sudah digantikan teknologi.
Beberapa teknologi yang digunakan untuk menggantikan peran AAR tersebut adalah goal line technology dan yang terbaru Video Assistant Referee (VAR). Kedua teknologi ini belum digunakan di Indonesia.
Menurut Yusuf, coba-coba secara mendadak penggunaan AAR dari PSSI ini sepantasnya diuji lebih dahulu ke kompetisi kasta lebih rendah. Tujuannya agar tidak timbul kontroversi baru jika ada kesalahan.
Lebih dari itu lelaki yang biasa disapa Yuke ini berharap PSSI fokus melakukan pembenahan kualitas wasit. Seusai kompetisi musim ini para wasit sepantasnya ditatar optimal.
"Teknologi harus dicanangkan penggunaannya. Bentuknya seperti apa itu dipikirkan secara matang. Harus ada target kapan teknologi itu diterapkan sehingga kualitas wasit akan terkatrol," ujar Yusuf.