SEA Games 2005 selesai dengan tiga emas yang saya raih. Prestasi itu membuat saya ditargetkan bisa menyumbangkan medali emas di Asian Games 2006 di Doha.
Dalam masa persiapan itu saya cedera. Cedera total. Dari hanya satu otot ligamen yang putus, kali ini dua otot ligamen putus. Meniskus juga sobek.
Saya stres berat dikasih tahu seperti itu. Ditambah lagi vonis dari dokter tidak boleh bertanding. Rasanya gelap waktu itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya disuruh istirahat 12 bulan padahal sisa waktu yang ada untuk Asian Games Doha hanya lima bulan. Sadar diri dengan kondisi yang ada. Saya sampai serahkan uang saku dan uang akomodasi di sana. Saya serahkan semuanya kepada manajer.
Beruntung dalam saat sulit sekalipun ada yang masih begitu peduli pada saya. Waktu itu ada pelatih karate Jerman, tempat kami menggelar pemusatan latihan, yang memberikan semangat.
Pelatih itu rupanya memperhatikan saya karena terus terlihat murung. Dia kemudian bertanya "Umar, kamu mau bertanding?". Saya jawab, "Pasti saya mau main apapun risikonya."
Mendengar jawaban saya, dia bilang tidak bisa karena otot kamu tidak siap. Tetapi dia katakan selanjutnya, "Kamu bisa main tetapi hanya mengandalkan pengalaman saja."
Ucapan pelatih Jerman itu yang membangkitkan semangat saya. Saya berkomitmen apapun yang terjadi harus tetap bertanding di Asian Games.
![]() |
Pada akhirnya saya berangkat ke Asian Games dengan hanya satu kaki yang bisa bermain. Sejujurnya saya tidak terlalu peduli. Saya siap dengan risiko apapun demi Indonesia.
Setiap kali bertanding lutut kanan itu saya balut, ditambah lagi pelindung kaki dobel. Saya jatuh bangun di sana dan lolos sampai ke semifinal. Di babak itu saya kalah dari karateka Kuwait, juara Asia dan dia juga yang akhirnya jadi juara Asian Games 2006.
Di perebutan tempat ketiga saya bertemu karateka Korea Selatan. Pada momen itu saya sudah tidak ingat lagi akan cedera saya. Dalam pikiran hanya bagaimana saya bisa merebut medali. Saya ingin mengibarkan bendera merah putih.
Saat pertarungan berlangsung yang heran kaki kanan saya bisa melakukan tendangan, benar-benar spontan. Saya tidak tahu kenapa bisa begitu, mungkin adrenalin juga. Mungkin juga dibantu sama yang di Atas (Allah SWT). Saya tidak habis pikir.
Dalam perebutan medali perunggu itu saya jatuh bangun tetapi tidak ada kata menyerah. Saya bisa menang 5-3 atas karateka Korsel. Saya bisa meraih medali perunggu dengan 'satu kaki'.
Seusai Asian Games 2006 saya putuskan operasi karena dua otot ligamen kaki kanan saya putus. Saya melakukan operasi di Swiss oleh dokter spesialis ortopedi. Saya disuruh istirahat 12 bulan.
Delapan bulan pascaoperasi saya sudah enggak betah. Mulai bertanding lagi karena proses pemulihannya berjalan cepat. Saya ikut kejuaraan di Swiss dan Austria, dengan salah satunya menjadi juara.
Tahun 2008 saya turun di PON Kalimantan Timur. Tiga emas berhasil saya raih di sana. Setelah itu saya lanjut main di ajang Master Cup pada tahun yang sama.
Saya mewakili Asia di sana dan berhasil meraih medali emas. Turnamen ini mempertemukan para juara dari benua yang berbeda.
Habis itu ikut series WKF Golden League dan meraih medali perunggu. Saat tampil di SEA Games 2009 juga emas bisa saya persembahkan untuk Indonesia.
Setahun berselang saya merebut medali perak di Asian Games 2010 juga dalam kondisi pascaoperasi otot ligamen lutut kiri putus.
Di SEA Games 2011 yang berlangsung di Indonesia saya meraih dua medali emas dan di SEA Games terakhir saya tahun 2013, medali emas kembali bisa saya persembahkan buat Indonesia. Total 12 medali emas SEA Games saya raih bersama Indonesia.
Saya juga delapan kali operasi kaki, untuk negara, untuk Merah Putih. Kaki saya dari tidak cacat, jadi cacat untuk Merah Putih. Sekarang saya jalan enggak bisa ditekuk.
Kalau diibaratkan sudah seperti robot. Tidak bisa ditekuk karena sudah tulang ketemu tulang, meniskusnya lututnya.
Harapan saya ke depan semoga pemerintah yang sekarang memperhatikan mantan atlet zaman saya maupun sebelumnya. Jangan sampai hanya memperhatikan atlet yang saat ini aktif kemudian yang lama dilupakan.
Kami semua ini kan sama-sama pejuang, sama-sama patriot. Perjuangannya juga sama kan, demi mengibarkan merah putih. Jadi jangan ada istilah atlet yang sebelumnya ya bagian Menpora sebelumnya, begitu juga yang sekarang.
(jal/jal)