Jakarta, CNN Indonesia --
Balapan di Moto2 2013 bersama tim Gresini menjadi kenangan terindah sepanjang karier saya di dunia balap motor.
Waktu itu homebase tim saya di Misano dan dekat banget dengan homebase Valentino Rossi. Jadi saya bersyukur sekali karena hampir setiap weekend bisa latihan bareng Rossi. Itu rasanya seperti mimpi bisa latihan bareng legenda MotoGP.
Tidak semua pembalap bisa latihan di Motor Ranch VR46. Hanya orang-orang terdekat atau undangan saja yang bisa latihan di situ. Jadi waktu itu saya bersama pembalap Moto2 Ratthapark Wilairot dan dua pembalap Moto3: Lorenzo Baldasari dan Niccolo Antonelli latihan bareng Rossi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Waktu itu juga sempat dibuatkan semi race oleh Rossi. Saya sempat masuk lima besar dan dipuji oleh Rossi. Dia bilang: "Pradita, di motocross kamu kencang banget. Lebih kencang dari di Moto2," kata Rossi begitu. Wah senang banget dapat pujian dari Rossi.
Rossi sendiri waktu itu finis di posisi pertama, kemudian disusul pembalap dari tim lain yang juga ikut latihan bareng. Sementara rekan-rekan saya dari tim Gresini semuanya di belakang saya. Waktu itu semi race di markas Rossi diikuti 13 pembalap.
Di Italia saya juga sempat latihan bareng Marco Melandri. Biasanya kami main sepeda bareng untuk jaga kondisi dan stamina.
Terus saya juga pernah latihan bareng Sete Gibernau sewaktu habis tampil di Moto2 Catalunya, Barcelona. Saya latihan di rumah Gibernau karena kebetulan dia tinggal di Spanyol dan mantan pembalap tim Gresini. Di rumah Gibernau, kami berlatih pakai gokart, mini MotoGP, dan main sepak bola bareng.
 Pembalap nasional Doni Tata Pradita saat latihan bersama Sete Gibernau. (Arsip Doni Tata) |
Selain momen menyenangkan, saya juga punya kenangan buruk waktu balap kejuaraan dunia 250cc 2008 di Le Mans. Saat itu saya jatuh pada tikungan pertama di lap terakhir dengan kecepatan hampir 200 km/jam usai duel dengan pembalap Spanyol. Tapi, alhamdulillah tidak sampai kenapa-napa.
Jadi ada salah satu pembalap Spanyol yang selalu jadi rival saya di 250cc itu. Saya selalu menang di tikungan, sementara dia menang di trek lurus.
Waktu mau masuk ke trek lurus di Le Mans kami senggolan di tikungan pertama. Karena motor dia lebih kencang, saya berusaha untuk sedikit manuver namun goyang dan jatuh. Sayang banget jatuh dengan kecepatan tinggi di lap terakhir.
Tidak mudah bersaing di Grand Prix. Selain susah untuk mendapatkan poin, dibutuhkan mental kuat dan sponsor yang besar.
Bayangkan saja waktu tampil di 250cc 2008 itu teknologi motor saya sudah ketinggalan zaman. Waktu itu saya pakai motor produksi tahun 1997 atau 2003 saya lupa, untuk balapan di 2008. Karena sudah stop produksi jadi mesinnya harus kami kembangkan sendiri. Meskipun saya harus terima kenyataan karena rata-rata kecepatan motor saya ketinggalan 25 km/jam dari pembalap lain.
Jadi siasat saya hanya memenangkan kecepatan di tikungan. Sebab dengan motor yang lebih lambat lebih enak di tikungan ketimbang mereka dengan power besar.
Selain itu saya juga memanfaatkan keuntungan saat balapan hujan. Jadi hujan itu pembalap luar negeri biasa tampil dengan penuh perhitungan dan cenderung lebih hati-hati.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Zaman dulu juga tidak ada kejuaraan-kejuaraan untuk menambah jam terbang saya sebagai pembalap muda. Waktu itu setelah tampil di kejuaraan Asia dan All Japan Championship saya langsung tampil di Grand Prix.
Kalau sekarang itu ada banyak kejuaraan untuk menambah jam terbang seperti Spanish Championship dan Italia Championship.
Tapi saya tetap bangga karena tidak menyangka bisa tampil di kejuaraan dunia, balap di Eropa dengan bawa nama Indonesia pada umur yang masih muda, serta bersaing dengan pembalap-pembalap yang sekarang top di MotoGP.
Mungkin kalau waktu itu saya punya sponsor yang jangka panjang, mungkin saya punya kesempatan juga untuk sampai di MotoGP mewakili Indonesia.
Soalnya kan susah, kalau sponsor hanya kontrak satu tahun. Saya sudah susah-susah membangun motor terus putus di tengah jalan, ya balik lagi dari nol. Enggak ada kesempatan bagi kami untuk evaluasi jelang balap tahun depan.
Saya juga bisa menjadi pembalap seperti sekarang harus melalui perjalanan panjang. Saya memulai karier di dunia balap pada usia sembilan tahun. Saat itu saya masih kelas 3 SD. Itu atas kemauan saya sendiri karena saya lihat kedua orang tua juga mantan pembalap.
[Gambas:Photo CNN]
Awalnya orang tua enggak support karena menilai balapan itu olahraga berbahaya. Tapi setelah saya jelaskan dan janji tidak akan kebut-kebutan di jalan dan hanya balapan di sirkuit, baru mereka mengizinkan.
Saya mulai balapan dari kejuaraan-kejuaraan Road Race lokal di Yogyakarta sejak 2000. Waktu itu saya naik motor Yamaha F1-ZR atau Vega 110cc. Selama lima tahun saya balap di Road Race dan pada 2005 saya juara Road Race di Asia.
Setelah itu saya mulai beralih ke balap motorsport dengan tampil di All Japan Championship di kelas 125cc. Kemudian 2006 saya mendapatkan kesempatan tampil di GP Malaysia 125cc sebagai pembalap wild card.
Pada 2007 saya kembali tampil di All Japan Championship, namun naik ke kelas 250cc. Waktu itu umur saya baru 16 dan menjadi pembalap paling muda.
 Pembalap nasional Doni Tata Pradita (atas kiri) bersama kontestan GP 250cc 2008. (Arsip Doni Tata) |
Lalu 2008 saya mendapatkan kesempatan tampil di GP 250cc selama satu musim. Saya berhasil mencatatkan 1 poin dari 16 balapan. Terus 2009 saya kembali tampil ke World Supersport (WSSP) 600cc dan saya tampil di sana selama satu musim.
Di 2010 saya tidak dapat sponsor sehingga saya balik ke Asia Road Race Championship di kelas 600cc dan tampil selama tiga musim hingga 2012. Pada 2012 saya juara nasional Road Race 600cc di Sentul. Habis itu juara umum di Qatar Championship.
Lalu pada 2013 saya kembali balapan di Moto2 bersama tim Gresini dan saya tampil satu musim. Di situ saya juga dapat satu poin waktu balap di Phillip Island, Australia.
Setelah Moto2 saya ditinggal sponsor. Tidak ada yang support lagi di kancah internasional seperti di Moto2 atau Spanyol Championship. Sehingga berhenti balap.
Akhirnya, di 2014 saya pindah ke balapan motocross. Selama dua tahun saya balap Motorcross di kejuaraan lokal. Kemudian di 2015 saya juga sempat ikut balap ketahanan motorsport selama 8 jam di Suzuka, Jepang.
Kemudian 2017 saya ikut lagi balap ketahanan motorsport di Suzuka tapi yang durasinya hanya 4 jam. Di kejuaraan ini saya berhasil menjadi runner-up.
Lalu 2018 dan 2019 saya ikut balapan di Trial Game Aspal Supermoto pada kelas 250cc di Indonesia. Di situ saya menjadi juara umum dua kali berturut-turut.
Kemudian 2020-2021 saya vakum dari dunia balap karena pandemi Covid-19. Kegiatan saya hanya main motor trail untuk adventure, endurance, atau motocross saja ke gunung-gunung. Sebab selama pandemi sekolah balap saya juga sedang vakum.
Ke depannya saya ingin sekali dapat terlibat dalam pembinaan pembalap muda Indonesia menuju MotoGP.
Selain itu saya juga mau kalau ada kesempatan untuk menjadi pembalap wild card di MotoGP Mandalika karena kita kan tuan rumah siapa tahu ada slot kosong untuk wild card.
Meskipun kalau sekarang memang sudah tidak mungkin karena balapan MotoGP Mandalika akan dimulai beberapa hari lagi. Mungkin tawaran wild card di MotoGP Mandalika itu datang tiga bulan lalu mungkin saya bisa terima tawaran itu. Apalagi umur saya juga baru 31.
Sebab satu-satunya target yang belum tercapai sepanjang karier saya adalah tampil di MotoGP. Saya ingin sekali merasakan balapan di MotoGP. Bahkan, sampai saat ini belum ada pembalap Indonesia yang tampil di MotoGP.
[Gambas:Video CNN]